Title: Cowok Rasa Apel (1)
Author: tommylovezacky
Submitted: 7 Desember 2011
Disclaimer: Cerita dari Teman
Rate: M
Length: Chaptered
WARNING!
Typo.
menXmen.
Gambar bukan milik saya, hanya untuk membantu imajinasi pembaca dan diambil dari website.
Segala bentuk efek samping yang ditimbulkan cerita ini adalah tanggung jawab pembaca!
Cerita ini ditulis oleh seorang penulis dengan nama noel solitude, terima kasih karena telah memberi ijin cerita ini dimuat di blog ini. *tommylovezacky’s blog
-------] @bluexavier69 [-------
... .. The Wall .. ...
“Capek juga jadi pengurus OSIS. Udah mau liburan malah banyak rapat. Makan aja sampai lupa. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Sekarang capek dulu, yang penting liburan nanti pikniknya menyenangkan! We’ll be going to Bali!”
Kubaca tulisan di status FB-nya Erik. Baru aja nulisnya, delapan menit yang lalu.
Namanya juga pengurus OSIS, mana ada yang nggak sibuk? Atau minimal sok sibuk lah. Yah, aku yakin pasti ada yang jadi pengurus OSIS cuma buat ajang eksis, biar bisa sok keren nampang dan mondar-mandir keluar kelas di jam pelajaran dengan alasan tugas OSIS. Malah kayaknya sih kebanyakan pengurus OSIS memang anak-anak narsis macam itu, paling nggak di sekolahku itulah yang sering aku lihat. Tapi kalau Erik… aku masih percaya dia jadi pengurus OSIS bukan buat cari sensasi. Dia nggak perlu sok keren karena dia memang udah… KEREEENNN!!!
Di sekolahku, murid cowok kelas satu yang ditaksir bejibun cewek dari sesama kelas satu sampai senior-senior kelas dua dan kelas tiga, siapa lagi kalau bukan Erik! Pengurus OSIS berwajah tampan tanpa jerawat, berbody atletis dan serba berbakat dari basket, main musik sampai nyanyi! Bahkan namanya juga populer sampai ke sekolah lain. FYI, he’s an Idol!
“Kalo nggak sempat makan nasi makan pisang aja buat stok tenaga. Vitamin plus karbohidratnya kan lumayan. Good luck deh!”
Seperti yang biasa kulakukan, dengan semangat kukirim komentarku buat Erik. Biar dia tetap semangat! Keep the spirit!!!
Baru beberapa menit lewat, sudah ada dua komentar yang mengekor di bawah komentarku. Komentar yang berbunyi…
Rico Seratuspersen Cute :
“Ciee… Dimas perhatian banget nih sama Erik…”
Joni Selalu Bahagia :
“Dimas, ingat kamu tuh cowok, Erik juga cowok! Hiii…”
What a f… AARRRGGHHH!!!
Reseh banget dua orang norak ber-nickname superkatro itu?!! Nggak bisa mikir positip! Aku cuma nyemangatin Erik aja juga!
Kuketik balasanku dengan emosi:
“Woi! Aku kan cuma ngasih masukan ke Erik aja!”
Rico Seratuspersen Cute :
“Masukan? Ngelunjak banget sih? Cuma ngasih saran gitu aja balasannya pingin ‘masukin’?! Hehehe…”
Tuhan… Dosa apa aku hari ini sampai harus menghadapi komentator busuk macam ini?!! Hatiku rasanya seperti kemasukan ulat bulu. Gatal dan panas, naik pitam!
“Ya udah, aku maklum aja kalo pikiranmu tujuannya ke selangkangan. Otakmu kan memang di situ!” ketikku.
Kutekan tombol ‘enter’…
Tapi… loading-nya kok lama…?
Kutekan tombol ‘refresh’.
Hahhh… ? Kok tulisan statusnya Erik tadi udah nggak ada di wall-nya?
Dihapus???
Aku lihat di daftar chat, si Erik masih online…
“Rik, statusmu yang tadi kamu hapus ya?” aku langsung menyapa Erik di halaman chat.
“Aku hapus,” jawab Erik nggak lama kemudian.
Aduhh… Ternyata benar dia hapus! Jadi nggak enak nih sama Erik…
“Oo… Sorry ya, kalo bikin yang lain jadi reseh…” balasku, dengan rasa menyesal.
“Nevermind…” Erik ganti membalas.
Hyuhhh… Untunglah Erik nggak marah. Tapi aku tetap ngerasa nggak enak sama dia. Perkara kecil yang menyebalkan! Gara-gara dua mahluk berkomentar busuk itu!
“Oke deh. Istirahat aja kalo memang kecapean. Goodnight…” akhirnya kuketik pesan penutupku untuknya.
Tapi… pesanku lagi-lagi nggak terkirim. Ternyata Erik langsung off lebih dulu, jadi pesan yang kuketik itu nggak bisa terkirim. Satu lagi perhatian yang gagal…!
Hffhhhh…
Aku tahu biarpun Erik bisa bilang ‘nevermind’, biarpun nggak marah tapi pastinya dia ngerasa jengkel gara-gara perkara tadi. Euughhh… Aku juga ngapain sih tadi, harus meladeni para komentator nggak penting itu? Beginilah jadinya sekarang! Lagi-lagi aku salah…!
Huhhh…! Aku memang selalu serba salah!
Sebenarnya masalah di Facebook kayak gini bukan cuma sekali ini terjadi. Beberapa hari kemarin juga terjadi hal yang sama. Komentarku yang sebenarnya cuma satu kalimat berbunyi kurang lebih, “Semangat ya Rik, semoga lulus tesnya!”, akhirnya juga berakhir di tombol ‘delete’! Kalimat penyemangat dariku saat Erik harus ikut tes susulan karena habis sakit, itu dihapusnya juga gara-gara jadi sasaran komentar dari orang-orang nggak penting yang hobi nyampah!
