Gara-Gara Kontolku Panjang Part 1; Penelitian Konyol

Monday, August 01, 2016


“Yuk, kadang sengsara membawa nikmat hahahaha”


. . .



Title: Gara-Gara Kontolku Panjang
Author: seno
Submitted: Februari 2013-
Disclaimer: Cerita milik author
Rate: H
Length: Chaptered
Warning: Typo. menXmen. Gambar bukan milik saya, hanya untuk membantu imajinasi pembaca dan diambil dari website dan atau akun mereka. Segala bentuk efek samping yang ditimbulkan cerita ini adalah tanggung jawab pembaca!

-------] @bluexavier69 [-------



Part 1
Penelitian Konyol

---[1]---
Kututup pintu kamar keras dan kulempar tas punggungku di sudut kamar. Sekedar menumpahkan kekesalanku. Kesal, dongkol, dan marah menyatu. Pengen rasanya aku berteriak atau membanting semua yang ada di depanku. Hari ini hari yang bikin aku muak di sekolah. Masak hanya masalah sepele saja Dita cewekku harus memutuskan hubungan. Sepelee.. uhhh, cewek memang begitu, dan ini semua tak lepas dari ulah Wahyu cs yang bikin gosip murahan di sekolah hingga bikin aku malu luar biasa. Sebenarnya kejadian ini tak lepas dari minggu lalu ketika semua kelas 11 study tour ke Bali. Sebenarnya bukan study, tapi tour saja sih.

Kami menginap di penginapan daerah Sanur. Kukatakan penginapan karena bentuknya gedung memanjang mirip gedung sekolah. Tiap kamar berisi enam orang, dan sial! Kami berlima, aku, Wahyu, Deni, Ridwan dan Hari tidak kebagian tempat. Sempat kulihat beberapa guru dan panitia dari pihak biro, agak bingung juga mengurus kami berlima.

Akhirnya kami jadi satu, menginap dengan para guru di hotel dekat penginapan tersebut yang mirip villa. Villa ini terdiri dari banyak bangunan kecil dengan taman rimbun didepannya. Tiap bangunan terdiri dari dua kamar. Wowww…kutepuk pundak Wahyu, “Yuk, kadang sengsara membawa nikmat hahahaha”

Kami semua tersenyum melihat villa kami. Sebuah bangunan kecil yang terpisah dari bangunan lain. Kuintip kamar satu-satunya di samping kamar kami, gelap dan kosong. Woww… berarti praktis bangunan ini hanya didiami kami berlima untuk beberapa hari ke depan. Bebas, kami bisa bebas semaunya. Toh bangunan ini jauh dari pengawasan semua guru dan teman-teman.

Pertama lihat bangunan kamar, aku sudah suka. Sebuah kamar yang luas terdiri dari dua bed besar. Muatlah kalau sekedar untuk tidur berlima.

Kami sampai di hotel ini sudah malam dalam keadaan kecapekan setelah perjalanan dari Jawa dan beberapa obyek wisata. Sudah malam, dan kami langsung tertidur tanpa sempat mandi. Akhhh… toh kami sama-sama tak peduli dengan bau badan, tadi kan sempat mandi di pantai kuta.

“Tok… tok… tok…” pintu kamar terketuk dan langsung terbuka. Woww…sudah sangat terang, sudah pagi, kulihat sudah jam 7.15 pagi. Pak Rudi yang tinggi besar berdiri berkacak pinggang dengan wajah seram.

“Hey kalian belum bangun, lihat yang lain sudah siap di bis dan sudah sarapan. Kuberi waktu lima belas menit, kalau telat kutinggal ke obyek selanjutnya!” Suara Pak Rudi dengan teriakan kencang. Kami berlima loncat dari tempat tidur.

“Gila! Mosok dari sekian nggak ada bangun pagi” Ridwan panik.

“Udaahh… yang penting cepetan, waktu kita nggak banyak!” ujarku.

“Aku mandi duluan yaaa…” Deni melompat menuju kamar mandi.

“Woyyyy… bentar Den” Wahyu berteriak. Deni terbengong di depan kamar mandi.

“Kita mandi bareng saja, kalau gantian nggak cukup waktu neh” Wahyu usul. Kami saling berpandangan.

“Okeee…” suara kami kompak sambil cepat mencari peralatan mandi.

Semua teman sudah masuk kamar mandi. Aku masih ngubek-ubek isi tas mencari facial scrub. Akhhh akhirnya ketemu juga. Dengan cepat aku masuk kamar mandi.

Seumur-umur aku belum pernah mandi bareng-bareng. Mungkin kelihatan aneh juga sih. Tapi yang bener, aku tuh minder. Aku beda. Sebagai cowok keturunan arab, aku beda dengan teman-temanku. Tubuhku jauh lebih jangkung, tinggi terakhir saat kuukur sudah 178. Dan yang bikin aku minder, rambut sudah tumbuh di mana-mana, dada, puting, janggut, perut, kumis, apalagi bulu ketiak dan kemaluan, sudah sangat lebat. Aku minder. Rata-rata temenku belum sedemikian tumbuh bulu.

Masih kuingat beberapa hari lalu ketika Purnomo ganti kaos olah raga di kelas di kerumuni teman-temannya. Ketika aku mendekat, kulihat Purnomo dengan bangganya memamerkan bulu ketiaknya yang mulai tumbuh. Aku tersenyum, dalam hati aku bilang ‘itu belum seberapa Purrr…”

Memang semua temenku tak tahu kalau aku sudah berbulu, karena setiap ganti pakaian olah raga aku di kamar ganti, sangat tertutup. Minder, karena aku merasa beda saja.

“Luthfiiiiii… cepetannn…” kudengar Deni berteriak memanggilku dari dalam kamar mandi.

“Okeeee…” Aku berlari masuk kamar. Kulihat ke empat temenku sedang mandi.
Semua bugil. Tiba-tiba aku terbengong. Aku bingung.

“Woy malah bengong, cepetan. Airnya entar habis lho diminum Ridwan hahahah” Wahyu tertawa lepas sambil bergoyang-goyang kesenangan.

Aku masuk. Kusembunyikan rasa gugupku, dengan cepat kucopot semua yang melekat di badanku. Aku berusaha bertindak sewajar mungkin. Toh semuanya laki-laki, apa peduliku, tapi tiba-tiba semua aktifitas temanku terhenti. Semua terbengong tanpa kata memandang tubuhku. Aku juga terhenti kikuk.

“Napa?” aku keheranan. Semua mendekatiku.

“Woww… gila mennnnn…” Wahyu mendesis. Semua melotot memandang sekujur tubuhku. Aku semakin bingung.

“Woyyy kalian ngapain? Ada yang aneh?” Aku keheranan.

“Fii… kamu wowww... ” Wahyu masih melotot melihatku.

“Apaan sih” kudorong tubuh wahyu, Aku tersinggung berat. Aku paham mereka semua kaget dengan bulu-bulu yang tumbuh di sekujur badanku.

“Gila! Kamu pake obat apa Fii?”

“Obat? Apaan? Ya nggak lah, ini dari sononya. Aku tak pakai obat penumbuh rambut,” ujarku mantap. Semua mengamatiku.

Dan…
Aku baru sadar mereka semua tidak hanya melihat badanku, tapi melotot melihat kemaluanku. Aku menunduk melihat kontolku. Akhhh emang ada yang salah Kulihat kontol milik temenku juga akhirnya.

“Nggak, cuma itu Fii… Woww, kontolmu gede bangeett, gila menn! Coba bandingin dengan milikku apalagi milik Hari tuh kayak biji salak saja hahahha” Wahyu nyeletuk.

“Apaa?” Hari tak terima. Aku cuma terbengong, dan benar, kontolku tak wajar, jauh lebih panjang dan besar dibanding milik ke empat temenku. Kuamati semua kontol disini. Kecil-kecil dan tertutup jembut yang baru mulai tumbuh.

“Fii… kamu ke Mak Erot ya?” Ridwan mengerling.

“Gila semua kamu, udah ahhh ayo mandi, cepetan." Aku menyibak ke empat temenku dan mulai mengambil air pakai gayung. Kusiram badanku, Segar.

“Fii tau nggak kalau aku punya kontol sepanjang milikmu, uhhh.. udah kupamerin ke seluruh temen” Hari nyeletuk. Aku cuma diam. Dalam hati terselip rasa bangga juga. Kusambuni badanku dan sekali lagi kulihat kontolku. Aku baru sadar sekarang, aku memang beda. Apalagi kontolku sangat jauh beda dibanding yang lain, berwarna hitam, panjang di sela jembutku yang sudah sangat lebat. Selama ini kupikir aku normal, tapi ternyata aku baru sadar kontol temen-temenku yang normal untuk ukuran orang Indonesia.

Aku merasa… akhhh... aku merasa tidak normal.

---[2]---
Badanku bergoyang-goyang sesuai irama bis yang berjalan pelan menuju obyek wisata yang entah aku tak tahu. Mataku menjelajah keluar melewati jendela kaca. Pemandangan alam Pulau Dewata memang luar biasa, tapi entahlah, pikiranku sedang kosong. Aku terus memandang keluar, mengabaikan Ridwan yang duduk disampingku yang sedang terkantuk-kantuk. Pikiranku terus melayang pada kejadian tadi pagi di kamar mandi. Ribuan pertanyaan menyerbu kolong otakku,

“Aku, Luthfi Alamsyah Assegaf baru 16 tahun, tapi tubuhku layaknya om-om penuh bulu. Normalkah itu?'

Aku, Luthfi Alamsyah Assegaf baru kelas dua SMA, tapi punya kontol yang sedemikian panjang layaknya om-om. Normalkah itu?”

Akhhh, bagaimana jika seisi sekolah tahu tentang fisikku? Sungguh aku takkan kuat menanggung malu. Bagaimana jika cewek-cewek menjauh dariku karena takut dengan kontolku? Ribuan pertanyaan terus berkecamuk hingga tanpa sadar kurasakan jemari Ridwan mencolek pahaku. Aku menoleh kaget tersadar dari lamunanku. Ridwan tersenyum mengerling.

“Hayooo bengong, pasti mikirin hal-hal jorok ya?”

“Hehehehe iya” jawabku terkekeh.

“Pantesan 'anu'mu berkembang sedemikian pesat hingga gede banget” bisiknya disisi telingaku. Aku melotot kaget.

“Hahahaha... teori ngasal. Emang gede dari sononya kok.”

“Bagi-bagi rahasianya dong Fi, aku juga pengen digedein seperti punyamu.”

“Gila lu, dah kubilang dari sononya kok.”

“Fi… berapa centi tuh panjangnya, manteb banget.” Aku melotot kaget. Anak ini makin lama makin menjengkelkan.

“Nggak pernah ngukur! Emang tanah pake diukur segala.”

“Hahahaha, lha terus…”

“Stop! Udah jangan bicara lagi, aku mo lihat pemandangan,” aku melotot marah. Kesabaranku habis. Jika emosiku meledak, Ridwan yang ceriwis bisa kubanting. Ridwan kembali terdiam, takut juga ternyata dianya.

Kok bisa-bisanya aku baru tahu kalau kontol teman-temanku sedemikian kecil. Saat ini aku benar-benar baru tahu. Selama ini aku menganggap wajar ukuran kontolku. Mungkin karena aku sering menonton bokep yang menampilkan kontol-kontol yang gede. Aku pikir temen-temenku yang badannya sebanding denganku seperti Wahyu juga memiliki ukuran kontol yang sebanding denganku.
Ternyata kejadian tadi pagi di kamar mandi merubah semua anggapanku.


. . .

Hari ini begitu melelahkan. Banyak sekali obyek wisata yang aku kunjungi. Mulai dari Sangeh, Nusa Dua, Istana Tampak Siring, tari barong dan akhh… aku nggak hafal saking banyaknya. Ini bukan wisata, tapi penyiksaan. Badanku terasa remuk, apalagi ditambah Wahyu, Ridwan, Hari, dan Deni yang terus menggodaku. Akhhh… ini wisata yang sama sekali tidak membuatku nyaman.

Ketika sampai di kamar aku langsung tepar kecapekan. Aku tidur dalam hanya sekejap. Tak kuhiraukan teman-teman yang katanya mau jalan-jalan mengunjungi Pantai Sanur yang memang dekat dengan penginapan. Aku benar-benar kecapekan dan tertidur pulas.

Hingga…


Sebuah mimpi buruk muncul. Kurasakan tubuhku sulit bergerak, sulit. Aku tetep berusaha bergerak tapi tak bisa. Tiba-tiba aku tersadar. Kurasakan kedua tanganku terikat di ranjang. Mataku langsung terbuka lebar. Kulihat ke empat temanku duduk melingkar mengitari tubuhku. Kedua tanganku terikat di sisi ranjang. Gila!

“Woi! Apa-apaan nih!” aku teriak.

“Ssttt….” Wahyu memberi isyarat agar aku diam.

“HEY! Kalian mo ngapain aku di ikat gini HAH!” aku sekali lagi berteriak.

“Hihihi… udah diem Fi…” Deni terkekeh. Aku panik, benar-benar panik! Kurang ajar ke empat temenku itu! Mau apa mereka mengikat ke dua tanganku? Aku semakin berontak. Tubuhku menggeliat dan kakiku berusaha menendang apapun yang ada di sana.

“Cepetan buka Wan.” perintah Wahyu kepada Ridwan. Dengan pelan Ridwan mulai membuka resleting celanaku. Aku semakin panik saja.

“Hey Wan.. kamu mau ngapain?!” kurasakan Ridwan dan Deni memelorotkan celanaku hingga lutut. Aku melotot kaget. Celana dalamku juga di pelorotkan, menampilkan ketelanjanganku, dan semua tersenyum penuh kemenangan memandang kontolku. Aku benar-benar tak berdaya. Dendam berkobar dalam dadaku. Aku akan membalasnya!

---[3]---
Aku terus menggeliat memberontak. Dari sini aku paham, Wahyulah pemimpin acara gila ini. Yang lain seolah patuh terhadap perintahnya. Kulihat Hari yang paling culun memegang buku dan bolpoin, dia sibuk membuka-buka buku tulis disampingku. Ridwan dan Deni sibuk memegang kedua belah kakiku.

“Har, ambil tuh cepetan” perintah Wahyu kepada Hari. Kulihat Hari beringsut mengambil sesuatu. Aku bingung dan terus berontak sambil mengumpat.

“Ssstt Fii udahlah, kamu nggak akan kami apa-apain kok.” Wahyu menenangkanku. Tiba-tiba kurasakan benda dingin menempel di batang kontolku. Aku semakin panik!

“Berapa?' Wahyu menanyakan ke Ridwan yang sedang sibuk melakukan sesuatu pada batang kontolku. “Berapaaa?!” Wahyu tidak sabar!

“Bentar. Hmmm.. Den, ini berapa yaa? Hmmm.. Sepuluh, eh lebih. Hmmm.. Sebelas. Hmmm.. lebih kayaknya ya Den?” Ridwan ngedumel sendiri, dan sekarang aku tersadar sudah. Mereka semua melakukan ini karena penasaran dengan ukuran panjang kontolku. Gila!

“Woy! Bukan dari situ, dari bagian sini!” Wahyu membentak Ridwan. Kurasakan batang kontolku yang masih terkulai lemas disibakkan ke atas hingga kurasakan menghadap lemas ke atas. Garis mistar plastik menempel dingin dibagian bawah batang kontolku hingga mendekati buah pelir.

“Woy Fiii, gila deh kamu Fii. Kayaknya kamu keturunan gorilla ya? Mosok bawah kontolmu banyak rambut juga. Hehehehe” Deni berteriak! Kurang ajar nih anak, entar kubunuh semuanya. Aku benar-benar geram!

“Berapa?!” Wahyu tak sabar.

“Hmmm… lihat… dua belas kurang dikit yaaa?” Kulihat semua mengamati kontolku.

“Kamu semua apa-apaannnn… Gila semuanya!” aku berteriak geram!

“Catet Har… cepetan!” Wahyu berteriak lagi.

“Ii..iyaaa” Hari keliatan sedemikian gugup.

“Sekarang kocok, bagian kamu yang ngocok Har. Ridwan dan Deni pegangin tuh biar cepet keras!” Wahyu memerintah lagi. Hari melotot kaget.

“Apa? Ngocok? Ngocok gimana?” Hari keliatan bingung,

“Ya ngocok, tuh kontolnya Fifi dikocok.”

“Hah… gimana caranya?” Semua kaget, melotot kepada Hari yang kikuk.

“Ya ngocok. Kamu belum pernah ngocok kontol!?” Wahyu keliatan emosi. Hari menggeleng lemah.

“Hahahahhaha… gila neh anak satu ini, jadi sejak dulu kontolmu hanya untuk tempat jalan air kencing saja to Har?” Deni tertawa mengejek, aku juga ikut tersenyum. Hari keliatan semakin bingung.

“Lha memang untuk jalan kencing to? Memangnya untuk jalan apa lagi?” mimik wajah Hari terlihat semakin culun.

"Hahahah pantesan kontolmu hanya sebiji salak saja. Hahahahha" Ridwan semakin mengejek. Kulihat wajah Hari tertekuk.

“Ya udah aku yang ngocok, kalian pegangin ya” Wahyu menyela. Aku panik! Sering sih aku ngocok sambil nonton bokep, tapi dikocok orang lain apalagi sama Wahyu yang beringasan. Duhhh jangan sampai deh!

