"Ah jangan bohong. Kalau kamu memang tidurnya seperti itu, pasti kamu sudah jatuh dari sofa yang sempit itu. Atau... kamu tersinggung karena aku tidak sopan tiduran hanya dengan CD? Kalau begitu, biar aku pakai saja pakaianku agar ....."
Title:
A Versus Story 03: Pengalaman di SMP, Part 1
A Versus Story 04: Pengalaman di SMP, Part 2
A Versus Story 03: Pengalaman di SMP, Part 1
A Versus Story 04: Pengalaman di SMP, Part 2
Uploaded by: VERSUS
Submitted: 15 Agustus 2000, 2 November 2000
Disclaimer: Cerita milik penulis
Genre:
Rate:
Length: Shortstory
http://berpedang.blogspot.co.id/search/label/
WARNING!
Typo
menXmen
Gambar bukan milik saya, hanya untuk membantu imajinasi pembaca dan di ambil dari web.
Segala bentuk efek samping yang ditimbulkan cerita ini adalah tanggung jawab pembaca!
Hai... nama saya Versus, orang Jawa tapi keturunan Prancis. Saya akan menghadirkan secara berkala beberapa kisah nyata yang pernah saya alami sendiri. Judulnya selalu "A Versus Story" diikuti dengan judul artikelnya.
Hai... nama saya Versus, orang Jawa tapi keturunan Prancis. Saya akan menghadirkan secara berkala beberapa kisah nyata yang pernah saya alami sendiri. Judulnya selalu "A Versus Story" diikuti dengan judul artikelnya.
-----] @bluexavier69 [-----
KISAH:
Namaku Versus. Aku adalah seorang gay 100% alias sama sekali tidak bisa ereksi kalau sama wanita. Ketika aku masih TK, salah seorang sepupuku, yang umurnya jauh lebih tua dariku, pernah beberapa kali memerkosaku. Aku disuruh mengisap kontolnya. Kala itu aku masih seorang bocah polos yang belum mengerti apa-apa tentang seks. Aku belum cukup dewasa untuk bisa memilih dengan logika mana yang boleh dan mana yang tidak. Apalagi sepupuku mengancam agar jangan memberitahukan hal itu kepada siapa-siapa. Hal itu berlangsung selama beberapa tahun sampai suatu hari ayahku memergokinya, dan sepupuku langsung kabur entah kemana. Tapi nasi sudah menjadi bubur karena aku sudah terlanjur terbiasa mengisap kontol. Sejak peristiwa itu, aku cenderung mejadi seorang anak yang pendiam. Pergaulanku sangat kaku bahkan dengan teman-teman SD sekalipun. Pada masa SD pun aku harus harus mengalami lagi peristiwa seperti itu. Silahkan baca kisahku seri 01 dan 02 untuk mengetahui cerita selengkapnya.
Sebenarnya perlahan-lahan aku mulai melupakan semua yang pernah terjadi. Apalagi setelah itu ayahku mendidikku dengan sangat keras agar aku tidak menjadi seorang banci. Sudah menjadi kewajaran biogis bahwa pada akhirnya seseorang harus memasuki masa pubertas. Ketika aku memasuki tahun terakhir di SMP, aku telah berubah menjadi seorang remaja. Jambut dan kumis tipisku sudah tumbuh, suara sudah mulai berubah seiring dengan membesarnya jakun di leherku.
Seperti umumnya remaja sebaya, aku mulai berorientasi dengan dunia seks. Sayangnya, setiap kali melihat teman wanita, aku tidak punya perasaan apa-apa. Sebaliknya, hatiku sering deg-degan kalau melihat laki-laki yang ganteng. Aku mulai masturbasi dan menghayalkan tubuh dan kontol indah yang dimiliki teman-temanku. Tapi sampai saat itu tidak ada yang tahu karena aku bergaul dengan mereka secara wajar. Dari berbagai buku yang ku baca akhirnya aku mengetahui bahwa aku adalah seorang gay. Bayang-bayang masa lalu yang ku kira sudah lama hilang dari pikiranku, ternyata telah menjadi trauma yang tidak bisa terhapus dari alam bawah sadarku. Sehingga pada saat mulai puber, hal itu muncul kembali ke permukaan.
Saat aku kelas 3 SMP, yang namanya AIDS belum begitu terkenal karena waktu itu baru tahun 1986. Tapi karena aku rajin mengikuti perkembangan berita, aku telah mengenal bahaya HIV dan AIDS, yang kala itu masih dikenal sebagai penyakitnya kaum gay. Oleh sebab itu aku tidak mau berhubungan seks dengan orang lain sekalipun terkadang hasratku tidak mampu terbendung sukma. Mungkin aku agak berlebihan, karena yang pasti di daerahku (waktu itu aku belum tinggal di Jakarta) mungkin sama sekali belum ada penyebaran virus mematikan tersebut pada saat itu. Menjelang ujian Ebtanas SMP, akhirnya pertahananku bobol juga.
Cerita, ada seorang teman sekelasku yang rumahnya jauh di luar kota, meminta agar ia bisa tinggal di rumahku sementara waktu sampai akhir ujian. Aku tidak menolak karena di samping ia adalah seorang juara kelas sehingga akan sangat membantuku untuk belajar bersama, juga karena wajahnya mungkin yang paling tampan di sekolahku dan tubuhnya sangat atletis. Orangtuaku setuju saja karena mereka menganggap kehadiran Franky, demikian namanya, akan sangat membantuku dalam persiapan menghadapi Ebtanas nanti.
Di rumah, Franky tidur sekamar denganku. Mula-mula aku sangat gelisah karena aku kuatir tidak bisa menahan diri. Apalagi Franky punya kebiasaan tidur hanya memakai CD-nya yang rata-rata berukuran minim. Kalau ia sudah terlelap, aku sering pindah ke sofa dan tidur di situ. Kalau pagi tiba, orangtuaku membangunkanku di sofa tapi mereka hanya mengira bahwa aku tertidur di sofa karena belajar sampai tengah malam. Memang sengaja ku letakkan sebuah buku pelajaran dan keadaan terbuka di meja agar mereka mendapatkan kesan seperti itu dan tidak curiga.
Pada hari ketiga Franky di rumahku, aku baru saja bersiap-siap untuk pindah ke sofa setelah yakin bahwa dia sudah terlelap. Baru saja aku hendak turun dari ranjang, tiba-tiba saja tangan Franky menahan gerakanku.
"Eh... tungu dulu. Mau pindah ke sofa lagi, ya? Ada apa sih sebenarnya dengan kamu? Kalau kamu memang merasa terganggu dengan kehadiranku di sini, bilang saja terus terang dan aku akan pulang. Jangan begitu, dong... nanti aku malu sama orangtuamu!", kilah Franky, yang ternyata pura-pura terlelap karena mungkin sudah dua malam ia terjaga dan tidak menemukanku di sampingnya, malah melihat aku sedang bermimpi di atas sofa.
"Maaf Frank, bukan begitu maksudku. Aku biasanya tidur tidak tenang dan selalu menyikut atau menendang. Aku kuatir kalau kamu nanti bisa terjaga karenanya.", ujarku memberi alasan yang segera disanggah Franky.
"Ah jangan bohong. Kalau kamu memang tidurnya seperti itu, pasti kamu sudah jatuh dari sofa yang sempit itu. Atau... kamu tersinggung karena aku tidak sopan tiduran hanya dengan CD? Kalau begitu, biar aku pakai saja pakaianku agar ....."
"Oh, bukan begitu maksudku!", potongku dengan cepat sambil menahan tangannya. "Hanya saja aku ..."
"... tidak tahan melihatku hanya memakai CD, kan?!", kali ini Franky yang memotong ucapanku. Aku hanya tertunduk malu. Wajahku memerah seperti maling ketangkap basah. Aku tidak sanggup menatap wajahnya. Rasanya seperti mau mati saat itu.
"Ver, mendekatlah ke sini", Franky menarik aku mendekati tubuhnya. "Kamu tidak perlu pura-pura lagi. Aku tahu kok kalau kamu suka padaku. Kamu sendiri yang ceroboh. Buku diary hanya kamu lepas begitu saja di atas meja belajar itu. Aku sudah baca semuanya, terutama apa yang kamu tulis tentang aku".
Aku terperanjat seperti orang yang tersambar geledek. Ingin aku berlari dari kamarku karena malu yang tak tertahankan lagi. Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaanku. Franky yang hanya berbalut CD itu tiba-tiba merangkul tubuhku dan mencium keningku dengan mesra. Oh, my goodness... jantungku langsung berdebar-debar seperti mau copot saja. Aku baru saja mau mengucapkan sesuatu tapi Franky menaruh telunjuknya di bibirku, semacam kode kalau aku tidak perlu bicara apa-apa lagi. Kejadian selanjutnya sangat di luar dugaanku, karena aku tahu bahwa Franky bukan seorang gay, lagi pula ia punya pacar cewek yang sangat cantik di kelas 2 sekolah yang sama. Franky mempererat pelukannya dan menarik kepalaku mendekati wajahnya. Dengan lembut ia mencium bibirku. Mataku terpejam oleh kenikmatan, bukan hanya lahir, tapi juga bathin. Aku segera membalas kecupannya, kali ini lidahku mulai nakal bermain di mulutnya, tapi ternyata lidah Franky juga tidak hanya diam, maka terjadilah pergulatan lidah yang sangat alot.
Dengan gesit Franky mengenyahkan CD yang masih membalut selangkangannya sampai ia bertelanjang bulat. Batang penisnya nan besar dan panjang itu sudah mengeras. Kepala helm-nya sudah mengembang bagai jamur payung di tepi hutan belantara hitam jambutnya. Tanpa menunggu komando, kepalaku segera meluncur ke bawah. Mula-mula di bagian dadanya. Ku mainkan lidahku di putingnya satu per satu, seperti adegan di film blue yang sering ku tonton sendirian. Franky mengerang menahan kenikmatan. Tampak benar bahwa selama ini ia belum pernah berhubungan seks dengan siapa pun, bahkan dengan wanita sekalipun. Entah dari mana datangnya kesan itu, tapi aku begitu yakin.
Petualanganku diteruskan makin ke bawah. Ku jilati secara mendetail oto perutnya sampai ke arah pusar. Sementara tanganku mengelus pinggangnya dengan lembut yang membuat Franky menggeliat. Sekilas ku lihat ujung kontolnya mulai basah dengan precum dan aromanya mulai tercium oleh hidungku yang mancung, memancing kepalaku terus meluncur ke bawah. Akhirnya tibalah aku di bagian yang paling pribadi di tubuhnya. Aku ketemu lagi dengan sahabat lamaku, kontol, hanya saja kali ini bukan punya sepupuku yang edan itu, melainkan milik orang yang paling ganteng dan seksi di sekolahku. Pertama ku kecup ujung jamurnya, lalu perlahan-lahan kuputar-putarkan lidahku di sekeliling tepian jamur itu, membuat pemiliknya merintih lirih. Ketika ku mainkan ujung lidahku di lobangnya yang sempit, Franky tidak tahan lagi dan segera menarik kepalaku sehingga kontolnya bagai tertelan ke dalam kerongkonganku.
"Ohhh, Ver... teruskan, sayang!", ujarnya sampai menyodok-nyodok pangkal lidahku. Gerakan pinggulnya mulai menjadi cepat. Ku isap kontol itu dengan keras seperti sedang melepas rindu 1000 tahun. Nafas Franky mulai terengah-engah dan tubuhnya sudah bermandikan peluh. Tiba-tiba saja pinggulnya mengeras, gerakannya terhenti dengan posisi kontolnya menyusup dalam-dalam ke kerongkonganku dan....
"Aaaaaaahhhhhhhhhggggg.......", teriak kecil Franky ketika pada saat yang bersamaan ku rasa ada semacam semprotan cairan kental di kerongkonganku. Pejunya yang hangat itu segera mengalir ke dalam dan aku menghabiskannya sampai tetesan terakhir. Saking asyik dan lelahnya, kami berdua pun tertidur tetap dalam posisi seperti itu. Tubuhnya yang telanjang menghadap ke kanan dan batang kontolnya tetap terbenam dalam mulutku sampai aku terlelap.
-----] @bluexavier69 [-----
KISAH:
Hari terakhir Ebtanas adalah hari yang paling melegakan. Semua temanku tampak gembira ketika ujian mata pelajaran terakhir sudah selesai. Bahkan ada beberapa di antaranya yang sudah saling coret-coretan baju seragam sekolah, padahal belum tentu mereka semuanya lulus, karena hasil Ebtanas tersebut nanti diumumkan 10 hari lagi. Aku juga memang lega karena telah melewati ujian demi ujian dengan baik, tapi bukan berarti aku gembira. Pasalnya, dengan berakirnya Ebtanas, berarti mulai malam ini Franky tidak akan menginap di rumahku lagi. Tampaknya Franky dapat memahami perasaanku, karena setibanya kami di rumah, dia jadi serba salah melihat ekspresi wajahku yang muram.
Perlahan ia mendekatiku dan dengan nada lirih ia berkata, "Ver, ada yang ingin ku sampaikan kepadamu. Aku..."
"Nggak perlu diteruskan, Frank", potongku. "Aku sudah tahu bahwa kamu mau pamitan kembali ke rumahmu, iya kan?"
Franky hanya terdiam di sampingku, dengan kepala tertunduk. Memang saat itu ia kelihatan salah tingkah. Franky tahu bahwa aku sangat sedih karena hari ini ia harus kembali ke rumah orangtuanya di luar kota. Ia memang tak punya pilihan lain. Orangtuanya pasti bertanya-tanya kalau ia tidak kembali hari itu juga, karena mereka tahu bahwa Ebtanas-nya sudah berakhir.
"Frank, maafkan aku. Bukannya aku bermaksud menahanmu di sini selamanya. Tapi setelah malam-malam indah yang kita lalui berdua, sungguh aku merasa berat jika kehilangan dirimu", ujarku sambil merangkulnya erat-erat.
"Siapa bilang kamu akan kehilangan diriku?", Franky menghapus dengan lembut airmata yang sudah mulai membasahi wajahku. "Meskipun aku tidak tinggal di sini lagi, tapi kapan-kapan aku bisa datang menginap, kan? Atau sebaliknya, kamu juga bisa nginap di rumahku kalau kamu mau. Tapi asal kamu tahu aja, rumahku lebih pantas disebut gubuk. Ngak kayak rumahmu ini." Aku enggan menanggapi kalimatnya. Aku segera keluar dari kamar dan duduk termenung di beranda. Terus terang aku tak mau menyaksikan Franky membenahi barang-barangnya. Saat duduk di beranda, aku melihat Ali (sopir keluargaku) mengeluarkan mobil dari garasi. Ibuku keluar tergesa-gesa dari rumah dan beliau berpesan padaku, kalau ada yang telepon, sampaikan bahwa ibu sedang ada acara di kantornya bapak.
Segera setelah ibu meluncur dengan mobil, aku memutuskan untuk kembali ke kamar. Ku dapati si Franky sedang duduk termenung di tepi ranjang. Di dekatnya, tas punggung berisi pakaian dan barang-barangnya sudah siap untuk dibawa. Saat aku masuk, Franky segera mengunci pintu kamar. Ia pun mendekap diriku yang sudah duduk di ranjang.
"Sudahlah, Frank... aku tidak sudi dikasihani", ujarku sambil menepiskan lengannya.
"Siapa bilang aku hanya sekedar rasa kasihan kepadamu? Kamu salah besar, Ver! Aku juga menyayangimu. Kemesraan antara kita selama beberapa hari ini juga telah membuatku merasa berat berpisah denganmu", Franky tetap berusaha merangkulku lebih erat lagi.
Aku tak kuasa menolak lagi ketika Franky mulai mengecup bibirku dengan lembut dan mesra. Malah aku yang kemudian menyergapnya dan membalikkan posisi tubuh kami, sehingga kini aku menindih tubuhnya yang kekar itu. Franky semakin menggencarkan French Kiss-nya, membuat sekujur tubuhku bergetar seperti tersengat listrik 1000 Volt. Lama sekali lidah kami beradu, sampai Franky perlahan mulai mengarahkan bibirnya ke pipiku, lalu terus ke leher dan telingaku. Sementara itu, tanganku mulai meremas-remas kepalanya yang ditumbuhi rambut cepak ala militer.
Setelah saling membuka seluruh pakaian kami masing-masing, aku berpelukan dengan Franky dan tool kami yang sudah sama-sama tegang, saling bergesekan. Aku kemudian menurunkan tubuku agak ke bawah, sampai kepalaku bersandar di pundaknya. Ku angkat lengan Franky hingga ketiaknya yang sudah dicukur itu menganga di depanku. Segera tercium aroma khas lelaki yang membuatku semakin horny. Ternyata ketiaknya sangat merangsangku. Aku bermain-main di sana sejenak. Franky menggeliat oleh rasa geli bercampur nikmat. Tangannya mulai mengarah ke selangkanganku, lalu memainkan pelerku dengan jemarinya. Precum sudah mulai membasahi ujung kontolku ketika aku memutar arah tubuhku sehingga kami berada dalam posisi 69. Aku mulai mengulum batang kejantanannya yang berurat-urat itu, mulai dari ujung sampai terperosok dalam ke rongga mulutku. Franky pun mulai melakukan hal yang sama. Dengan nakalnya lidah Franky memainkan ujung kontolku, membuat precum-ku semakin banyak keluar.
Aku kemudian meminta Franky agar mengambil posisi nungging membelakangiku. Tampak pangkal penisnya yang bermuara di sebuah lobang kecil dan diselingi oleh bulu-bulu halus, tepat di belahan bokongnya. Aku mulai memainkan lidahku dari arah kantung zakarnya sampai akhirnya menuju ke lobang yang memang dalam keadaan bersih. Franky mengerang kecil menahan sejuta kenikmatan. Tangannya segera mengocok kontolnya sendiri dengan irama cepat. Rupanya rangsangan yang kuberikan dari arah belakang telah memacunya dengan cepat ke arah orgasme.
"Aaaahhhhhh.......", desah Franky ketika akhirnya ia ejakulasi. Pejunya terpancar ke mana-mana di atas ranjangku.
"Franky... I'm coming, too!", teriakku sambil mengarahkan kontolku ke atas bokongnya. Dan... crot... crot... crot... tak ayal lagi, pejuku telah membasahi punggungnya dari pinggang bahkan sampai ke belakang lehernya, karenya tembakannya sangat kuat. Dengan nafas masih ngos-ngosan, kami berciuman lagi dengan mesranya. Wajah kami sama-sama memancarkan kepuasan yang tak terukur.
Ku dekati telingaku dan berbisik lembut, "Franky, I love you!".
"I love you, too...", balasnya sambil mencium keningku.
Ketika kami telah selesai mandi dan baru saja beranjak ke depan rumah. Ku lihat ibu dan ayahku baru saja turun dari mobil.
"Franky, rupanya sudah bersiap-siap untuk pulang, ya?", sambut ibuku dengan ramah.
"Iya, tante... saya mau pamit. Juga pada oom", balasnya sambil bersalaman dengan orangtuaku. "Terima kasih atas kebaikan tante dan oom selama ini yang sudah menginjinkan saya menginap di sini sampai selesai Ebtanas".
"Aah, nggak apa-apa, kok! Malah ibu dan bapak senang karena kamu telah menemani Versus belajar selama Ebtanas. Soalnya anak ini malas belajar kalau cuma baca-baca buku saja. Versus lebih suka kalau ada teman berdiskusi. Walau sudah selesai Ebtanas, nak Franky silahkan saja kalau kapan-kapan ingin nginap di sini", kata ibuku.
Ayahku menimpali, "Oh ya... masukkan saja tasmu ke bagasi mobil. Nanti si Ali bisa mengantarmu pulang".
"Ah, nggak usah repot-repot, oom! Saya bisa kok pulang pake kendaraan umum", si Franky tersipu malu.
"Sudahlah... nggak usah menolak!", sambungku sambil membawa tas Franky ke arah mobil. Sopir kami, Ali, segera menyambut tas itu dan memasukkannya ke dalam bagasi. Tampaknya Franky tak bisa menolak lagi.
"Baiklah... kalau begitu, terima kasih banyak oom, tante... saya permisi dulu".
Aku dan Franky kemudian menuju ke mobil dan Ali mengantar kami sampai ke rumah Franky yg jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Aku sempat mampir sebentar ke rumah Franky dan berbasa basi dengan orangtuanya. Setelah itu, Ali mengantarku kembali ke kota.
Hari-hari setelahnya aku lalui dengan rasa kesepian. Jika malam tiba, aku memeluk bantal gulingku sambil membayangkan seolah-olah Franky ada di sisiku seperti biasanya. Terkadang aku tak dapat menahan diri dan melakukan onani sambil mencium sebuah celana dalam milik Franky yang sengaja ku minta untuk ditinggalkan.
Hari pengumuman hasil Ebtanas telah tiba dan kami semua dinyatakan lulus. Ternyata Franky yang keluar sebagai juara umum, sedangkan aku jadi runner-up. Kami masih sempat bertemu beberapa kali dan Franky juga menyempatkan diri sesekali menginap di rumahku seperti janjinya, sampai acara perpisahan sekolah tiba. Ketika melamar SMA, aku diterima di SMA Negeri di kotaku. Sayangnya aku tak bisa lagi bertemu dengan Franky, karena ia telah diajak pamannya untuk masuk SMA di Surabaya. Hal itu demi kebaikan Franky sendiri. Ia anak yang cerdas, namun orangtuanya tidak sanggup menyekolahkannya ke SMA yang bagus. Jadi, pamannya yang kebetulan datang dari Surabaya bersedia membiayai pendidikannya, tapi ia harus bersekolah di kota tempat tinggal pamannya itu. Untuk beberapa bulan kami masih saling berkirim surat (ketika itu belum ada internet atau email), namun lama kelamaan mulai jarang sampai terhenti sama sekali, karena kami telah disibukkan oleh pelajaran dan kegiatan di SMA masing-masing. Sejak itu aku tidak pernah lagi punya kontak dengan Franky, tapi kenangan indah bersamanya tetap ada dalam diriku sampai saat ini. Oh Franky, di mana engkau berada sekarang?
SELESAI
-----] #berpedang [-----
Uploaded Contact: versusierra@gmail.com
Source: menonthenet.com
Kalo udah dibaca, komentarin lah. Boleh juga bagi-bagi info/pengalaman kamu di sini, biar blognya rame n rajin di-update.
-----] Thank’s for reading [-----
0 komentar