Aku cuma ingin menyampaikan, bahwa harapanku semoga dia baik-baik saja… Tapi rupanya dinding yang kuhadapi lebih tebal dari yang kukira. Kenapa, rasa perhatian bisa jadi begitu salah…?
Dengan sedih dan dongkol yang bercampur aduk, aku keluar dari Facebook. Kututup pula browser-ku. Lalu… Shutdown! Kututup laptopku.
Kutinggalkan tempat dudukku dan segera menggelinding ke kasur. Kupeluk gulingku erat-erat. Huhhh…! Makan hati, makan pikiran, emosi ini bikin aku capek!
Aku mau tidur!
Esok, semoga semua akan jadi lebih baik…
... .. Aku dan Laptop - Dunia Nyata dan Dunia Maya .. ...
Namaku Dimas. Aku akan berumur tepat tujuh belas tahun di sebuah tanggal di bulan September nanti. Aku kelas satu SMA, dan sebentar lagi mau naik ke kelas dua. Aku tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah, kota yang cukup ramai tapi tetap nyaman. Solo, kota yang punya slogan: The Spirit Of Java!
Dalam banyak hal aku nggak jauh beda sama anak cowok lainnya yang seumuran. Aku punya enam hari buat berangkat ke sekolah tiap pagi, dan pulang di sore hari. Selain teman sekolah… seingatku aku nggak punya teman bergaul lainnya. Itupun aku jarang bermain dengan mereka di luar sekolah. Aku tergolong anak rumahan yang lebih banyak tinggal di rumah sehabis pulang sekolah. Aktivitasku di luar rumah selain sekolah, paling-paling cuma sekedar refreshing yang kunikmati sendiri. Entah itu jalan-jalan, sight-seeing ataupun nonton film.
Jadi… aku bukan anak gaul…? Ah, predikat seperti itu sih nggak penting buatku!
Di rumah, aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Sebutanku buat kedua orang tuaku memang nggak ada kesan Jawa-nya sama sekali. Aku nggak manggil mereka Bapak ataupun Ibu seperti lazimnya keluarga Jawa, tapi manggil dengan sebutan Papa dan Mama! Karena… yah mungkin karena kebiasaan dari kecil aja. Papa orang Jawa, asli dari Solo. Sedangkan Mama dulu tinggal di Jakarta, tapi aslinya campuran Sunda sama Manado. Mama lebih terbiasa pakai bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa ataupun Sunda, Papa akhirnya juga gitu. Tapi bukan berarti kami nggak bisa bahasa Jawa ya! Begitulah, yang biasa keluar dari mulut kami adalah bahasa yang campur aduk. Hehehe…
Keseharian Papa, dia sibuk kerja di kantor dari pagi hingga sore bahkan kadang sampai malam. Kalau bisa pulang lebih awal, biasanya juga pilih tinggal di rumah aja. Sedangkan Mama kerja di perusahaan asuransi, entah apa istilahnya, pokoknya sering berada di luar mencari nasabah. Buat membantu ngurusin kerjaan sehari-hari di rumah, kami punya pembantu, Bik Marni. Sudah setengah tua, tapi justru itulah, dia bukan tipe pembantu yang banyak tingkah. Sederhana, sabar, nggak norak, nggak suka ngider alias caper ke tetangga.
Lalu aku? Tetap dengan aktivitasku sendiri, berangkat ke sekolah tiap pagi lalu pulang ke rumah sore hari. Sesekali bantu bersih-bersih rumah, menyirami taman, menyapu halaman, atau keluar dengan motor sekedar refrehsing… Begitulah, nggak ada schedule yang istimewa dalam keseharianku. Keseharian yang biasa.
Apakah hidupku membosankan?
Memang, aku punya orang tua yang cukup sibuk. Tapi aku bisa memaklumi kesibukan mereka. Lagipula aku bukan anak cowok yang cuma bisa bengong sepanjang hari di rumah sepulang sekolah. Sebenarnya… aku punya satu hal spesifik yang selalu bisa kukerjakan… sendirian… di kamar.
Aktivitas dengan sebuah… LAPTOP!
Memang sih… laptopku bukan seri termahal di merk-nya. Tapi dia bisa berfungsi optimal, buatku itu udah cukup. Malah berkat Papa yang mau berbaik hati masang saluran internet di kamarku, itu lebih dari cukup! Dengan begitu, laptopku ibarat teman yang selalu siap kapan saja… selama nggak lowbatt. Dia bisa jadi apapun yang kubutuhkan! Ehhmm… oke, dia nggak bisa jadi hamburger kalau aku lapar, tapi… dia bisa jadi gedung bioskop saat aku lagi pingin nonton film. Dia bisa jadi musicbox yang asyik saat aku lagi pingin dengerin musik. Dia bisa jadi studio foto kalo aku lagi pingin narsis, ngedit foto sendiri dibikin lebih cakep… yang penting bukan gaya sok imut seperti anak-anak alay!
Dengan fasilitas internet, aku bisa main-main di Friendster, Facebook, Google, dan situs-situs asyik lainnya! Aku memang anak rumahan, tapi bukan berarti aku nggak tahu apa-apa soal gaya hidup dan bagaimana realita itu. Kehidupan yang sebenarnya, bahkan yang ada di luar sana yang nggak bisa kutemui secara langsung, aku bisa mengintipnya lewat sebuah jendela bernama INTERNET. Dengan itu aku nggak ngerasa ketinggalan jaman.
Jadi, apakah hidupku membosankan? Aku rasa selama ini aku bisa menikmatinya, jadi aku harus jawab apa? ‘Nggak’ kali ya…!
Back to internet. Kali ini bisa dikatakan sebuah… PENGAKUAN. Menurut anak cowok sepertiku, mungkin nggak usah heran juga kalau dunia maya itu selain buat cari pengetahuan soal perkembangan jaman, juga merupakan sebuah tempat buat… ehmm… ‘cuci mata’. Hehehe…
Ini abad 21! Seks diomongin di mana-mana termasuk oleh remaja-remaja usia belasan. Usia SMP atau bahkan SD! Nggak usah kaget lagi lah! Terlepas benar apa salah, itu realita kan? Tapi… juga harus digaris bawahi, bahwa nggak semua orang yang berani bicara soal seks itu pernah ngelakuin langsung apa yang mereka omongin. Hahaha… Jaman sekarang, siapa anak SMA yang masih nggak tahu soal ML? Pasti udah pada tahu! Tapi mungkin sebagian besar belum sampai ke bagian prakteknya. Cuma pintar di teori aja. Dan itu… termasuk aku. Hehehe… Terus terang aja, aku nggak malu mengakuinya karena ini Indonesia, bukan Amerika yang katanya sembilanpuluh persen anak SMA udah pernah melakukan ML!
Katanya, waktu jaman tahun 90-an dulu orang-orang udah bersyukur banget bisa lihat gambar p0rno stensilan. Sekarang, kalau mau, siapapun bisa nonton di layar dengan gambar yang bergerak! Entah gerak maju-mundur atau naik-turun, hehehe… Nggak perlu lagi selintutan malu-malu buat pinjam video p0rno jadul yang bentuknya mirip batu bata itu, tinggal download aja di internet! Selesai!
Gambar porno, foto porno, istilah porno: blowjob, handjob, dengan model yang tersenyum puas seolah mendapat ucapan: goodjob! Hahaha… Aku udah nggak asing! Twink? Oh yeah! Bear? No, please! BDSM? Jangan yang terlalu sadis! Bukkake? Kadang jijik, tapi kadang… lucu juga. Hahaha… Aku memang bukan anak rumahan yang polos. Pikiranku sama mesumnya dengan anak-anak cowok seumuranku yang sedang lancar hormonnya, yang kadang merasa berdosa tapi masih ogah ‘tobat’. Paling nggak, kalau aku sih masih sadar sama batas-batas kesopanan. Aku nggak ngelakuin hal privat di tempat umum! Aku masih cukup tahu moral buat nggak ngotorin meja warnet, apalagi meja di kelas! Yuckk…!
Begitulah. Biarpun aku anak rumahan, aku tetap seperti anak cowok pada umumnya. Punya rasa ingin tahu yang tinggi, sedikit berani coba-coba, akhirnya mendorongku jadi tahu banyak hal yang nggak diajarkan di sekolah. Dan tanpa perlu mempraktekkannya langsung! Aku adalah bagian dari generasi internet! Aku bisa mencari sendiri apa yang ingin aku tahu, di dunia maya! Dan sejauh ini, aku menikmatinya.
Soal jati diri… Baiklah, ada satu hal lagi yang harus kuakui. Oke, yang ini rada serius… rada sensitif juga. Di antara kesamaan umum dengan anak cowok lainnya, aku memiliki satu hal yang mungkin bisa dikatakan… sangat beda dari kebanyakan orang. Mungkin sejak awal kali aku masuk SMP, aku sudah menunjukkan tanda-tanda itu saat aku cenderung lebih suka mengamati orang-orang tertentu. Dan aku makin menyadarinya sejak aku intens berhubungan dengan dunia maya. Berawal dari coba-coba melihat foto seronok, lalu menonton videonya, lama-lama… kondisiku ini makin terasa jelas. Di saat terjadi adegan ML antara cowok sama cewek, mataku selalu cenderung untuk fokus melihat si… COWOK.
Apa aku baik-baik saja? Aku harus bilang bahwa aku… SANGAT RESAH! Aku ngerasa cacat, sakit, salah… dan sebagainya. Awalnya. Tapi seiring keakrabanku dengan dunia maya, aku belajar banyak hal yang mengimbangi kebingunganku itu. Dan… pelan-pelan aku pun mulai belajar menerima keadaan ini. Aku mulai berhenti menyangkal diri, bahwa aku ini… memang suka cowok.
Aku memang belum pernah pacaran sama cowok. Tapi dengan apa yang kurasakan dalam diriku, aku bisa bilang pada diriku sendiri kalau aku adalah… GAY. Logika yang aku pakai: kalau kamu cowok, kamu juga nggak perlu harus pacaran sama cewek dulu buat bisa bilang bahwa kamu STRAIGHT. Karena buat mengakui diri sendiri, dasarnya adalah apa yang kita rasakan dalam hati kita. Iya kan? Selama kita jujur pada diri sendiri, maka kita akan menemukan jati diri. Begitulah yang aku percayai.
Aku bergabung di forum-forum termasuk forum gay di internet. Itu adalah sebuah pengalaman sosial di dunia maya: melihat realita berdasarkan pengalaman orang lain, merenungkan penjelasan-penjelasan ilmiah yang menurutku masuk akal, akhirnya aku menerima satu kesimpulan bahwa: aku nggak ‘SAKIT’! Gay bukan penyakit. Gay adalah sebuah karakteristik, bukan untuk ‘disembuhkan’ atau ‘ditularkan’. Aku nggak menganggap dunia maya yang membuatku jadi gay. Dunia maya cuma menjelaskan, seperti apa sebenarnya diriku.
Aku tahu orang sepertiku masih sulit diterima oleh sebagian besar orang lainnya! Jadi… biarpun aku bisa menerima diriku sendiri, bukan berarti aku akan bilang ke semua orang kalau aku gay. Aku nggak senaif itu! Bahkan di keluarga ini, aku juga masih merahasiakannya. Entah, apa kelak aku akan bilang ke orang tuaku… Ahhh… Aku nggak mau memikirkan itu dulu! Masa muda cuma sekali, aku nggak mau menghabiskannya dengan jadi anak stress!
Nikmati hidup sebagai diri sendiri! Yaahhh, inilah diriku.
Sebuah pendapat berkata: Everybody is unique! Aku masih merasa normal meskipun aku ‘berbeda’. Aku masih realistis meski dunia maya memberiku banyak hal. Salah satu buktinya… adalah…
Aku suka dengan seseorang.
Dia bukan model p0rno yang aku lihat di internet. Bukan juga kenalan dari forum dunia maya. Dia seorang cowok tampan yang satu sekolah denganku! Seorang cowok yang… emmmhh… sebenarnya anak yang baik meski kadang agak sensitif. Cowok yang pernah beberapa kali men-delete komentarku dari halaman FB-nya. Cowok yang jadi idola dan disukai cewek-cewek di sekolahku, dan mungkin cuma aku satu-satunya cowok yang menyukainya…
Erik.
Dialah orangnya. Tentang dia, aku hampir mengingat semuanya. Aku nggak mungkin lupa karena aku selalu menulis tentang dia, di sebuah tempat di dalam laptopku. Di sebuah diary. Sekarang, aku jadi ingin membukanya lagi…
... .. Diary .. ...
“Namanya Erik. Aku lihat dia pertama kali waktu upacara penerimaan siswa baru di SMA-ku. Ya, beberapa hari yang lalu. Pandangan pertama, aku langsung suka dengannya. Hatiku rasanya seperti digerakkan oleh penampilannya yang PERFECT! Aku nggak peduli pendapat orang lain, yang pasti menurutku dia sempurna!
Badannya memang nggak kekar, tapi cukup sporty. Lagian aku kan juga bukan penggemar Ade Rai yang lengannya lebih besar dari leher orang sakit gondok! Badannya langsing tapi berisi. Jadi kalo aku ingin memeluknya, kedua tanganku pasti akan cukup buat melingkari tubuhnya. Misalnya dia yang memelukku, aku juga nggak akan sesak nafas dibuatnya, meski mungkin akhirnya aku tetap pingsan dan langsung mimpi indah. Hehehe…
Wajahnya agak tirus. Berkulit putih. Hidung nggak mancung tapi juga nggak pesek. Matanya jernih dan punya sorot yang cerah, berpadu sama alisnya yang hitam dan ramping. Dia cakep tapi sangat jauh dari kesan metroseksual! Dia cakep natural, bukan menor! Kayaknya ada darah Oriental, tapi wajahnya yang tirus itu membuat kesan kalau kayaknya juga ada campuran Latin. Pertama kali aku lihat dia waktu upacara itu dia kelihatan berkeringat karena kepanasan, dan di bawah sinar matahari seolah tubuhnya jadi berkilat-kilat seperti malaikat. Auranya benar-benar… aku sampai nggak bisa menggambarkannya! Pokoknya untuk kriteria fisik, aku yakin Erik bisa bikin harga yang tinggi di bank sperma! Buset banget pokoknya!!!
Ada ciri-ciri lain yang unik darinya. Rambutnya selalu disisir spike. Pastinya dia nggak naik motor, soalnya nggak mungkin rambutnya bisa seperti itu kalo dia selalu pakai helm! Mungkin dia naik mobil atau jalan kaki. Tapi ngeliat kulitnya yang putih bersih, kayaknya nggak mungkin kalo dia sering jalan kaki di bawah panasnya matahari. Pasti naik mobil! Entah mobil pribadi atau angkot. Tapi aku pernah berpapasan jalan dengannya, dan… My God… Baunya wangi dan seger! Kayaknya rada mustahil kalo dia bisa naik angkot tiap hari tanpa membikin badannya jadi kucel dan bau asem! Kalo aku bisa dapat bajunya itu pasti akan aku simpan di lemari tanpa perlu mencucinya lagi! Jadi, dia naik mobil pribadi mungkin ya? Dianterin Papanya apa Mamanya ya? Ahh… Sebenarnya nggak penting juga sih. Aku cuma… lama-lama makin penasaran aja…
Memang gini kali ya, kalo lagi suka sama seseorang? Selalu ngebayangin dia. Selalu ingin tahu soal dia. Andai saja aku sekelas dengannya, pasti aku bisa dengan mudah kenalan sama dia! Kami nggak sekelas, itu yang bikin aku kecewa!
Tapi… Ah, cuma beda kelas. Nggak perlu terlalu kecewa! Pasti ada jalan buat bisa kenal sama dia. Anggap aja ini tantangan… Optimis aja!
Pokoknya… Erik adalah cowok yang sudah bikin aku… JATUH CINTA!!!”
Kubaca isi salah satu lembar diary digitalku. Salah satu lembar favorit yang sering kubaca sampai berkali-kali. Dan itu selalu bikin aku jadi senyum-senyum sendiri. Hehehe… Biarpun singkat, ungkapan pertamaku tentang Erik itu memang sangat berkesan. Yah, namanya juga ‘first impression’! Apalagi, aku nulis diary ini memang karena dia! Aku ingin mengungkapkan apa saja yang aku rasakan tentang dia!
Aku buka-buka lagi halaman diaryku. Ada bagian lain lagi yang aku suka. Ini dia…
“Wowww…!!! Ternyata Erik jago nyanyi! Tadi ada audisi buat personel band sekolah. Ternyata Erik mendaftar jadi calon vokalis! Dan aku lihat sendiri audisinya tadi. Suaranya bagus!!! Ahhhh… Moga-moga dia lolos!!!
Kayaknya ini kesempatan buat aku juga! Andai aku ikut audisi dan bisa lolos seleksi, terus direkrut jadi anggota band, aku kan bisa kenalan sama dia, jadi lebih dekat sama dia! Mumpung audisi buat gitaris belum ditutup, kayaknya aku harus ikut daftar!
Ya Tuhan… Semoga kami berdua lolos! Kami bisa satu band! Aku bisa dekat sama dia!!! Inilah saatnya membuktikan niatku kalo aku SUKA SAMA DIA…!!!”
Hehehe… Berkesan juga ngebayangin saat-saat itu lagi. Berusaha itu memang hal yang menyenangkan. Selain dapat pengalaman, juga ninggalin kesan yang bikin hidup kita jadi lebih punya makna.
Dan rupanya nggak kelewatan juga kalau aku memuji Erik sampai segitunya. Soalnya terbukti kalau dia nggak cuma cowok yang menang tampang aja, tapi dia juga punya bakat! Suaranya bagus dan terdengar alami, vibratonya merdu nggak kayak artis-artis sinetron yang maksa jadi penyanyi itu! Dan pada akhirnya juga nggak cuma aku aja yang menilai. Orang lain juga, terutama cewek-cewek, dengan cepat Erik langsung jadi idola mereka! Penilaianku nggak salah! Tampan, berbadan bagus dan bersuara merdu, harga spermanya makin mahal! Hahahaha…
Aku buka lagi halaman diary-ku. Halaman dari hari berikutnya…
“Saingan Erik banyak. Tapi dia lolos! Dia resmi direkrut jadi vokalis band sekolah. Dia kelihatan seneng banget. Aku juga seneng lah!
Berarti aku nggak boleh gagal! Soalnya Erik udah jelas-jelas terpilih jadi vokalis, kalo aku juga lolos seleksi artinya aku bakal satu band dengannya!!! Gila nggak?!!!
Besok giliran audisi gitaris, aku harus berhasil! Lagian sainganku cuma tiga orang. Si Erik aja yang saingannya delapan orang bisa lolos. Kalo aku nggak lolos, selain nggak bisa dekat sama Erik pastinya juga bakal malu sama dia…!
Aku harus bisa!!!”
Lalu… Di halaman hari berikutnya…
“Aku lolos!!! Aku satu band dengan Erik!!! Terima kasih Tuhan yang baikkkkkk…!!!”
Hahaha… Waktu itu aku sampai guling-guling di kamar setelah pulang audisi, saking senangnya! Bukan band-nya yang bikin aku senang. Tapi karena akhirnya aku dapat kesempatan buat kenal sama Erik. Cowok cute yang badannya bagus itu, yang baunya wangi itu! Hahaha…
Aku juga masih ingat, gimana senangnya waktu aku bisa ngobrol dengannya sehabis latihan pertama. Momen-momen yang menyenangkan itu juga kutulis di diary…
“Hari ini aku ngobrol sama Erik. Anaknya ramah dan ternyata humoris juga. Benar-benar cool! Aku senang sekali. Bahagiaaaaa banget rasanya…! Lebay nggak sih?
Sekarang aku makin tahu tentang dia. Ayahnya dosen di UNS, ibunya pegawai di Pemda. Punya kakak dua orang cewek, dan satu adik cowok yang masih kecil. Zodiac-nya Cancer, ukuran sepatunya 41, ukuran bajunya M. Ukuran CD-nya berapa yaa…? Haiyah, ngeres…! Hehehe… Nggak lah, masa aku mau tanya sampai segitunya sih…?! Biarpun sebenarnya…, pingin tahu juga… Hahaha…
Yang pasti hari ini sangat menyenangkan. Biar latihannya bikin lelah, tapi nggak mungkin aku nggak semangat! Pasti aku akan terus semangat!!! Karena sekarang aku bisa bersama dia…! Kami sudah saling kenal!!!
Thank God! Semoga semuanya akan makin menyenangkan!”
Hahaha… Sejak itu, aku selalu semangat. Sampai sekarang pun aku tetap semangat. Ya. Meskipun… sekarang aku udah nggak gabung di band itu lagi…
“Rasanya berat buat nerima kenyataan kayak gini. Berita yang sangat buruk buatku. Aku dikeluarkan dari band…!
Belum ada sebulan band dibentuk, belum ada sebulan aku gabung. Tapi mereka udah main pecat! Katanya aku nggak bisa main gitar listrik. Ya memang biasanya aku cuma main gitar akustik. Aku akui aku belum begitu pintar nge-set sound-nya, tapi aku mau belajar dan menurutku aku punya progres kok! Lagian secara teknis main gitar itu chord sama picking-nya kan sama aja! Nge-set sound kan aku juga terus belajar sambil jalan. Setelah repot-repot audisi dan mutusin aku lolos seleksi, gampang banget mereka bilang: Dimas, kamu nggak cocok main di band ini! Lalu mereka bilang kalo mereka juga udah dapat penggantiku.
Damn!!!
Sebenarnya aku udah curiga dari kemarin. Waktu aku mau masuk ke ruang studio, aku sempat dengar dari luar. Mereka yang di dalam lagi ngomongin kalo ada anak lain yang mainnya lebih bagus dari aku. Ah, ember!!! Ini namanya nggak fair! Kalo boleh asal comot player kenapa dulu pake audisi segala? Bullshit! Lagian kalo gitaris baru itu niat buat ngeband, kenapa dulu nggak ikut audisi? Kecewa!
Dan aku tambah kecewa lagi, karena Erik cuma diam aja. Dia nurut-nurut aja sama perekrutan gitaris baru yang nggak adil itu. Dan dia nggak bilang apa-apa waktu aku resmi dipecat. Aku dibiarin keluar studio gitu aja setelah permintaan maaf basa-basi dari mereka. Aku juga nggak minta harus ada drama pura-pura ada yang mencegah aku pergi atau gimana, tapi… Huhhh… Harusnya mereka nggak ngelakuin seenak jidat mereka!
Tapi okelah, aku terima. Aku nggak bisa ngeband lagi sama Erik, nggak apa-apa… Kami udah saling kenal, biarpun hari ini ada satu hal buruk tapi itu bukan alasan bagiku buat musuhan sama dia. Aku memang kecewa, tapi aku bukan pendendam.
Apa aku masih suka dia? Ya, tentu saja aku masih suka dia…!”
Begitulah. Kecewa, tapi yaaahh… Itu nggak mengakhiri perasaanku ke Erik. Lagian akhirnya aku juga faham, Erik sendiri juga anggota baru di band itu jadi mungkin dia nggak bisa berbuat banyak buat membelaku. Aku bisa memakluminya. Dan lama-lama aku juga nyadar kalau alasanku gabung di band itu memang karena ingin dekat sama Erik, jadi… Mungkin memang layak kalau aku dianggap nggak punya dedikasi yang sungguh-sungguh buat band itu. Ya, aku akui saja.
Aku tetap bisa akrab sama Erik meski kami nggak sekelas dan udah nggak satu band lagi. Aku selalu ‘say hi’ tiap kali berpapasan dengannya, dan dia selalu membalas dengan baik-baik juga. Kadang kami juga ngobrol bareng kalau pas ketemu di kantin. Aku selalu ngecek FB-nya, kalau kayaknya dia lagi bete atau ada masalah, aku selalu kasih semangat. Yaaahhh…, meskipun kadang harus berakhir dengan tombol ‘delete’. Tapi itu artinya, paling nggak dia udah baca tulisanku. Dia mungkin menghapusnya karena orang lain yang usil, tapi pasti dia udah tahu kalau aku… peduli sama dia, dan aku selalu ingin dia baik-baik saja.
Aku memang nggak bisa berterus-terang. Mungkin… belum bisa. Ibarat timbangan, resiko terburuk masih jadi sisi yang lebih berat dibanding harapan-harapan yang indah di pikiranku. Aku cuma bisa ngasih sinyal ke dia. Aku nggak berharap orang lain ikut tahu apalagi buat menjadikannya olok-olokan, tapi sayangnya… Huhhh!!! Kenapa sih ada aja orang yang suka ikut campur urusan orang lain?! Aku tahu Erik jadi kesal sama aku gara-gara komentar-komentar miring itu.
Kalau gitu…, apa berarti Erik sendiri sebenarnya juga udah mulai menebak arti sinyalku? Mungkin… Tapi dia nggak ngasih jawaban apa-apa selain… kata ‘nevermind’…, lalu log out dari Facebook tanpa permisi. Seolah dia ingin menghindar dariku…
Hmmhhh… Ya sudah lah. Biar aja sekarang dia kesal. Kayaknya aku memang udah bikin posisinya jadi ribet. Dia berhak kesal. Dan aku berhak untuk tetap berharap. Dia belum jadi milik siapa-siapa, itulah kenapa aku belum menyerah…!
Memaksa Erik untuk menyukaiku? Nggak juga. Jadi boyfriend? Mungkin memang terlalu muluk. Tapi siapa tahu…? Segala kemungkinan kan masih terbuka…! Kita harus berusaha, kalau nggak ya nggak bakal tahu apa yang layak kita dapatkan! Mungkin aku memang harus lebih sabar lagi. Tapi yang pasti…
Belum saatnya untuk menyerah!
... .. Akhir Sebuah Semester .. ...
Pagi ini sekolah benar-benar ramai! Nggak cuma oleh anak-anak yang berseragam sekolah, tapi juga rombongan orang tua yang harus ngambil raport anak-anak mereka. Ya, hari ini adalah hari pengambilan raport. Emperan ruang kelas penuh dengan murid-murid yang sedang nungguin orang tua mereka selesai ngambil raport. Ada wajah yang tenang-tenang saja, tapi tentu saja sebagian besar berwajah tegang. Ini nggak cuma soal pengambilan raport, tapi juga pengumuman kenaikan kelas!
Kulihat Mama baru keluar dari ruang kelasku sambil memegang raportku. Wuiiii… Aku juga deg-degan nih!
“Gimana, Ma, raportku?” dengan harap-harap cemas aku langsung menanyai Mama. Wajah Mama rada angker… Aduhhh… Pertanda buruk…?!
“Nih, jeblok !” tukas Mama sambil menimpukkan raport ke pipiku.
“Aaa…?!!” aku langsung kaget ternganga. Langsung kubuka raportku, kulihat nilai-nilaiku. “Iya sih, Matematika sama Fisika jeblok… Tapi kan yang lain bagus!” seruku. Hoohhhh… Ternyata aku masih bisa lega… Karena intinya, “Yang penting naik kelas!” seruku girang. Horeee… Hahaha…
“Kelas dua dapat jatah kelas IPS tuh!” tukas Mama sambil jalan.
“Memang aku ngajuin sendiri buat masuk IPS kok! Lagian memangnya kenapa kalo aku masuk IPS? Jangan pukul rata kalo IPS pasti lebih jelek dari IPA dong, Ma!” sanggahku sambil ngikut jalan di samping Mama.
“Ihhh, kamu ini! Kan buktinya kamu sendiri, nilaimu ada yang jelek gitu!” Mama masih ngedumel.
“Tuh, jadi berbelit-belit kan Mama! Yang jelek kan nilaiku yang IPA sama Matematika, itu juga nggak sampai merah! Lagian nilai IPA-ku jelek ya biarin! Memang tujuannya bukan mau masuk IPA! Kenapa musti maksa masuk IPA kalo memang nggak mampu? Yang bagus itu masuk sesuai bidangnya, Ma! Aku lebih enjoy sama IPS!” balasku nggak mau kalah.
“Hiihhh, pasti gitu tuh, ngebales terus sama Mama! Ya udah, terserah kalo mau jadi anak IPS…” akhirnya Mama ngalah juga meski dengan muka cemberut. Ngajak debat sama aku sih! “Mama mau langsung pulang. Kamu masih mau di sini apa ikut pulang?” tanya Mama.
“Nanti aja lah. Masih pingin kumpul sama teman-teman. Besok kan udah pada libur lama, tiga minggu… Bakal jarang ketemu lagi…” gumamku.
“Ya udah. Tapi nggak usah sampe sore pulangnya…!” pesan Mama sambil nerusin langkahnya.
“Sippp…!” sahutku mantap. Aku melepas Mama pulang duluan.
Kumpul sama teman-teman? Ahh… biasa aja, nggak semangat-semangat amat. Itu kan cuma alasan basa-basi! Kalaupun mau libur tiga minggu kan nanti masih ada piknik bareng ke Bali! Terus nanti di kelas dua kan juga masih bisa lihat mereka lagi, meski mungkin beda kelas.
Kalau ada kesempatan yang susah aku lepas saat ini, bukan momen perpisahan sama teman-teman sekelas. Tapi tentu saja… saat harus berpisah dengan Erik! Selama liburan, aku kan bakal jarang ketemu sosoknya yang cakep dan keren itu! Apalagi dengar-dengar dia pilih masuk ke kelas IPA, jadi kandas semua harapanku buat bisa sekelas sama dia!
Kulihat Erik baru saja menerima raport dari ayahnya. Aku amati dari agak jauh, pelan-pelan, aku harus menunggu ayahnya pergi dulu biar lebih nyaman buat menghampiri dia. Ya, akhirnya ayahnya pergi juga, dan untungnya Erik nggak ikut. Ini dia! Kesempatan…!
Aku lewati berisiknya anak-anak lain yang pada nongkrong di emperan ruang kelas. Dengan santai kuhampiri Erik yang sedang duduk-duduk di teras depan kelasnya. Kayaknya aku memang lagi mujur, nggak ada anak lain yang duduk di dekat Erik. Jadi… aku harus segera ambil duduk di sebelahnya sebelum keduluan yang lain…!
“Hoi, dapet ranking nggak?” sapaku sambil duduk di sebelahnya.
“Ranking empat…” jawab Erik kalem.
“Wah, lumayan dong!” sahutku bersemangat.
Baru aja membuka obrolan dengan Erik, ehh… teman-temannya mulai berdatangan… Bukan teman kayaknya, lebih tepat disebut… penggemar-penggemarnya! Cewek-cewek pemujanya!
“Hei, Rik…! Raportmu gimana?” sapa si Kriting dengan suara melengking. Annoying!
“Ahh, kalau Erik udah pasti bagus lah…! Iya nggak sih? Hahaha…!!!” si Kerempeng menyahut sambil tertawa cempreng. Buset! Nggak kalah berisik suaranya!
“Aduhhh, liburan bisa ketemu kamu nggak ya…? Kan nanti aku kangeeeennn…!!!” yang satu ini malah pakai pegang-pegang lengannya Erik! Si Menor yang minta digampar sampai jontor! Aku yang udah duluan duduk di sini aja nggak pakai pegang-pegang! Kurang ajar!!!
“Pada ikut piknik kan? Nanti juga ketemu lah…” balas Erik dengan murah senyum.
Ahhhhh… Dasar…! Si Erik ini pakai senyum-senyum segala ke mereka! Giliran sama cewek-cewek aja ramah banget nih anak…! Tadi aja waktu aku yang menyapa, dia membalas nggak pakai senyum! Pilih kasih!
“Eh, geser dong duduknya! Cowok kok dekat-dekat sama cowok, toleransi dong sama yang cewek…!” si Kriting menggusur dudukku, diikuti teman-teman capernya yang langsung ikut berjubel menyingkirkan aku dari samping Erik.
Uuurrggghhh…!!! Udah berisik, datang belakangan, langsung minta tempat istimewa! Bawa-bawa toleransi lagi?! Bukannya biasanya cewek tuh bawa-bawa emansipasi?! Kalau memang ini jaman emasipasi harusnya cewek juga berani antri! Dasar cewek-cewek nggak konsekuen! Cari enaknya aja!
“Hayoo, Dimas mau dekat-dekat lagi nih sama Erik?” tiba-tiba ada yang lewat sambil menowel daguku.
Astaga…!!! Aku kaget! Anak yang menowel daguku itu ketawa-ketawa. Dia… Anjritt…!!! Dia itu anak yang di Facebook punya nickname supernorak, Joni Selalu Bahagia itu!
“Mampus sana!!!” umpatku emosi sambil melayangkan tendangan ke pantat anak norak itu.
Joni kabur sambil ngakak.
Dan…
Si Kriting, si Kerempeng dan si Menor melongo memandangiku dengan tatapan aneh. Sedangkan Erik kelihatan pingin nyembunyiin mukanya, seolah nggak mau tahu apa yang baru terjadi!
“Kenapa…?” tanyaku gugup, dan seratus persen yakin mukaku sudah jadi ungu menahan malu!
“Nggak papa…!” tiga cewek itu kompak jaim.
Damn!!!
Aku duduk lagi, mati kutu. Nggak cuma cewek-cewek reseh itu, tapi anak-anak lainnya yang lihat tingkahku juga kelihatan berbisik-bisik sambil tersenyum-senyum. Pasti pada ngomongin tingkahku tadi!!! Aaarrggghhhh…!!! Kok aku sial terus sih…?!! Memalukaaannnnn…!!!
Cewek-cewek itu segera nyerocos lagi dengan Erik. Erik masih enjoy menanggapi mereka. Cuma aku yang diam sendiri di tempat paling pinggir… paling jauh dari Erik! Cuma bisa mendengar obrolan mereka dengan rasa dongkol dan geregetan! Kalau hatiku ini punya muka, pasti sekarang sedang berlinang air mata! Hiks… Aku merasa disia-sia… Erik jahat…!
Bermenit-menit, entah tepatnya berapa menit, sungguh menyiksa batin duduk di sini dicuekin Erik, sedangkan dia malah asyik ngeladenin cewek-cewek norak itu! Syukurlah, akhirnya cewek-cewek nggak penting itu pergi juga setelah puas ngobrol dan cari perhatian di depan Erik.
Hufff… Sekarang tinggal aku sendiri lagi yang duduk di sebelah Erik. Berdua. Aku pingin mendekat, tapi aku telanjur malu dan canggung. Aku juga bingung mau ngomong apa…
Ngajak ngobrol apa ya…?
“Akhirnya pikniknya ke Bali ya, Rik?” akhirnya terucaplah kalimat basa-basi yang sangat basi ini. Ya ampun… Semua juga udah pada tahu kalau pikniknya ke Bali! Goblok!
“Kok masih nanya?! Kan udah diputuskan dari dulu!” jawaban Erik nggak bikin aku kaget. Dia juga jadi ketus. Nggak punya perasaan!
“Hehehe… Iya ya…” gumamku kikuk. “ Sorry ya, Rik… Kayaknya aku sering bikin kamu jadi bete…”
“Ahh, kamunya juga sih… terlalu gitu!”
“Ha…? Gitu gimana…?”
“Ya kayak kemarin di FB itu! Kamu tuh keseringan komen-komen kayak gitu…”
“Aku kan cuma… mau ngasih saran aja, Rik…?”
“Tapi kalo keseringan kesannya jadi aneh tahu…?! Kita sekelas enggak, sodara bukan, tetangga juga bukan. Komentarmu juga kesannya… berlebihan… Jelas aja anak-anak lain pada ngomentarin macem-macem!”
Aduhh… Erik beneran jadi kesal sama aku… Ngasih perhatian aja kok jadi serba salah kayak gini ya…?
“Yaaa, temen kan nggak perlu mikirin kelasnya ato rumahnya… Lagian kita kan pernah satu band juga…?” kilahku berusaha ngasih alasan.
“Tapi kamu tuh memang terlalu perhatian… Pasti ada alasannya kalo orang terlalu perhatian…?!” gumam Erik setengah berbisik.
Perhatian. Terlalu perhatian. Memang benar. Skak matt…! Erik menonjokku dengan tebakannya itu…! Benar, Rik, perhatian itu pasti ada sebab dan tujuannya… Jadi, kamu harusnya juga bisa menebak perasaanku sama kamu…!
“Memangnya nggak boleh ya kalo misalnya aku… perhatian sama kamu?”
Eiittsss… Astaga!!! Ngomong apa aku barusan…??? Kok tiba-tiba aku makin berani gini ngomongnya…? ‘Memangnya aku nggak boleh perhatian?’… kalimat apa itu tadi?!! O my God!!! Aku hampir bilang terus terang kalau aku suka dia…?!!
Erik langsung melirikku dengan mata tajam.
“Jangan yang enggak-enggak lah…!” tukasnya sambil buang muka.
‘Jangan yang enggak-enggak’…? Apa itu artinya dia menolakku…? Atau dia cuma nggak suka kalau aku terlalu terang-terangan? Apa artinya…?
Ya ampun… Aku makin bingung harus gimana, harus ngomong apa…?
Awalnya cuma ingin menyapanya, sekedar ngobrol santai di akhir semester ini. Tapi… lagi-lagi semua yang aku lakukan selalu jadi serba salah!
“Hai, Rik, ayo gih rapat pikniknya mau dimulai…!” tiba-tiba datang salah satu teman Erik, mengajaknya berangkat rapat.
“Sipp, on the way…!” Erik langsung menyahut dan cabut dari sampingku. Tanpa permisi.
Aku cuma bisa memandangi perginya Erik tanpa mengucap apa-apa. Dia bisa segitu akrabnya sama teman-temannya yang lain. Bisa enjoy, bahkan bisa jalan dengan tangan berangkulan di pundak. Itu memang hal biasa sih dalam pergaulan cowok. Tapi coba kalau aku yang meletakkan tanganku di pundaknya, apa dia nggak bakal cepat-cepat menepisnya? Tadi baru diajak ngobrol aja udah tanpa senyum sedikitpun, malah nada-nada ketus yang keluar!
Susahnya…
Mungkin… karena sesuatu yang ada di dalam diriku berbeda dengan anak-anak lainnya… Dan sepertinya Erik mulai menduganya, begitu juga dengan anak-anak yang lain. Membuat benturan-benturan terjadi dan bikin perasaan ini jadi tambah sulit buat kuungkapkan. Jadinya ya seperti ini, serba salah. Serba susah!
Ahhhh… Mungkin kami memang harus melewati situasi seperti ini. Merasakan, bergumul, bersitegang, lalu saat waktu lebih tenang… mungkin dia akan bersikap lebih baik padaku… Ahhh, semoga saja.
Tetap jalani saja, anggap semua ini proses. Sabar dan jangan menyerah!
Aku berdiri dari dudukku. Sudah nggak ada lagi hal menarik yang bisa kucari di tempat ini. Suasana lama-lama juga mulai berkurang ramainya, satu-satu per satu anak-anak lainnya udah pada pulang. Jadi… Saatnya aku juga menutup akhir semester ini dengan langkah tegas menuju ke tempat parkir, mengambil motorku lalu meluncur keluar dari gerbang sekolah…
Yup! Pulang, dan kembali lagi kemari di tahun ajaran baru tiga minggu lagi…!
Just go home.
-----] #berpedang [-----
Uploaded Contact: tommylovezacky@gmail.com
Kalo udah dibaca, komentarin lah. Boleh juga bagi-bagi info/pengalaman kamu di sini, biar blognya rame n rajin di-update.
Kritik dan saran bisa dikirim lewat
e-mail: kulipembangun@gmail.com
-----] Thank’s for reading [-----
0 komentar