“Stop!” aku berteriak. Semua menoleh ke arahku.

“Lepasin aku, kalau cuma mau ngukur kontolku yang lagi ngaceng biar kukocok sendiri!” Wahyu tersenyum,

“Nggak! Misi belum selesai mennnn….”

“Misi? Misi apaan?” dan Wahyu tak lagi mempedulikan pertanyaanku. Kurasakan telapak tangannya yang hangat mulai memegang batang kontolku. Kehangatannya mulai bereaksi, batang kontolku kurasakan semakin mengembang di genggaman Wahyu. Wahyu mengocok dengan pelaaannn. Gila! Mengapa aku bisa menikmatinya? Gilaaaaa... Aku menggeliat berontak.

“Udahlah Fiii nikmatin saja, nanti gantian ya.”

“Sorryyyyyy…” aku menggeliat.

“Hahahahhaha… sok' kamu. Neh! Kontolmu mulai ngaceng neh!”

“Udahh Yuuukk…” dan Wahyu melepaskan tangannya. Dia meludah di telapak tangannya. Aku melotot kaget. Aku paham, dia mau mengocok kontolku pakai ludahnya,

“Yuk, kamu nggak sedang penyakitan kan?” aku panik.

“Hehehehe… ya nggak tau. Palingan burungmu kena flu entar. Biar enak Fiii kalau pakai pelumas.”

“Nggak Yuukk.. nggaaakk…" dan sekali lagi Wahyu tak lagi mempedulikan. Kurasakan batang kontolku mulai licin oleh ludahnya. Semakin enak, enakkk! Aku benar-benar tak memungkiri bahwa kocokannya memang enak. Walau aku tak melihatnya, tapi kurasakan bahwa kontolku sudah ngaceng penuh di genggaman Wahyu. Keras! Keras sekali! Lemas sudah badanku. Aku pasrah, dan… semua melotot tak percaya memandang kontolku. Wahyu sendiri melotot melihat kontolku. Yang lucu, mimik wajah Hari, dia sampai pucat dan melepas kaca mata minusnya sambil melotot.

“Woyyy.. bukan gede panjang lagi namanya, ini sih raksasa Fiii!" Deni berteriak pelan. Aku diam saja. Semua sudah terjadi. Aku pasrah mau diapakan lagi.

“Kok bengkok ya?” Hari sambil menutup mulutnya.

"Bener Fi bengkok ke kiri Fiii! Gila mennn... kontolmu hebat bener. Kamu makan apa Fiii!” Ridwan geleng-geleng. Aku tersenyum masam, perasaan bangga campur malu menyatu.

“Cepetan ambil mistar, nanti payah kalau sampai lemes lagi!” Wahyu berteriak dan dengan cepat Hari menyerahkan mistar ke Deni.

“Cepet di ukur, posisi seperti tadi!” Perintah Wahyu. Pelan kurasakan mistar plastik menempel di batang kontolku dingin. Aku pasrah, tak ada gunanya berontak.

“Woooooooo……..” Keempatnya serempak melotot tak percaya melihat ukuran batang kontolku!

---[4]---
“Berapa tuh? Wow, panjang bener neh! Delapan belas lebih, hampir sembilan belas. Wow, gila bener!” Wahyu geleng-geleng kepala. Aku cuma memejamkan mata saja. Kubiarkan mereka mengagumi ukuran kontolku. Dalam batin sebenarnya menurutku wajar kok punya ukuran segitu. Napa sih mereka begitu kagetnya, punya mereka saja yang terlalu kecil.

“Udah puas, udah selesai to? Sekarang lepasin aku cepetan!” aku teriak jengkel. Dalam hati, ini saatnya aku balas kelakuan mereka. Aku merasa sangat di lecehkan.

Jika aku bukan lelaki, mungkin aku sudah meraung-raung menangis. Sayangnya hanya emosi yang menggumpal menyeruak dan sebentar lagi pasti kulampiaskan.

“Wewewewe… belum selesai bro, masih ada satu penelitian lagi neh” Wahyu senyum mengerling.

“Penelitian apaan” aku melotot kaget.

“Ada deh, entar aku cerita ke kamu hehehehe”

“Gila! Kalian semua nggak waras!” aku semakin emosi!

“Hehehehhee… Jadi cowok jangan terlalu bertampang serius Fi, makanya kamu kuikat gini. Jangan kuatir lah, nanti semua juga jadi obyek penelitian kok, termasuk aku.”

“Emang penelitian apa hah?”

“Ada deh… entar kalau udah selesai kita bahas bersama.”

“Gila! Trus kalau semua jadi obyek, napa aku diikat gini!?” Semua berpandangan.

“Oke deh aku jelasin dulu. Intinya gini, tadi awalnya kami memang penasaran banget ma ukuran kontol kamu bisa panjang gitu. Trus tadi kami berembuk untuk meneliti punya kita-kita, dikaitkan dengan tinggi badan dan usia. Tapi untuk kamu, kamu pastilah nggak mau, aku paham itu. Kamu kan orangnya serius, ketua osis lagi. Makanya khusus untuk kamu, harus di iket.”

“Waaa nggak adil! Napa nggak tanya dulu hah? Tau dari mana kalau aku nggak mau?” Sebenarnya aku Cuma menggeretak saja. Dalam hati, jika beneran diajak penelitian gila seperti ini, mana mungkin aku mau. Memang beneran sih selama ini aku terlalu serius, bahkan kabarnya aku termasuk cowok elit, organisatori, dan menurut issue, aku adalah salah satu idola cewek di sekolah.

Uh! Yang jelas itu sudah berlalu. Saat ini keadaan gawat. Dengan tangan terikat, mereka mau apakan lagi aku? Sebagai obyek penelitian gila, tentu membuat harga diriku merasa terinjak-injak.

“Heheheheh… Pokoknya sangat nggak yakin aku. Ayoo lanjuutttt….” Wahyu bersemangat. Aku kaget,

“Kalian mau apa lagi!?”

“Hmmm, mau… Hmmm, mau…” Ridwan bingung,

“Mau apa hah!?” aku teriak mengancam.

“Oke. Mau lihat pejuhmu!” Kata wahyu mantap. Mendadak aku lemas. Oh Tuhaannn, tolonglah aku…

---[5]---
Tak ada lagi gunanya aku memberontak, tak ada lagi. Ini memang penelitian gila ala anak SMA. Aku pandang wajah Hari, kok bisa-bisanya anak culun ini ikut penelitian gila ini? Wajah Hari menunduk. Aku paham, dia tak tega melihat keadaanku.

“Oke, tolonglah… buka ikatan ini. Oke deh, tolonglah… aku turuti deh kamu meneliti apapun, tapi tolong buka ikatan ini. Swear… aku udah sakit nih” Kali ini suaraku kubuat selemah mungkin dan dengan nada memelas.

“Har, kamu kan anak baik. Tolong lepasin aku yaa, tanganku dah kesemutan neh” Ucapku memohon pada Hari. Lumayan berhasil usahaku kali ini. Hari menatapku tak tega, dia meletakkan buku tulisnya dan mendekatiku.

“Eittss… mau apa kamu Har?” Wahyu kaget

“Hmmm… mau buka ikatan Fifi, kasian dia Yu.”

“Nggak boleh! Kita dah sepakat. Pokoknya sampai penelitian ini berhasil!”

“Iya Yuk, buka aja. Kasian Fifi,” ujar Ridwan. ‘Yesss!’ pekikku dalam hati.

“Nggak! Ayooo kita mulai…” Suara Wahyu. Kurang ajar tuh Wahyu. Awas ya, walau badanmu gede, aku nggak takutlah ama kamu.

“Trus gimana?” Deni bingung

“Ya kocok lagi lah!” Wahyu mulai emosi.

“Kamu aja Yuk, aku ogah megang kontol orang.” Ridwan menyahut.

“Eh, emangnya aku juga seneng ngocok kontolnya Fifi! Gini saja, semua deh ngocok kontolnya Fifi biar cepet muncrat. Termasuk kamu Har, jangan bengong saja.”

“Aa.. aku juga? Nggak deh, geli aku” Hari menunjukkan wajah bloonnya. ‘Yess! Mereka mulai bertengkar’ sorakku dalam hati.

“Nggak!” Wahyu membentak.

“Oke, gini aja deh. Lepasin, biar aku ngocok sendiri, aku sering ngocok kok.” Ujarku menyakinkan.

“Hahahhaha… jangan nipu aku Fi, mana mungkinlah cowok seserius kamu sering ngocok hehehehe. Udah deh, ayo kita mulai.” Aku lemas sudah, kurasakan tangan Wahyu yang berlumuran ludahnya mulai memegang batang kontolku. Akhhh… dia mulai mengelus dan mengusap pelan.

Kuakui deh, Wahyu memang jago dalam memperlakukan kontol. Mahirrr, hingga dalam waktu tak lama tubuhku merinding dan kontolku mulai mengembang. Akhhhh, andai ini di remas oleh Dita cewekku, pastilah aku sudah mengerang keras.

“Woi! Cepetan bantu, jangan nonton saja!” Wahyu emosi.

“Hah, bantu gimana?” Ridwan bingung.

“Oke deh… Ridwan kamu elus-elus bolanya, Deni bagian kepala kontol, dan kamu Har… kamu elus-elus mulai dari puser sampai jembutnya Fifi. Cepetan ayooo… di elus saja biar cepet muncrat pejuhnya.”

Tak ada yang bisa kulakukan selain berdiam diri sambil memejamkan mata. Dalam bathin aku tak munafik, AKU MENIKMATI PERMAINAN INI! Elusan empat tangan temenku tepat berada di area sensitifku, apalagi tangan Ridwan yang mulai mengelus ‘bola kejantananku’ sampai dengan celah antara anus dan kemaluan. Akhh, aku benar-benar merinding dibuatnya. Bahkan Hari yang kelihatan culunpun dengan jari gemetar mengelus-elus jembutku. Akhhhh, Aku ingin terpekik, atau teriak!

Pantatku secara reflek bergoyang mengimbangi elusan jemari mereka. Aku benar-benar menikmatinya, Serasa ada ribuan jemari yang menyentuh titik syaraf birahiku. Membuatku melayang hingga entah kemana. Dan aku yakin kontolku sangat-sangat keras digenggaman tangan Wahyu.

“Nnggghh…” Tanpa sadar mengerang.

“Enak kannn…” bisik wahyu mengejekku. Aku tak peduli lagi. Tubuhku kelojotan mengimbangi permainan mereka. Pantatku terangkat dan bergetar.

“Aaaaahh…” Orgasmeku datang dengan luar biasa diiringi kocokan wahyu yang cepat di batang kontolku. 

Kurasakan muncratan pertama spermaku tepat di dadaku, lalu di daguku, ketiga di kening dan pipiku, keempat di perutku, dan terus menerus seolah tanpa henti. Akhhh… lemas sudah seluruh sendi tulangku. Ini adalah orgasme terhebat sepanjang sejarah hidupku. Aku masih terpejam, lemas sudah.

“Har, dah kau hitung berapa kali muncratan pejuhnya? Catat!” Wahyu memberi intruksi.

“Oke.” Hari bersuara. Dalam hati aku ingin tertawa terbahak. Ini penelitian apa to? Ampe muncrat saja dihitung? Gila semua neh anak.

“Oke, ambil minstar lagi. Kita ukur jarak muncratan pejuh terjauh dari batang kontol woww, ini ampe kening, gila men…”

“Hahahhahahhahah…’ Kali ini tawaku meledak, 
“Hey… ini penelitian konyol apa hah?” aku menjerit masih sambil terpejam. Benar-benar konyol.

---[6]---
Akhirnya penelitian konyol selesai juga, akhhh… lega sudah. Kedua tanganku di lepas setelah sebelumnya bagian tubuhku yang belepotan sperma dibersihkan pakai tissue, dan ada syarat sebelum aku di lepas, aku nggak boleh membalas dengan segala bentuk kekerasan.

Entahlah, setelah tadi aku orgasme, semua emosi yang tadinya aku ledakkan luruh sudah. Aku hanya nurut saja permintaan Wahyu, seperti terhipnotis. Mungkin inilah dampak dari orgasme yang hebat.

Aku duduk lemas di sisi ranjang, semua tulangku rasanya seperti di lolos satu persatu. Kuamati satu persatu temanku. Hahahhahaha… geli juga sama anak-anak konyol ini. Mereka masih meneruskan penelitian konyol ini. Aku cuma bilang ke mereka “Terserah kalian lah, mau terusin atau tidak kegiatan konyol ini, yang penting aku nggak ikut campur lagi.”

“Oke… nggak pa pa, tapi makasih kamu dah mau jadi obyek penelitian ini,” dan setiap dengar kata ‘penelitian’ dari dia, rasanya aku ingin terbahak. Sok ilmiah banget. Cuma ngukur kontol saja pakai kata penelitian, hahahaha.

Prosedurnya sama persis dengan yang dilakukan padaku, cuma mereka atas kesediaan sendiri. Pertama, Wahyu. Dia memelorotkan celananya. Hmmm… gila deh. Aku Cuma mengamatinya sambil tersenyum geli, seperti anak-anak playgroup yang sedang pamer kelaminnya di depan temannya.  Fisik wahyu sebenarnya hampir sama denganku, walau tubuhnya lebih kecil dariku, tapi kulihat dia lebih kekar. Mungkin juga Wahyu mulai fitness, aku tak tahu, karena sebenarnya aku kurang begitu akrab dengan ke empat cowok ini. Dan diukurlah kontol Wahyu dengan seksama. Kontol yang menurutku sangat kecil, mengingat aku sering melihat sendiri kontolku. Hhhmmmm… 5,5 cm. Wajah wahyu sedikit berbinar ketika kontolnya yang udah tegang 12 cm, akhhh… aku geli. Kemudian dia mulai mengocok. Gila! gaya ngocoknya sok banget. Wajahnya menengadah sambil terpejam dan terakhir di hitung, diukur ‘jarak’nya. Hahhahahah…ini sih gokil.

Kemudian Ridwan. Nggak ada yang istimewa sih menurutku. Cuma memang kontolnya lebih kecil, jembutnya juga masih sedemikian jarang hahhaha. Akhh napa sih aku jadi ikut ngamatin!

Si Deni juga biasa. Saat lemas, kontolnya sama dengan Ridwan, cuma 4 cm, hihihi. Saat tegang juga cuma sepuluhan centi. Uhhh…. aku ini harus bangga atau gimana ya?

Dan yang paling gokil, terakhir dengan si culun Hari. Anak ini benar-benar anak banget. Dia bener-bener nggak tahu apa-apa tentang seks. Bahkan dia sering melotot mengamati sperma dan seolah tak percaya itu keluar dari titit. Aku cuma duduk sambil tersenyum geli melihat Hari, dia sempat berontak tak mau. Tapi toh dengan ‘keperkasaan’ Wahyu, Hari berhasil dilumpuhkan. Kedua kakinya berhasil di duduki dan celananya dengan cepat di buka. Sambil tersenyum geli si Ridwan mengukur, hihihihi. Nggak bermaksud melecehkan, tapi cuma 2 cm lebih dikit, dan saat tegang cuma 7 cm, hahahha. Akhhh… Hari sebenarnya sudah nampak tanda-tanda sebagai lelaki. Jembutnya sudah lumayan tebal, sehingga penisnya kecil tertutup rimbunnya jembut. Hari menjerit saat orgasme. Yang kulihat tubuhnya mengejan dan bergetar hebat. Aku paham, ini pertama kalinya dia mengeluarkan mani (mungkin).

Akhhhh… akhirnya selesai sudah ‘penelitian’ gila ini. Dan catatan hasil ‘penelitian’ dibaca oleh Hari. Aku cuma tersenyum simpul saja, geli ingin tertawa.

“Hey Fi, jangan seneng dulu ya kamu. Kamu tuh nggak normal sebagai orang Indonesia lho” Wahyu melirikku,

“Lho, kok nggak normal? Biasalah, cuma 18 cm, itu biasa bro” aku berkilah

“Hehehehe… kamu umur berapa hayo? Menurut teori, pertumbuhan kontol laki-laki sampai dengan umur 18 maksimal 20 tahun. Sekarang kamu umur belum ada enambelas, berarti kontolmu masih bisa teruuuussss tumbuh dan tambah panjang. Gila kan?” Glek! Aku menelan ludah.

“Dan Fi, rata-rata panjang kontol orang Indonesia katanya 12-16 cm. Coba Har, kamu hitung deh kira-kira panjang kontol Fifi diusia 20 tahun besok berapa, dengan rumus perbandingan kontolku. Gini, tadi panjang kontolku saat tegang berapa Har?” Hari melihat catatan,

“Dua belas” jawab Hari lirih.

“Nah, andai besok panjang kontolku diusia 20 tahun 16 cm, kira-kira panjang kontol Fifi berapa Har?” Hari langsung sibuk dengan dengan rumus perbandingannya. Semua diam menunggu, termasuk aku. Kuakui Hari, walau culun begitu dia jago matematika dan fisika di kelasku.

“Hmmm begini, jadi sampai dengan usia 20-an tahun peningkatan panjang penis kemungkinan tiga puluh persen. Nah, berarti penambahan panjang penisnya Fifi kurang lebih 6 cm, maka kemungkinan Fifi di usia 20-an tahun memiliki panjang penis 24 cm”

“Wow” ketiga temenku melotot, aku juga kaget. Panjang banget!

“Dan Fi, tahu nggak, kalau kamu laporan ke Jaya Suprana, kamu akan masuk museum muri lho, dengan julukan cowok dengan kontol terpanjang di Indonesia. Wah… wah… wah… gila.”

“Hahahahahha” Deni dan Ridwan tertawa.

“Akhhh… lagian kalau punya kontol sepanjang itu trus napa?” aku masih terus berkilah.

“Fi, Fi, kamu tuh ya. Kamu pacarnya kan Dita to? Konon katanya yang udah ngerasain dan melihat langsung, cewek berbibir tebal itu katanya memeknya juga lebar, gede dan hangat, dan cewek berbibir tipis, hhhmmm katanya sih, memeknya kecil sempit dan seret… woww. Tahu nggak, cewekmu kan bibirnya tipis, bisa masuk rumah sakit tuh Dita pas malam pertama di tembus rudalmu hahahhaha” Aku tersenyum masam. Masuk akal juga. Akhhh… ternyata punya kontol panjang ada juga nggak enaknya.

“Akhhh Yuk, nggak mungkin lah. Katanya memek itu kan saat cewek terangsang mengeluarkan pelumas, jadi kalau cuma di tembus kontol nggak pa pa lah. Kalau cuma keluar darah, itu kan normal.” aku berkilah lagi. Gila neh, bisa-bisanya diskusi ngawur tentang seks. Untung aku sering baca-baca tentang seks.

“Ehh, kamu kenal to si Habib tetanggaku yang arab itu. Dulu pas habis malam pertama istrinya masuk ICU lho. Swear ini beneran! Kalau nggak percaya, tanya aja langsung ke dia. Isunya, istrinya mengalami pendarahan hebat saat ditembus rudalnya Habib yang besar dan mengalami infeksi, dan tahu nggak, akhirnya sampai meninggal lho.” Glek! Sekali lagi aku tertegun. Aku ngeri membayangkan memeknya Dita saat di tembus kontolku. Oh Tuhaannn, aku mohon kepadamu, tolong pendekkanlah kontolku.

“Hiiiiii…. alhamdulillah ya, kontolku pendek” Hari nyeletuk.

“Hahahhaha… kamu sih bukan pendek lagi. Besok Har, kalau malam pertama, istrimu di tanggung nggak akan keluar darah, kecuali nembusnya pakai jarimu hahhahahahah”

“Hahahhahahahha…” Ridwan dan Deni ikut tertawa terbahak. Hari seperti biasa bersungut-sungut jengkel. Dan aku masih terdiam dan syok dengan cerita tentang istrinya Habib.

---[7]---
Pembahasan hasil observasi gila berlanjut. Tapi aku tak lagi begitu minat untuk mengikutinya. Tubuhku melorot dan meringkuk membelakangi ke empat temenku yang sedang ‘diskusi’. Kuambil selimut dan bermaksud kembali tidur. Kupejamkan mataku bermaksud untuk kembali tidur. Susah! Kejadian tadi bagaikan mimpi, lebih tepatnya mimpi buruk. Aku berusaha melupakan kejadian tadi, tapi tak bisa dan bener-bener tak bisa. Seluruh sel syaraf otakku di penuhi ukuran-ukuran kontol dan resikonya.

Ternyata punya kontol panjang banyak nggak enaknya juga. Selama ini aku begitu bangga punya kontol yang lumayan panjang. Aku paham, sebagai keturunan arab, tentu punya kontol yang beda dengan kontol asli orang Indonesia. Tapi sungguh aku tak mengira punya kontol panjang di Indonesia resikonya sedemikian besar. Contohnya mas habib yang keturunan arab itu.

Sebenarnya aku sudah pernah dengar issue tentang ‘malam pertama berdarah’nya Mas Habib. Dalam issuenya, kontol Mas Habib katanya sih mencapai 25 cm. Dia beristri orang Indonesia yang bertubuh kecil. Dan pada kenyataannya jika nanti aku dewasa, panjang kontolku juga akan menyamai panjang kontol Mas Habib. Bisakah vagina Dita menerimanya? Aku benar-benar ketakutan! Dalam hati, sungguh aku ingin kontol yang wajar saja, yang tidak mengerikan, yang tidak menyiksa istriku kelak, dan yang tidak menyakitkan apalagi membunuh. Akhh…

“Trus kesimpulannya gimana Har berdasar hasil perhitunganmu tentang jarak pejuh dan panjang kontol?” suara Deni bertanya pada Hari. Gila! Udah jam sebelas malam masih saja diskusi tentang kontol.

“Hmmm bentar, berdasar hasil perhitunganku dengan rumus korelasi, kayaknya nggak terbukti tuh.”

“Maksudmu?” tanya Wahyu dengan nada pengin tahu. Gila! Hari mau-maunya ngitung-ngitung gituan, apalagi sampai pakai rumus korelasi segala. Aku sedikit tahu tentang korelasi ketika dulu aku bantu kakakku ‘Mas Rizal’ mengerjakan skripsinya.

“Hmmm gini ya, ya nggak terbukti. Maksudku gini, panjang pendeknya sebuah penis tak terbukti mempengaruhi panjang pendeknya lompatan air mani.”

“Kok bisa ya? Aku pikir kalau kontolnya panjang, maka pejuhnya juga melompat jauhh…” Ridwan berusaha menyanggah.

“Iya Har, coba hitung lagi. Kayaknya hasil perhitunganmu nggak akurat Har” Wahyu masih ngeyel.

“Udah kuhitung lah. Coba, kalian kan tadi lihat sendiri to, jarak pejuh kalian dengan milikku tadi hampir sama to? Bahkan jarak pejuhku lebih jauh dikit dibanding milik Deni. Kecuali milik si Fifi tuh, emang spesial.”

“Hehehehehe….iya. Miliknya Fifi memang bikin kacau, karena serba nggak sama dengan kita.”

“Hahahhahahha… biasa lah keturunan onta hahahah” Ridwan tertawa. Dengar kata onta aku langsung bangun

“Woiii! Kamu bilang apa Wan? Onta?” aku berlagak emosi. Ridwan melotot kaget, mungkin dia nggak mengira aku masih terjaga. Aku langsung melompat dan menindih tubuhnya. Ketiga temenku terbahak-bahak. Ridwan yang kutindih langsung tersengal-sengal.

“Lepasin… lepasin Fiii. Aduh Fiii… bisa mati aku, jangan perkosa aku Fiii…” Ridwan tersengal-sengal memohon. Dan aku menyeringai geram.

“Hahhahaha… rasain!” Wahyu berteriak.

---[8]---
Kami kembali duduk melingkar sambil mendengarkan penjelasan Hari. Yah, aku sendiri nggak ada gunanya berbaring, toh tak mungkin bisa tidur sambil mendengarkan ‘diskusi’ mereka.

“Inti dari penelitian ini adalah, begini: Pertama, tidak ada hubungan antara panjang penis dengan tinggi badan seseorang. Kedua, tidak ada hubungan antara jarak pancaran air mani dengan panjang pendeknya penis. Ketiga, tidak ada hubungan antara banyak sedikitnya air mani dengan panjang pendeknya penis, ini hasil akhir dari perhitungan data-data hasil penelitian kita malam ini.” Hari memberikan penjelasan dengan gamblang. Kami terdiam sesaat, saling berpandangan dengan wajah bingung.

“Lho, kok bisa semua tak ada hubungannya? Pasti kamu salah ngitung menn…” Wahyu protes.

“Yuk, aku sudah menghitung dengan benar, semua data-data kita sudah saya masukkan kok.” Aku memandang Wahyu dengan marah.

“Lho, kalau semua tak ada hubungannya, trus apa gunanya penelitian ini?” tanyaku geram.

‘Yah, namanya saja penelitian Fi, ya untuk membuktikanlah ada tidak hubungannya, gitu.”

“Trus kalian enak-enakan jawab begitu. Bagaimana dengan aku hah? Aku diikat gitu, gila! Penelitian gila!” aku benar-benar marah. Semua saling berpandangan.

“Tadi kan udah aku jelaskan Fii alasan kenapa kamu kami ikat. Tadi kan dah aku jelasin.” Wahyu menjawab.

“Lha, sebenarnya kalau cuma penelitian gini, aku nggak perlu di iket. Nggak ada aku juga nggak pa pa kok.”

“Weee… enak saja. Kamu tuh penting, paling tidak untuk membandingkan antara kontol pribumi dengan kontol keturunan kayak kamu.”

“Dan kenyataannya? Nggak ada hubungannya to?” Aku masih emosi.

“Maaf” Hari menengahi. Kami semua memandang Hari.

“Kalau soal panjang dihubungkan dengan ras seseorang, kesimpulan sementara, ini sementara lho. Ada hubungan kok, ras seperti kamu Fi yang dari arab punya penis lebih panjang dibanding ras Asia seperti kita. Tapi ini hanya sementara, soalnya kita kan kekurangan sampel to.”

“Tuh kan?” wajah Wahyu berbinar.

“Tetep saja, ini penelitian nggak penting banget. Cenderung melecehkan malah, sampai aku diiket segala. Boleh tahu yang punya ide ngadain ini siapa?”

“Wahyu…” Hari menunjuk.

“Iya Wahyu.” suara Deni dan Ridwan serentak. Wahyu melotot.

“Nggak, bukan.. bukann… kita bersama kok.” Wahyu mengelak. Kupandang Wahyu dengan geram. Inilah saat balas dendam!

“Oke. Gimana kalau sekarang wahyu kita kocok lagi, harus diikat seperti aku tadi!”

“What! Nggak, enak saja. Aku kan bisa ngocok sendiri!” Wahyu masih berkelit. Aku, Ridwan, Deni dan Hari saling berpandangan. Wahyu kulihat wajahnya panik dan mulai beringsut. Aku tersenyum jahat, dan tanpa aba-aba keempat tubuh telah menerjang wahyu yang tak sempat lagi mengelak.

“Ambil syal. Cepet kita ikat.” Aku menindih tubuh Wahyu sambil menyeringai puas.

“Woiiiii… woiii… awas kamu!”

“Hahahhaha rasin pembalasanku!” Dengan cepat Ridwan dan Deni telah mengikat lengan Wahyu keatas di batas ranjang. Kulihat Wahyu meronta.

“Ayoooo…. cepet kita beraksiii…” aku terkekeh senang.

“Woiii… ampunnnn… ” Wahyu menggelinjang. Dengan cepat kami membuka paksa celananya dan terpampanglah kontol Wahyu yang masih lemas terkulai di atas bantalan jembutnya.

“Woiiiii… mau apa lagi?!” Wahyu berteriak. Aku mengambil nafas panjang penuh kemenangan.

“Ayooo, kita kocok rame-rame sampai pagi, teman…” Aku mengerling pada Ridwan, Deni, dan Hari. Wahyu melotot, ketiga temanku tersenyum jahat. Seumur hidup belum pernah aku memegang kontol milik orang lain. Rasanya aneh, kenyal dan hangat. Kukocok pelan kontolnya Wahyu. Ketiga temenku juga bantu mengelus-elus. Kulihat Wahyu kelojotan sambil teriak-teriak.

“Udaaahhhh… Gila kalian… Udah, aku kan baru saja keluar. Udahhhh… udah… ngiluuuu…” Wahyu menjerit, dan aku terus mengocok kontolnya. Puaaaassss……










Bersambung




-------] #berpedang [-------
Uploaded Contact: -
Source: boyzforum.com

Kalo udah dibaca, komentarin lah.  Boleh juga bagi-bagi info/pengalaman kamu di sini. Biar blognya rame n rajin di update.


Kritik dan saran bisa dikirim lewat

-------] Thank’s for reading [-------

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar