Pembalap Ngesek [2]

Tuesday, January 12, 2016


"Rick, kebiasaanmu dari dulu gak berubah yah? Ngocok kok pake baju gituan."



. . .



Title: Krisna, Pembalap Kecilku
Uploaded by: luvtoteen
Submitted: Juli 2012
Disclaimer: Cerita milik penulis
Genre: Slash, Fetish, Fluff
Rate: H
Length: Doubleshot
Warning: Typo. menXmen. Gambar bukan milik saya, hanya untuk membantu imajinasi pembaca dan diambil dari web. Segala bentuk efek samping yang ditimbulkan cerita ini adalah tanggung jawab pembaca!
Kisah ini sengaja ditulis dengan narasi deskripsi yang menceritakan kejadian secara rinci pada 1 malam, bisa menimbulkan kebosanan dan mungkin kebencian bagi pembaca, apalagi kalau pembaca bukan tipe yang memiliki fetish aneh seperti saya ini *senyum*

-----] @bluexavier69 [-----


Saat ini, aku sedang berada di Tasik untuk event balapan yang disponsori oleh salah satu merk helm di Indonesia, kebetulan aku dan kedua orang temanku, Indra dan Yuwono didaulat untuk mengikuti acara ini mewakili tim balap *sensor*. Nah, sudah 2 tahun semenjak aku bertemu dengan Krisna, sekarang dia sudah memasuki kelas 2 SMP, dan tentunya sudah memiliki pacar, hehe. Aku terkadang masih suka memimpikan kejadian waktu itu, walau aku juga sudah memiliki pacar, aneh ya hahaha...

Sebetulnya acaranya masih besok, cuman karena aku dan kedua temanku agak malas apabila harus berangkat beriringan menggunakan truk milik bengkel, dan jujur saja, bakalan sempit banget karena selain aku, Indra dan Yuwono, masih harus ketambahan 3 mekanik lagi, jadinya yah kami berangkat duluan menggunakan mobil Indra karena mau jalan-jalan sekalian. Agak malas juga berangkat tengah malam dengan kondisi kayak gitu, akan susah tidur.

Setelah perjalanan beberapa jam dari Yogyakarta, akhirnya aku dan 2 temanku tiba di Tasik. Segeralah kami bertanya-tanya pada penduduk sekitar untuk menanyakan lokasi hotel yang sudah dipesankan bengkel kami. Indra dan Yuwono berada di kamar hotel yang lain karena di hotel ini hanya mengijinkan 2 orang perkamar tanpa tambahan extra bed. Dan aku lihat kamarnya juga cukup sempit kalau mau benar-benar bersantai. Toh si bos juga udah pesenin 2 kamar untuk 1 malam.


Karena aku harus sendirian di kamar ini, aku teringat akan Hendra, teman SMPku yang berasal dari Purwokerto dan sedang bekerja di Tasikmalaya. Lalu aku ambil handphone dan aku mencoba menelponnya dengan berandai-andai ia tidak mengganti nomornya.

"Halo, Hendra ya?" kataku.

"Iya, ini siapa ya?" jawabnya.

"Ini Ricky Faizal, SMP 4 Jogja, ingat nggak?", jawabku menjelaskan.

"HAH? Kamu tahu nomorku darimana Rick??" katanya,

"Dari facebookmu itu lah... Makanya nomor itu jangan ditaruh di jejaring sosial, mending aku yang nelpon, kalo stalker gimana?" kataku,

"Yeee... kamu tau sendiri aku nggak pernah edit lagi itu profil dari pertama bikin, males. Eh, ngomong-ngomong, ada urusan apa, kok tumben telepon?" jawabnya.


"Nggak, gini loh, kamu masih kerja di Tasik?" tanyaku,

"Masih kok, keiket kontrak sampe tahun depan." jawabnya.

"Ah, pas banget dah... Gini, aku besok ada event balap di Lanud Wiriadinata, Tasik. dan aku sekarang udah ada di Tasik bareng kedua temenku," kataku.

"BUSET, Kau kenapa gak ngomong dari kemarin?? Dadakan gini... Yaudahlah, tar sore pulang kerja aku ke tempatmu. Stay dimana kamu? Hotel ato rumah temen?" jawabnya.

"Aku di Hotel Asri, kalo nggak salah sih... bentar-bentar' kataku sambil mencari kertas surat hotel di meja. "di Plaza Asia, ngerti?" jawabku.

".......aku pake motor gak sampe 5 menit pas pulang kantor juga sampe kali... itu deket amat. Yaudahlah, tar jam 6-an kurang yah," jawabnya.

"Oke sip, tar kabarin aja. Eh ya, kamu masih koleksi bokep kayak dulu nggak? Pinjem beberapa sekalian dong, bosen nih disini." tanyaku,

"Aih, yah, ntar gampang," jawabnya.

"Oke sip, thanks. Ditunggu kabarnya, see you," kataku mencoba mengakhiri telepon sebelum disela olehnya.

"EH, kamu di kamar berapa? Bukannya kamu sama temenmu yah? Nggak enak nih, gak kenal juga."

"...207. Aku di kamar sendirian, temenku 2 orang di kamar sebelah, terpaksa pisah kamar soalnya rugi kalau gak dipake, udah dipesenin 2 kamar sama si bos," jawabku ngeles.

"Oke deh, tunggu aja, tar pulang kerja aku kabarin lagi." katanya sambil menutup telepon.


3 jam yang penuh kebosanan dan capek berjalan-jalan di hotel dan kompleks Mall, akupun kembali ke kamarku. Saat berniat mengganggu kedua temanku di kamar sebelah, mereka langsung membuka pintu dan sedang akan keluar. Langsung saja aku tanyakan,

"Eh, pada mau kemana?" jawab Yuwono,

"Ini, aku mau ketemu sama sepupunya Indra, sekalian jalan-jalan, mau ikut?"

"Nggak deh, ngantuk, lagipula nanti temenku juga mau dateng," jawabku.

"Oh, yaudah, mungkin kami mau pulang tengah malam, aku nitip wearpack sama helm di kamarmu yah, barang paling mahal di kamar soalnya, hahahha...", katanya.

"Monyong, kamu nggak liat kamarku sempit gitu?"


"Halah, tapi kan masih enak bisa tidur sendiri, tuh kasur queen size juga. Sebetulnya kami mau aja tidur rame-rame di kamarmu nanti malem, cuman rasanya rugi aja kalau kamar nggak kepake. Lagipula kami tahu kalo kebiasaan tidurmu itu suram banget, jadi yah, besok pagi kami ada alasan buat gedor-gedor kamarmu," jawabnya dilanjut tertawa keras.

"Okeee lah. Jadi rencana pada mau balik jam berapa? Sepi nih..." tanyaku.

"Mungkin jam 11-an, takutnya diajak ngobrol kelamaan aja sama si Juan." timpal si Indra.

"Hmmfh, yaudah, takecare aja." usirku.

Kulihat jam dinding, dan jam itu menunjukkan pukul 6.25. Akhirnya kudengar suara bel dan saat kuintip dari lubang, ternyata itu Hendra. Kubuka pintu dan bersalaman dengannya sambil bercakap-cakap sebentar dan membicarakan pekerjaanku saat ini sebagai seorang pembalap dan juga pekerjaan dia sekarang.

Saat aku berniat membuatkan kopi, mendadak si Hendra bilang kalau dia akan membeli makanan sekalian, kebetulan aku juga belum makan sih, daripada pesan makanan hotel yang harganya cukup mencekik, kuiyakan aja tawarannya. Sebelum dia pergi, ia mengeluarkan beberapa DVD koleksinya, katanya sih itu yang terbaru, hasil download dirumahnya yang dia kopi ke dalam bentuk DVD. Karena aku malas lari-larian dari kasur ke pintu, lalu aku titipkan kunci kamar ke dia agar tidak repot.


Setelah Hendra pergi, entah kenapa mendadak aku ingin melakukan onani sambil menggunakan wearpack seperti biasanya. Melihat tubuh Hendra yang semakin membentuk dan besar dibandingkan beberapa tahun lalu, birahiku mendadak semakin tinggi saja. Lalu aku membuka tas besar milikku, dan sialnya aku salah membawa wearpack, yang kubawa malah wearpack yang sudah robek di bagian pantat karena jatuh beberapa minggu lalu. Mendadak aku teringat kalau ternyata Indra dan Yuwono juga meninggalkan wearpack mereka di dalam kamarku. Kututup ritsleting tasku dan kubuka tas milik Indra dan Yuwono. 'Wogh, punya si Yuwono baru toh, pantesan nggak berani ditinggal,' batinku dalam hati.

Lalu mendadak ide jahat muncul di benakku karena melihat wearpack A**S milik Yuwono yang memiliki 2 ritsleting. Kulihat di bagian selangkangan ada ritsleting kecil tambahan yang bisa dipake untuk pipis. Karena aku merasa akan lebih seru apabila menggunakan punyaku yang cuman 1 ritsleting dan harus dibuka dari atas ke bawah agar bisa mengeluarkan alat kelaminku, akhirnya aku memutuskan untuk menggunakan itu. Sempat aku lihat wearpack Ar***ns milik Indra, ternyata masih yang lama jadi aku kembalikan lagi ke tas karena sudah bosan melihatnya. Namun karena bekas bau keringat yang menempel sangat merangsang, akupun menciumi wearpack tersebut, dan memasukkannya kembali ke dalam tas supaya tidak ketahuan.


Karena kebetulan hotel ini menyediakan fasilitas DVD player di kamarnya, akupun memilih satu judul, bokep straight sih, tapi kurasa cowoknya lumayan merangsang. Setelah menyalakannya, aku mengambil baju dalam, sepatu dan sarung tangan dari dalam tas, juga dengan helmnya. Saat mencoba mengenakan wearpack milik Yuwono, aku merasa cukup kesusahan saat mengenakan bagian tangannya karena agak sempit. Akhirnya kuambil kaos kaki dan kukenakan di tanganku, untuk melancarkannya. Kulepas kaos kaki di tangan itu dan kukenakan sepatu boots balap AHRS yang biasa dipakai Yuwono, untunglah ukurannya pas dengan kakiku. Lalu kukenakan sarung tangan dan helm miliknya juga.

Ah, aku merasa sedang akan balapan di atas kasur. Bisa dibilang, aku memiliki fetish terhadap pakaian balap, terutama yang dari kulit, sebab baru mengenakannya saja, kemaluanku sudah terangsang begitu kuat. Kubuka ritsleting di bagian bawah, dan kukeluarkan kemaluanku yang bisa dibilang berukuran agak besar dibanding teman-temanku yang lain. Lalu aku mulai mengelus-elus kemaluanku tersebut dan membayangkan bahwa cewek yang sedang dientot oleh cowok perkasa di bokep tersebut adalah aku. Naik, turun, naik, turun. Hingga tanpa sadar sudah 20 menit berlalu, sampai akhirnya...

CEKLEK!

HAH, mampus aku, aku lupa si Hendra bawa kunci. Dengan panik aku mencoba bersikap tenang, dan awalnya saat melihatku yang berbuat agak amoral gitu, iapun agak kaget. Tapi kulihat ia mencoba bersikap santai seperti biasa waktu SMP dulu. Katanya,


"Rick, kebiasaanmu dari dulu gak berubah yah? Ngocok kok pake baju gituan."

"Ahaha, nggak apa-apa sih, cuman merasa lebih terangsang aja kalau pakai kayak ginian."

"Jadi inget waktu dulu kita sering kayak gitu, kamu inget nggak alat pijet getar punya bapakku itu? Dulu pas SMP asik bener, hauahahha. Yah aku ikutan nonton aja deh, dah nonton sih aslinya" katanya.

"Eh, itu aku beliin nasi goreng, kamu mau kan ya?" lanjutnya.

"Mau... taruh aja disana tar aku makan, belum puas nih."

"Lha, kamu puasnya diapain? Diemutin kayak dulu?" katanya.

JEDER

Mendadak teringat kejadian waktu kecil dulu, yang menyebabkanku berubah menjadi gay. Pelaku utamanya waktu itu Hendra. Yang aku ketahui, dia straight, waktu itu kami melakukan 'itu' hanya karena saat itu sedang bereksperimen dan kejadian itu terjadi begitu saja karena kami sama-sama horny, walau hanya saling mengoral dan menggesekkan kelamin menggunakan 'vibrator' yang diceritakan Hendra.


5 menit berlalu dan aku belum ejakulasi juga.

"Eh, kamu masih ada baju balap lagi nggak? Ada temenmu 2 orang di kamar sebelah kan? Pinjemin dong, sesekali mau coba pakai, katanya berat dan panas. Tenang aja, aku nggak bakal ikut-ikutan aneh-aneh kayak kamu kok" sambil melirik kelakuanku di kasur.

"Tuh, ada 2 tas besar di dekat pintu kan? Ambil aja yang warna hijau, itu punyaku." kataku sambil menunjuk ke arah pintu.

"...kalo gitu, yang kamu pake punya sapa?" katanya.

"Oh, ini punya si Indra, temenku." jawabku santai.

"Dititipin, terus dipake ngocok? Sarap!" jawabnya sambil ketawa. Lalu kulihat ia bergerak ke sana dan membuka tasku sambil mengeluarkan 2 wearpack yang ada. Setelah mengambil yang hijau, ia mulai membuka baju dan mencoba memakainya,

"Kok sempit amat? Kakiku gak masuk nih." katanya.


Akupun menoleh ke arahnya dan kulihat tubuhnya yang cukup atletis, mungkin karena dia bekerja di gudang barang, tapi entah kenapa saat kulihat bagian selangkangannya yang masih tertutup celana dalam, aku hanya bisa menelan air liur. 'Lumayan gede gila, belum ereksi itu.' kataku dalam hati.

Sambil tertawa kecil, aku bilang ke dia agar menggunakan baju dalaman wearpack supaya lebih licin, dan kaos kaki untuk mempermudah memasukkan kakinya. Iapun menuruti dan memakai wearpack tersebut mengikuti petunjukku. Setelah menggunakan sepatu dan sarung tangan milik Indra, ia mengenakan helm warna hitam-merah yang kuletakkan di meja. Sambil berdiri di depan kaca, ia pun mengagumi dirinya sendiri, walau ia agak kerepotan saat berdiri karena belum terbiasa.

"Ganteng juga aku pake ginian, Stoner aja kalah ganteng!" katanya bangga.

"HAH? Pede? Sok ganteng! Kamu jatuh dari motor aja nangis," kataku sambil memasukkan penisku ke dalam celana dan mendekatinya.

"Hey, gak takut! Jatuh doang mah gak sakit." jawabnya.

Aku dekati dia dan kupeluk dia dari belakang, lalu kubanting dia ke lantai. Dia tidak terima dan langsung membalasnya. Permainan 'smackdown' yang biasa kami lakukan saat SMP terulang kembali selama beberapa saat. Hanya saja kali ini kami tidak terlalu merasakan sakit karena pakaian yang kami gunakan.

Karena capek dan karena AC bersuhu 18" yang aku setel daritadi tidak dapat menghentikan derasnya keringatku, aku memutuskan untuk berhenti dan kembali ke kasur sembari mencoba melepaskan wearpack ini saking panasnya.


"Gak jadi ngocok pak?" katanya santai. Eh iya, aku hampir saja lupa akan niat yang sempat lupa.

"Kampret! Ini tititku masih butuh belaian nih!" balasku sambil membuka ritsleting bawah dan memamerkan kemaluanku yang sudah lemas ke arahnya.

"Wasuuuuuu, nggilani ah!" jawabnya dan kubalas dengan cengiran santai.

Lalu aku membuka koperku dan mengambil tenga deep throat yang sengaja kubawa dari Jogja untuk melampiaskan nafsuku yang menggebu-gebu karena aku cukup sering ingin onani mendadak, maklum, darah muda.

Aku mulai mencari-cari film yang tadi dipinjamkan oleh Hendra. Kuambil 1 judul dan menyetelnya kembali di DVD player milik kamar hotel ini. Setelah adegan foreplay yang bisa dibilang cukup cepat, sekitar 7 menitan, kurasakan penisku semakin mengeras. Hendra yang duduk di sebelahku pun kulihat sudah mulai mengelus-elus kemaluannya dari luar kulit tebal yang membungkus tubuhnya itu.


"Udah, onani aja sekalian, bareng-bareng kayak dulu, sama-sama laki juga..." kataku. Lalu ia hanya mengangguk dan aku bantu dia membuka ritsleting pakaian pelindung itu dari atas ke bawah, tak lupa baju dalamnya juga.

"Kontolmu dari dulu gak berubah juga yah, masih segitu-segitu aja ukurannya, cuman nambah dikit!" kataku santai sambil memandang kemaluannya yang mencuat keluar.

"Biarin, cuman lebih kecil dikit dari punyamu aja kok, gini-gini waktu SMA punyaku paling gede nih." katanya bangga.

"........tetep aja kalo dibanding ama punyaku, menang aku lah. Walau cuman beda dikit kayaknya" kataku sambil menyentil kemaluannya menggunakan jari.

"ANJING!" balasnya sambil memukul perutku. Kulihat dia merasa aneh saat onani menggunakan sarung tangan kulit itu, katanya sakit, susah ngatur tekanannya.


"Justru itu tantangannya, biar ada variasinya. Masa tangan mulu yang dipake ngocok." jawabku.

Lalu kuambil tenga yang tadi kutaruh di sebelah lampu meja, kubuka tutupnya dan mulai kumasukkan secara perlahan. Ah, alat untuk masturbasi produksi Jepang ini emang enak banget. Aku pernah mencoba menggunakan vagina buatan yang biasa dijual di toko esek-esek, tapi sensasi yang diberikan tidak senikmat yang diberikan alat ini. Kunaik-turunkan tenga ini hingga bergesekan secara intens di alat kelaminku berkali-kali sambil membayangkan bahwa Hendra yang sedang menggunakan baju balap di sebelahku ini sedang mempermainkan alat kelaminku.

"Eh, kayaknya asik banget pake gituan, enak gak sih?" katanya.

"Enak! Mau coba?" tanyaku.

"Boleh" jawabnya.

"Eh, tapi aku nggak ada yang baru, nanti kamu jijik lagi, itu kan bekasku." tanyaku.

"Ah, nggak apa-apalah, sesekali, hahahaha..."


"Ya sudah." Akhirnya kucopot tenga milikku, eh, baru saja dicopot, dia langsung nyelonong ambil aja. Dan kebetulan stiker yang berfungsi sebagai vakum di atasnya belum kucopot sehingga dia kesulitan memakainya.

"Ini gimana masukinnya? Susah amat." katanya.

"Ya kamu copot tuh stiker di atasnya, itu kan buat nahan udara." Setelah dia mencopotnya, dia mencoba memasukkannya lagi, tapi karena ukurannya yang cukup besar, dia agak kerepotan.

"Kok seret ya?"

"Tadi abis kupake, sekarang kamu pake jelas aja pelumasnya sudah pada lari ke kontolku dodol!" Akhirnya kuambil sisa pelumas dari dalam tasku, kumasukkan agak banyak ke dalam tenga tersebut dan memberikan padanya.

"Nih, pake lagi", kataku. Kulihat si Indra berhasil memasukkannya dengan sukses dan menggerakkannya naik turun.

"Oh, gila, enak banget nih... Ternyata kayak gini toh rasanya disepong sama cewek..."

"Eh, kamu belum pernah disepong sama cewek toh? Hahahahah, kasian amaaat!"

"Somprel! Kayak kamu pernah aja!" jawabnya.


"Pernah kooook, tapi bohong!!", jawabku. (Yah, sudah pernah sih, tapi sesama pria *kabur*).

Aku masih santai beronani sambil menonton film tadi, dan kulihat dia sudah mulai capek. Mendadak muncul pikiran jahat di kepalaku,

"Biar seru, pakenya gantian yuk, tapi jangan sampe dikeluarin di dalam ya, jijik tau." Nah, entah mengapa respon Indra sangat mengagetkanku,

"boleh aja nih, tapi tar kamu kocokin aku pake itu ya..."

"ih, gila, emang kamu mau dipegang sama aku?"

"Yah, asal enak aja!"

"Hrrr... Yasudah, tapi kamu tar juga kocokin aku ya, gak enak banget nih ngocok pake tangan doank."


Akhirnya dia melepas tenga-nya, dan memasukannya ke batang kejantananku secara mendadak, ouch! Karena kaget kuambil bantal disebelahku dan kulempar ke kepala dia,

"sakit nyong!"

"Iyaa.. iyaa.. maaf deeh." Lalu kembali kukocok kejantananku, dan entah kenapa dipikiranku terasa senang, karena secara tak langsung aku bisa merasakan bekas gesekan kontol dan precum-nya di dalam tenga ini. Lalu dia berkata,

"jadi dikocokin ndak?"

"Jadi donk lah!" jawabku. Akhinya tanganku bebas juga, dan kurasa dia cukup pintar untuk mempermainkan batang kejantananku walau cuman naik turun menggunakan alat. Karena capek, 3 menit, dia melepasnya dan mau duduk dulu, kemudian kulepaskan itu dan kumasukkan ke batang kejantanannya waktu dia sedang fokus terhadap TV, hingga dia kaget, "RASAIN! WAKAKAKAKKAA.." dan bantal yang tadi kulempar ke dia, kembali ke mukaku.


Dia memegangi perutnya yang sakit karena aku memasukkannya terlalu dalam! Kutunggu sebentar, lalu aku naik turunkan tenga itu di kelaminnya menggunakan tangan kananku sambil mengocok kelaminku menggunakan tangan kiri. Gila! Aku beneran nggak nyangka melihat reaksi mukanya waktu itu. Dia merem-melek, sambil mendesah, dan tangannya dibiarkan saja di atas kasur.

"Ohh.. aah.., enak Ric, serius... Gini toh rasanya dikocokin sama cewek, ah, enak, ah..." katanya sambil mendesah. Lalu kujawab saja,

"Lah memang kamu belum pernah melakukan kayak ginian sama cewek?" (kayak aku pernah aja sih :p).

"Belum Rick, terakhir ya waktu itu kita emut-emutan, yakin deh. Tiap kali pengin deketin cewek untuk diajak gini, pasti ada aja gagalnya, reputasi sebagai bokeper di sekolah hanya julukan karena koleksi Rick... Hooh..." jawabnya.

"Kamu mau yang lebih enak nggak? Kalo Tenga yang ini sih cuman pengganti mulut aja sebetulnya." kataku santai.

"Ah, eemmm... Apaan, emangnya? Ada lagi kayak ginian?" tanyanya. Perlahan kucabut tali helm yang kukenakan, lalu kunaikkan sedikit. Mendadak kucabut itu Tenga dan kumasukkan mulutku ke dalam kelaminnya itu.


Beberapa detik setelah aku memasukkan mulutku ke dalam alat kejantanannya, mendadak nafasnya langsung naik turun dan ia menyemburkan spermanya.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaah... Rick, gilaaaaaaaaa kamuuu...." lengahnya.

"Rasanya jauh lebih hangat dan enak daripada alatmu itu, oooooooooooooh..." kutelan semua sperma di mulutnya itu tanpa berpikir untuk mengeluarkannya lagi. Dengan nafas tersenggal-senggal dia berkata,

"Gilaa, hosh, hosh... gak jijik kamu?"

"Bukannya kita dulu pernah kayak gini juga ya?" jawabku santai. Yak, sesuai dengan rencana awalku, aku sukses mengendalikan dia untuk awal permainan yang jauh lebih panas.


Aku mulai memeluknya dan melepaskan helm yang ia kenakan bersamaan dengan milikku. Kucium bibirnya dan awalnya ia menolak, namun terus kuserang bibirnya sambil memaksa memasukkan lidahku. Tidak lama kemudian, ia pun mulai beraksi dan malah menyerang lidahku lebih hebat daripadaku. Sambil terus menciumnya, aku meraba bagian dalam tubuh yang dibungkus kulit sapi itu dan memijit-mijit putingnya. “Hmmm, errhhhmmm…” begitu desahnya. Tanganku terus turun dan kuraba penis yang sudah mulai mengeras itu.

Kukocok perlahan kejantanannya, dan dengan segera aku langsung melepaskan bibirku dari bibirnya, menuju batang yang satu itu. Sambil mendesah, ia sangat kelihatan menikmatinya kembali dan berniat mencopot wearpack yang ia gunakan. Namun kularang dia karena itu justru hanya akan membuat nafsuku semakin turun. Akupun bergerak semakin liar, dan tanpa sadar aku berkata, “Hen, gantian dong…”


Ia meraba penisku dan mengocoknya, dan aku kembali berkata, “masukin mulutmu dong Hen.” Secara langsung iapun memasukkan kejantananku ke mulutnya. Sungguh tak disangka sekali kagetnya saat itu, dan akupun kembali terus melengus. Kami pun akhirnya melakukan posisi 69, walau agak susah karena balutan kulit ini, tapi dipaksa sedikit ternyata bisa dilakukan.

Beberapa menit kemudian, aku rasa bahwa aku akan mengeluarkan cairan kejantanan yang kumiliki, namun kutahan dan akhirnya kuminta Hendra untuk dalam posisi duduk. Kuangkat kedua kakinya ke atas pundakku, dan kulihat bahwa bagian pantatnya yang terbuka sedikit sangat merangsangku. Kujongkok didepannya dan kugerakkan jari-jariku ke bagian pantatnya yang terbungkus baju dalam halus itu.


Tidak lama, kulepaskan tanganku dan kumainkan lidahku di sana. “Hmm, bau kejantanan yang sangat kuat,” pikirku. Akhirnya karena tak sabar, kurobek baju dalam dia sedikit dan kumainkan lidahku kelobangnya. Kutatap mata Hendra yang seolah berkata, “masukkan kemaluanmu…” dan kumasukkan satu jariku ke lubangnya yang masih perawan tersebut. Satu, dua, tiga jari masuk.

Masih dalam posisi yang sama, kuambil lagi tenga yang tadi kupakai dan kumasukkan penisku ke dalam sana beberapa kali. Setelah cukup terlumuri oleh cairan pelumas, kutancapkan penisku. Awalnya hanya bagian kepala dan Hendra pun nyaris menjerit kesakitan. Namun karena ia berkata, “sudah, teruskan saja.” Akhirnya setelah berkali-kali mencoba memasukkannya, kejantananku pun masuk seluruhnya ke dalam lubang anus tersebut.


Berkali-kali kugenjot, dan kurasakan bahwa penisku mendapatkan rangsangan yang luar biasa. Hendra yang awalnya berteriak kecil pun mulai melenguh menikmatinya. Entah sudah beberapa puluh menit aku menggenjotnya, hingga akhirnya kurasakan bahwa penisku akan segera mengeluarkan cairan kejantanan, aku pun mempercepat sodokanku. Hendra yang sedari tadi terus mengocok penisnya menggunakan tenga tersebut akhirnya akan muncrat. Segera kupercepat sodokanku berkali-kali, dan Hendra pun akhirnya ejakulasi setelah melepaskan tenga tersebut. Karena lubang pantatnya mendadak terasa kencang dan sempit, akhirnya kumuntahkan semua cairan kejantananku di dalam anusnya.

Malamnya, kami pergi berdua ke alun-alun Tasikmalaya menggunakan motor milik Hendra. Masih teringat permainan panas beberapa puluh menit lalu, aku meraba-raba kemaluannya di balik celana jins ketatnya itu. Tapi dia berkata,

"Rick, aku laper, kita cari makan aja dulu." Akupun mnganggukkan kepalaku sambil tetap memeluknya, persetan sama kata orang-orang di perempatan, toh juga kami pakai helm fullface.


Kami menemukan penjual martabak dan memesannya. Di akhir, si Hendra menawarkanku sepotong martabak untuk dimakan berdua dan kamipun berciuman.

Saat mengantarkanku kembali ke hotel, Hendra membisikiku, "aku kangen permainan yang tadi," sambil menutup pintu kamar. Akhirnya kami pun melanjutkan permainan panas kami, diakhiri dengan pamitnya Hendra pada pukul 2 pagi.

Pagi harinya, kamarku digedor-gedor dan ditelpon oleh Indra. Aku yang saat itu melihat HP, langsung shock karena bangun kesiangan.



-----] #berpedang [-----

Uploaded Contact: -
Source: boyzforum.com

Kalo udah dibaca, komentarin lah.  Boleh juga bagi-bagi info/pengalaman kamu di sini, biar blognya rame n rajin di-update.


Kritik dan saran bisa dikirim lewat



-----] Thank’s for reading [-----


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar