Title: Cowok Rasa Apel (3)
Author: tommylovezacky
Submitted: 17 Desember 2011
Disclaimer: Cerita dari Teman
Rate: M
Length: Chaptered
WARNING!
Typo.
menXmen.
Gambar bukan milik saya, hanya untuk membantu imajinasi pembaca dan diambil dari website.
Segala bentuk efek samping yang ditimbulkan cerita ini adalah tanggung jawab pembaca!
Cerita ini ditulis oleh seorang penulis dengan nama noel solitude, terima kasih karena telah memberi ijin cerita ini dimuat di blog ini. *tommylovezacky’s blog
-------] @bluexavier69 [-------
... .. Denis atau Erik? .. ...
Bertengkar karena urusan sepele, saling ledek, saling ejek, begitulah aku sama Denis. Ternyata hubungan seperti itu masih tetap bertahan antara aku dengan dia. Yaahh, dalam hal ‘nggak akur’ masih nggak jauh beda dengan jaman kami kecil. Bedanya, sekarang kami sudah besar dan apa yang kami pikirkan, rasakan, dan pertimbangkan, jauh lebih luas. Pertengkaran ya cuma pertengkaran. Bersamaan dengan itu kami belajar saling mengerti satu sama lain, dan aku bisa katakan bahwa… sebenarnya kami sangat akrab.
Kedatangannya bukan bencana yang seserius yang aku pikirkan sebelumnya. Saat itu aku memang masih dipenuhi prasangka, masih dilekati persepsiku tentang betapa nggak akurnya kami sejak kecil. Mungkin aku berpikir sedangkal itu karena terlalu kaget juga sama kedatangannya yang sangat nggak kuduga. Sekarang? Aku cuma menyimpulkan bahwa prasangkaku memang sangat lebay! Aku rasa aku tetap bisa menikmati masa liburanku selama tiga minggu ini dengan nyaman meski ada Denis.
Malah kalau aku kembali pada satu titik penting soal Denis, kayaknya dia malah bisa jadi bumbu yang bagus buat masa liburanku ini. Apa lagi kalau bukan menyangkut dirinya yang… ehemmm… gimana ya…? Dirinya yang…
Aku sampai betah memandanginya waktu dia nggak pakai baju! Itu maksudku!
Sudah tiga hari Denis di sini. Beberapa kali tiap pagi atau sore, aku ngeliat Denis selalu keluar dari kamar mandi tanpa baju. Sudah pasti aku curi-curi lihat. Dan kayaknya aku belum bosan. Hehehe…
Sekali lagi, bukan berarti pula aku punya maksud terselubung buat memuji diri sendiri dengan cara memuji adik kembarku. Jujur aja, aku nggak ngerasa sedang menatap cermin waktu aku ngeliat dia. Semirip apapun kami, aku sangat tahu kalau kami berbeda. Kami bukan orang yang sama. Dia adalah… sodara yang mulai aku senangi…
Aku senang. Tapi… aku nggak bilang kalau aku horny! Dia itu sodaraku sendiri, masa aku mau nafsu sama dia?! Jadi gay aja udah banyak yang menghujat, apalagi kalau masih ditambah incest! Aku rasa aku cuma senang aja punya sodara yang enak dipandang di mataku. Sebagai cowok yang suka memperhatikan penampilan, terutama ke sesama cowok, menurutku Denis punya nilai yang bagus. Kayaknya itu juga membantuku untuk cepat menerima keberadaan dia di rumah ini, apalagi di kamarku, terlepas dari tabiatnya yang berantakan. Sesimpel itu, atau serumit itu, pokoknya begitulah kondisinya.
Soal cinta, cowok yang melekat dalam harapanku masih tetap… ERIK!
Aku masih tetap ngasih Erik nilai di atas semua cowok yang aku kenal, dalam hal pesona fisik yang bisa bikin jantungku berdebar dan kadang memancing otakku buat membayangkan hal-hal yang nakal. Ya, nakal! Aku ngerti mungkin pikiranku itu bisa dianggap ‘nggak sopan’. Tapi masa sih ada orang yang jatuh cinta tanpa punya unsur nafsu sedikitpun? Dan aku adalah COWOK, yang secara mental lebih berani dibanding cewek buat ngebayangin hal-hal yang bisa dikatakan ‘liar’. Yaaahhh, seperti wajarnya cowok yang sedang dalam masa pertumbuhan. Hehehe…
Aku masih memikirkannya, masih memendam rasa, masih berharap, masih suka membayangkan kira-kira sedang apa dia sekarang, apa yang sedang dia rasakan, apa yang sedang dia pikirkan. Dan aku nggak mendapat jawaban apa-apa, selain bisikan dalam angan-anganku sendiri. Satu-satunya yang bisa menjadi tempatku mengintip adalah…
Facebook-nya! Kemarin aku sempat membukanya tapi belum ada status baru darinya. Huhhh… Status terakhir yang aku baca darinya adalah status yang akhirnya dia ‘delete’ itu. Mungkin hari ini udah ada yang baru?
Oke, aku akan membukanya lagi!
Kunyalakan laptopku. Dan ONLINE! Aku ‘log in’ ke FB-ku, lalu segera loncat ke FB-nya Erik… Dan kabar Erik hari ini adalah…
APAAA…?!!
HARI INI ERIK ULANG TAHUNNNN…?!! :shock:
Kubaca ucapan-ucapan yang mengalir deras di wall-nya! Semuanya ucapan ulang tahun! Sial…!!! Aku akan jadi pemberi ucapan di urutan ke berapa nih?!! Ya Tuhannn… Kok aku bisa nggak tahu sih sejak kemarin…? Aku ini penggemar sejatinya! Orang yang jatuh cinta sama dia tapi hari ulang tahunnya aku bisa lupa…?!! DAMN…!!! Menyedihkan…!!!
Tapi… gimana lagi…? :cry:
Udah telanjur…! Aku tetap harus ngasih ucapan selamat, biarpun bukan yang pertama!
“Happy birthday… God bless u with all the good things for your growing age! Be more in all of goodness…!”
Kuketik kiriman ucapan ulang tahunku dengan semangat. Dan… KIRIM…!
Lho…?
Kok nggak bisa terkirim? Kok gini…?
Coba sekali lagi!
O my gosh…! Tetap NGGAK BISA TERKIRIM!!! Kenapa ini…? Facebook lagi error atau…? :o
Nggak… kayaknya bukan Facebook-nya! Barusan ada ucapan selamat yang terkirim lagi dari teman Erik, baru semenit yang lalu! Kenapa kirimanku nggak bisa terkirim…? Apa… oh ya Tuhan, semoga enggak! Semoga bukan karena aksesku diblok sama Erik! Masa dia harus sampai segitunya…???!!!
Ini makin menyedihkan. Kalau memang aku diblok, mungkin Erik cuma ingin mengantisipasi kejadian yang seperti kemarin itu… Kalau memang begitu, mungkin aku masih bisa ngirim ucapan selamat lewat pesan inbox kan? Nggak akan ada orang lain tahu jadi Erik harusnya juga nggak perlu kuatir…
Tapi…
Dimas, apa kamu cukup gitu aja ngasih ucapan? Cuma ucapan? Penggemar dan pecinta, tapi cuma ngasih ucapan? Nggak ngasih kado…?! Oh, damn!!! Jelas aku harus ngasih kado!!! HARUS!!! Jadi mungkin… aku sebenarnya nggak perlu ngasih ucapan lewat Facebook… Kenapa nggak ngucapin aja langsung ke orangnya sekaligus ngasih kado? ITU LEBIH MANISSS…!!!
YESSS…! Aku harus nyiapin kado. Sekarang juga…!!!
Ehhh… Tapi…? Memangnya aku punya duit…?
Huaaaa…!!!
Kenapa nasib baik selalu nggak berpihak padaku di saat-saat penting kayak gini…?!! Aku nggak punya duittt…!!! Gimana ini…??!!!
Tuhan, pleaseeee… kasih petunjukmu…!
:cry:
“Hayooo… Buka apaan tuh?!!” tiba-tiba Denis ngagetin aku.
“Apaan sih? Ikut campur aja…!!!” tukasku.
“Buka Facebook ya? Add punya gue dong…!”
“Ogah! Ngapain? Main sana gih, jangan ganggu aku dulu…!” tepisku ngusir Denis.
“Main apaan? Nggak ada yang bisa buat main! PS nggak ada, film nggak ada, bingung gue…!”
“Main sabun aja sana…!”
“Ehhh…! Lu ngeres banget bawaannya…?!!” sungut Denis sambil menyikutku. Ujung-ujungnya dia terjun ke kasur. Tidur. Huhhh…! Dasar pemalas…!
Ehhh… Bentar… Aku ada ide…! Hehehe… Segera aku ‘log out’ dari Facebook. Laptop, ‘shutdown’…!
Terus… Ideku adalah…
Aku mendekat ke Denis yang sedang tiduran.
“Den, pinjem duit dong…”
Denis langsung berpaling memandangiku. Lalu tawanya meledak! “Ahahahaha…!!! Dasar belagu lu! Sok sengak sama gue…! Sekarang mau pinjem duit sama gue… Ogah!!!”
“Please… aku lagi bingung nih… Nanti aku pinjemin film…!” aku mulai merengek.
“Nggak mau…!” adik kembarku itu malah meringkuk nyembunyiin mukanya ke guling.
Bikin geregetan nih lama-lama! Sekarang dia jadi sok di depanku, merasa dibutuhkan!!! Kayaknya dia maksa aku buat ngeluarin jurusku yang ini…
“Ayo dong, pinjemin duit…!!!” aku memeluk Denis erat-erat sambil gelitikin dia.
“Aaahhhh… Reseh lu aah…!!! Nggak mau, nggak mau! Lepasin nggak?!!!” Denis meronta sambil marah-marah.
“Aku janji nggak akan jahat lagi sama kamu… Aku nggak akan usil lagi sama kamu…”
“NGGAKKK…!!!”
“Pleaseee…!!!”
Mengemis dan mengiba, tapi sambil gulat di atas tempat tidur. Lama-lama Denis mulai nggak tahan juga…
“Emang mau buat apa?!” tanya Denis berlagak sok galak, kayak emak-emak yang mau ngasih duit ke anaknya tapi pakai berbelit-belit dulu.
“Aku mau beli kado buat temen. Aku nggak ada duit…!” jelasku pura-pura memelas.
“Masa nggak ada duit sama sekali?!” Denis berlagak ngomel.
“Kan jatah jajanku udah dirapel buat piknik ke Bali… Limapuluh ribu aja deh…” aku menarik-narik kaos Denis.
Adikku itu dengan cemberut akhirnya merogoh dompetnya. Asyikkk…! Tuh kan, dapat pinjaman…! Hehehe…
“Nih!” sodor Denis, selembar limapuluh ribuan.
“Yes! Makasih yaaa… Sini aku peluk…!!!”
“Ogah, ogah…!” Denis langsung siap ngacir.
Hahaha…!!! Aku menang! Merendahkan martabat sebentar, mengemis-ngemis sejenak, sekarang dapat kan duitnya?! Hehehe… Yang penting aku bisa beli kado buat Erik! Aku langsung semangat. Ambil jaket, siap-siap cabut beli kado buat cowok pujaanku!
“Aku beli kado dulu ya, say…” pamitku ke Denis dengan gaya lebay.
Selanjutnya, nggak peduli lagi sama Denis! Aku langsung meluncur keluar dari kamarku penuh semangat…! Di ruang tamu aku berpapasan dengan Papa yang habis pulang kantor. Papa lagi duduk-duduk sambil minum kopi.
“Ee… Mau kemana? Buru-buru amat?” sapa Papa.
“Mau keluar bentar, Pa…”
“Eh, tadi pagi Papa titipin uang jajan ke Denis. Udah dikasih?”
“Hah…?!!” aku terperanjat kaget. “Uang jajan? Buat aku?”
“Iya. Limapuluh ribu, Papa titipin ke Denis. Habisnya tadi kamu masih tidur…” ujar Papa santai sambil mencicip kopinya.
Uang jajanku limapuluh ribu dititipin ke Denis…?!! Aaarrggghhhh…!!! Kampreetttt!!! Jadi yang dikasih Denis tadi sebenarnya memang duitku?!! Minta dihajar tuh anak!!!
Aku langsung balik naik lagi ke kamarku. Geraaaamm!!! Bisa-bisanya aku mengemis duitku sendiri ke Denis yang nyebelin itu…!
“Denissss!!! Dasar tukang kibul!!!” teriakku mencak-mencak.
“Weeee… Gue ngibul apaan?” Denis mau mengelak.
“Tadi yang kamu kasih memang duitku dari Papa kan?! Ngaku!!!”
“Lho, gue kan nggak bilang itu duit gue…!”
“Nggak usah alesan, sini…!!!”
Aku ancang-ancang mau menangkap Denis. Entah mau aku apain, mungkin ngasih dia smackdown!!! Denis cekikikan sambil kabur meloloskan diri keluar kamar.
“Awas nanti!!!” kecamku.
Sodara kembar sialaaannnn…!!!
:evil: :evil: :evil:
... .. Aku Memberinya Apel .. ...
Aku mengamati, memilih-milih dengan bingung. Mungkin ribuan CD yang harus kuhadapi untuk kupilih salah satu. Buat kado ultah Erik! Harganya itu yang bikin megap-megap, CD original harganya di atas 50 ribu semua! Mau beli bajakan, tengsin lahhh…!!! Buat kado spesial masa bajakan?!!
Akhirnya aku hanya bisa berkutat di produk diskon, ngobok-ngobok keranjang yang isinya CD diskonan. Yang aku tahu Erik sukanya lagu-lagu pop yang agak-agak jazzy gitu. Tapi berhubung aku cuma mampu beli yang di-diskon, kayaknya nggak ada pilihan yang bagus! Yang di-diskon kebanyakan album-album lama sama kompilasi yang udah basi.
Aku sampai lama mengorek isi keranjang CD diskonan. Akhirnya… kayaknya aku dapat album yang lumayan. Ketemu satu album dari David Foster. Dia artis jazz kan? Kayaknya ini yang cocok nih! Biar kayaknya album lama juga, tapi nggak apa-apalah. Biarpun aku nggak gitu ngerti lagu-lagunya, tapi aku tahu dia artis legendaris. Biarpun harganya murah tapi kualitasnya pasti tetap berkelas! Lumayan, cuma 39 ribu.
Aku pergi ke kasir. Sekilas aku membaca tulisan yang ada di papan kecil dekat kasir, rupanya di sini juga menyediakan jasa bungkus kado…
“Kalo bungkus kadonya sekalian berapa, Mbak?” aku langsung nanya ke si Mbak yang jaga di kasir.
“Tergantung kertas kado sama variasinya, ada sample-nya kok. Tapi CD-nya dibayar di sini dulu, Mas…” jawab si Mbak ramah.
“Ooo…” gumamku. Kusodorkan CD yang mau kubeli. Sekalian duit limapuluh ribu.
“Kalo mau lihat contoh model kadonya, silakan ke meja yang sebelah sana, Mas…” jelas si Mbak sambil ngasih kantong plastik berisi CD yang kubeli, plus duit kembalian.
“Oke, makasih…” sahutku.
Lalu aku menuju ke meja yang ditunjuk si Mbak penjaga kasir tadi. Di meja yang kayaknya memang khusus buat melayani kado aku disambut sama staff yang lain. Mbak-mbak juga.
“Mau dibungkus, Mas, CD-nya?”
“Iya, tapi aku lihat harganya dulu bisa nggak, Mbak?” tanyaku, rada cemas jangan-jangan biaya bungkus kadonya mahal!
Si Mbak segera nyodorin sebuah booklet. “Ada yang lima ribu, tujuh ribu, yang paling bagus 10 ribu, tapi nunggunya agak lama dikit!” jelas si Mbak.
Aku melihati gambar-gambar model bungkusan kado di booklet itu.
“Buat ceweknya ya, Mas…?” celetuk si Mbak tiba-tiba. Dia senyum-senyum aneh padaku.
“Nggak kok…” jawabku rada rikuh. Tatapan si Mbak ini aneh!
“Ahhh… Buat ceweknya pasti…!” si Mbak malah ngeyel. Kok genit gini sih?!
“Tahu dari mana?” aku ladenin dengan cuek aja.
“Ya tahu lah… Kan CD itu romantis kalo dijadiin kado, Mas… Apalagi David Foster kan lagunya kebanyakan love songs…” cerocos si Mbak dengan gaya ganjen. “Bagus deh selera Mas, pasti senang nih ceweknya…”
Aku diam aja. Cuek. Si Mbak ini kalau niatnya ramah tamah sama konsumen udah rada kelewatan. Masa harus ngungkit-ungkit soal ‘cewek’ku segala? Kalau aku bilang sekalian orang yang aku sukai adalah COWOK mungkin bakal keselek dia sama lidahnya sendiri! Nggak bakal nyerocos lagi dia! :evil:
“Bentuknya yang model ini aja, Mbak. Kertasnya yang warna merah… Yang lima ribuan aja…” akhirnya kutentukan pilihanku. Yang paling murah aja, duit mepet! Warna kertasnya aku pilih yang merah saga, kesannya paling elegan buat harga termurah.
“Oke…” sahut si Mbak, lagi-lagi tersenyum ganjen.
Apa aku ge’er kalau menduga si Mbak ini suka sama aku? Habisnya tingkahnya kegenitan gitu! Alaahhh… Biarin lah. Yang penting aku udah dapat kado buat Erik. Tinggal nungguin aja CD-nya selesai dibungkus.
Sekitar sepuluh menit aku menunggu, si Mbak selesai membungkus CD-ku.
“Ini, Mas. Dibayar di sini ya…” ujar si Mbak sambil menyodorkan kadoku yang udah jadi. Memang rapi hasilnya!
“Makasih, Mbak,” aku mengambil kadoku dan membayar ongkosnya.
“Sama-sama…” ucap si Mbak lagi-lagi dengan senyum genit.
Kumasukkan CD kado ke dalam kantong jaketku yang besar. Jangankan sekeping CD, dua kotak Baygon bakar juga muat di kantongku! Lalu aku segera beranjak dari hadapan si Mbak yang ganjen itu. Lebih cepat lebih baik, terus terang aku rada risih sama gerak-gerik si Mbak itu. Lagian memang urusan sama dia udah selesai! Aku keluar dari CD Store. Lalu mataku tertuju ke ruko sebelah… Ruko buah. Buah-buahnya bisa dibeli per biji. Tertarik, mungkin aku bisa melihat-lihat sebentar ke sana…
Hmmm… Aku jadi pingin beli apel. Sebiji 2 ribu perak. Nggak apa-apa lah. Masih ada sisa duit. Kubeli satu biji apel merah. Aku simpan di kantong jaketku, dimakan nanti aja di rumah.
Sekarang saatnya menuju ke rumah Erik! Udah mau gelap, aku harus cepat-cepat! Kuhampiri motorku. Aku starter, lalu… Tancap!
Melintasi jalanan di jantung kota Solo yang mulai temaram. Melaju kencang. Lalu mulai berbelok ke jalanan yang lebih kecil, menuju ke sebuah komplek perumahan di daerah Manahan. Melewati beberapa gang, lalu… Sampailah.
Rumah Erik lumayan besar. Gerbangnya nggak ditutup, jadi aku memasukkan motorku. Kuparkir motorku di halaman rumah yang ber-paving. Halaman rumah ini luas juga, dihiasi taman dengan rumput jepang, beberapa palm hias dan tanaman-tanaman bonsai.
Lampu halaman sudah menyala, tapi suasana tetap remang-remang agak gelap. Aku melangkah dengan hati-hati menuju ke teras rumah.
Tiba-tiba…
“HIYYYAAAA……!!!” aku melonjak kaget….! Ada benda hidup bergerak dari balik rimbun tanaman… TUYULLL! Hampir saja kata itu terlontar dari mulutku…!
“Cayi sapa?” benda hidup yang mengagetkan itu bersuara…
Ya ampunnn… :o
Ternyata anak kecil! Adiknya Erik ini…! Habisnya gelap, kepala si bocah juga plonthos gitu… Dan nggak pakai celana! O my gosh!!! Gimana nggak kaget…?!!
“Aduhh… Bikin kaget aja, Dik! Lagi ngapain sih di situ, nggak pakai celana lagi?!” tanyaku ke bocah itu.
“Abis pipis!”
Alahhh… Kebiasaan anak kecil, kalau pipis sesukanya. Hampir aja bikin aku pingsan gara-gara kaget!
“Kak Erik ada nggak?” tanyaku.
“Kakak bayu pegi..” jawab adiknya Erik itu, masih cedal gitu suaranya.
“Pergi? Kemana?”
“Pegi makan-makan, sama teman…”
Hah? Makan-makan? Jangan-jangan ultahnya dirayain nih…? Aku nggak diundang? Hiks… Aku nggak diundang…???
“Udah lama ya?”
“Udah…”
Bengong aku jadinya… Gimana nih? Aku musti nungguin Erik pulang atau gimana…?
Tiba-tiba terdengar suara motor masuk. Aku langsung menoleh ke arah gerbang. Erik masuk dengan motornya… Dia pulang! Begitu memarkir motornya, dia segera melangkah dengan agak ragu menuju ke arahku. Ya ampun… Aku jadi gugup, deg-degan…!
“Loh, ada apaan, Mas?” Erik langsung menyapaku dengan agak sungkan.
“Nggak papa kok, Rik. Cuma maen-maen aja…” jawabku dengan senyum gugup. “Ini adikmu ya? Bikin kaget aku tadi. Suruh pakai celana dong!”
“Rio masuk gih, pakai celana dong nanti masuk angin!” Erik segera menyuruh adiknya masuk.
Bocah kecil itu pun masuk ke rumah. Erik waktu kecil palingan juga seperti itu kali ya? Muka adiknya sangat mirip sama dia. Bisa lihat adiknya Erik nggak pakai celana, kok nggak Erik aja sih…?! Hehehe… Upppsss!!! Mulai nih kepala, ngeres bawaannya!!!
“Udah lama?” tanya Erik.
“Belum kok. Baru aja…” jawabku simpul.
“Sini masuk…” Erik mengajakku ke teras.
Kami duduk di kursi yang ada di teras. Niatku memang udah bulat buat menemui Erik, tapi begitu berhadapan langsung dengannya sekarang aku malah jadi sungkan… Gugup. Mau ngomong apa ya…??? Gimana mulainya…???
“Habis dari mana, Rik?” aku masih berbasa-basi.
“Dari makan…” jawab Erik singkat, padat, dan memang nggak perlu dijelaskan. Aku udah tahu kalau dia habis makan-makan! Adiknya yang bilang, anak kecil itu nggak mungkin bohong!
“Ohhh… Kamu kan ulang tahun ya…?” pancingku dengan agak segan.
Erik cuma diam memandangiku, tersenyum agak rikuh. Kok dia juga kelihatan sungkan gitu ya? Apa mungkin dia ngerasa nggak enak sama aku, karena nggak ngundang aku makan-makan…? Ahhh…! Kok aku ge’er amat sih…?!! Bukan cuma soal makan-makan kali, soal Facebook aja kayaknya dia juga nge-blok aku! Dia kelihatan enggan gitu pasti karena memang sedang jengah sama aku…! Meski aku nggak berharap dia sungguh-sungguh begitu… Masa sih… dia benci sama aku…?
“Aku cuma mau ngucapin selamat ulang tahun aja kok…” akhirnya kuutarakan maksudku dengan malu-malu. “Sama mau ngasih ini…”
Aku merogoh kantongku…
Ehhhhhh…???
ASTAGAAAA….!!! :o
Keringatku langsung terasa dingin. Tanganku meraba-raba ke dalam kantong tapi nggak menemukan yang kucari…! Kadoku…??? Ya Tuhan dimana kadoku…?!!
“Apa?” Erik menatapku dengan penasaran, kayaknya mulai menangkap kalau ada yang aneh…
Ya aneh!!! Celaka!!! Aku benar-benar nggak menemukan CD kadoku…! Aku sudah meraba ke semua kantongku, nggak ada…! Apa kadoku jatuh di jalan? Huaaaa…. Gimana ini…???!!!
“Ada apa sih…?” tanya Erik lagi, terlihat makin jengah.
“Ehh… Nggak apa-apa…” aku gugup dan berusaha menyembunyikan kepanikanku. “Aku cuma mau ngasih ini…”
Erik pun langsung bengong. Dengan ragu tangannya terulur, menerima sesuatu dari tanganku. Keadaan darurat, aku nggak punya ide lain…
Akhirnya, aku memberinya apel…
Itulah yang jadi kadoku untuknya…
Ya Tuhannnn… Aku malu, aku mau nangis rasanya…!!!
“Ini… maksudnya apa?” tanya Erik dengan mimik bingung.
Aku harus menjelaskan apa? Aku terdiam, cuma bisa tersenyum-senyum dengan perasaan antara gugup, gelisah, malu, dan hancur… Bisa-bisanya aku menemui nasib sekonyol ini!!!
“Maksudnya…, aku bingung mau ngasih kamu apa. Ternyata cuma itu yang aku punya… Jadi aku kasih buat kamu…” jawabku. Kejujuran dan kekonyolan benar-benar terasa sama…!
Erik terdiam. Menatap apel dariku di genggamannya. Entah apa dia bisa terima penjelasanku… Apa ini terasa konyol juga baginya…? My dear God!!! Apapun itu, aku bisa apa…???!!!
“Makasih ya…” akhirnya Erik mengucapkannya…
Aku mengangguk pelan, menerima apresiasi dari usaha ‘terbaik’ku…! Makasih, Rik… Aku nggak menuntut kamu harus tulus mengucapkan ‘terima kasih’ itu, karena kamu mau mengucapkannya saja sudah bikin hatiku senang… Meski aku tetap merasa malu…! Makasih, Rik… Semoga kamu senang… Hikss…
“Ya udah, aku pulang dulu ya…” ucapku. Akhirnya aku sadar kalau aku nggak mungkin terus di sini melanjutkan kebodohan dan kekonyolanku yang memalukan ini!
“Hemmm…” Erik mengangguk kalem, nggak ada basa-basi.
“Bye…” pamitku pelan.
Aku segera bangkit dan bergegas melangkah menuju motorku. Aku nggak bisa berlama-lama lagi…! Aku nggak berani melihat Erik lagi buat pamitan. Langsung ku-starter motorku. Segera bergerak meninggalkan rumah Erik. Cepat-cepat meluncur di jalan…!
Huaaaaaaaaaaaaa…
Rasanya aku pingin nangis sepanjang jalan! Dongkol! Kesal! Malu…! Semua udah kusiapkan dengan baik, bahkan sampai mengemis-ngemis pinjam duit, ngobok-ngobok keranjang CD diskonan, milih kertas sama bungkusan kado yang bagus! Kenapa akhirnya aku cuma ngasih Erik sebiji apel?!!! Buah yang iseng kubeli seharga dua ribu perak?!!! Benar-benar aku pemuja yang payahhh…!!!
MEMALUKAAAANNNNN…!!!
:cry: :cry: :cry:
Memasuki gerbang rumahku, aku langsung nyelonong mengarahkan motorku ke garasi. Sampai kebablasan nabrak kotak sampah. Aku nggak peduli! Aku turun dari motorku dan langsung menuju ke kamar…!
“Dimas, Mama habis beli fried chicken tuh, ada di dapur…” ujar Mama yang kulewati di ruang tengah.
Aku terus menyeret langkahku, tanpa peduli. Pokoknya ke kamar!
“Itu Kak Dimas pulanggg…” gumam Tante Hilda, ngomong sendiri sama Nino sambil nimang-nimang sepupuku yang masih balita itu.
Aku juga nggak peduli!!! Pokoknya aku mau ke kamar!!!
Kunaiki tangga. Membuka pintu kamar, langsung masuk. Kulempar jaketku… dan… Brukkk…! Kujatuhkan diriku, rebah di kasur. Kubenamkan mukaku ke bantal. Kupeluk dan kuremas-remas gulingku. Hati ini kesaaaaaal…!!! Maraaaaaah…!!!
Kenapa sih, aku nggak pernah bisa ngelakuin sesuatu dengan benar buat Erik…?!
“Ada apa, Mas?”
Kudengar Denis masuk kamar dan menanyaiku. Aku diam. Membisu di atas tempat tidurku. Nggak penting aku jelasin pengalaman memalukanku ke dia!!!
“Bete lagi? Ya ampun…” celetuk Denis.
Lalu dia duduk di kasurku sambil memetik-metik gitar. Aku semakin membenamkan mukaku ke guling.
“Mas, aku habis dengerin CD-nya Papa tadi. Lagunya Iona enak juga lho, Mas… Tapi gitarannya susah, lu dengar deh habis itu ajarin gue…!” cerocos Denis seolah dia itu nggak peduli perasaan hatiku saat ini seperti apa! Jelas aja dia nggak peduli!!!
“I will give my love an apple, without any core…”
Lagi-lagi… Kudengar Denis malah menyanyi…
“I will give my love a house without any door…” (*)
Ya ampun lagu itu!!! Aku juga tahu lagu itu!!!
Kenapa dia harus nyanyi lagu itu?!! Kenapa harus ada lirik seperti itu…?!!!
Tiba-tiba Denis mengintip wajahku.
“Dimas, elu nangis…?”
:oops: :oops: :oops:
:cry: :cry:
... .. A Break at Night .. ...
Aku terbangun tengah malam, di tengah waktu yang serba lelap. Terbaring, mata menatap langit-langit. Aku mau balik tidur untuk menghindari jalannya pikiran yang gundah, tapi… Mataku susah buat kupejamkan lagi.
Hhhh… Benakku langsung mengawang pada kejadian tadi sore. Soal Erik. Kado. Apel… Perasaan yang dipenuhi kegagalan. Mencintai dengan begitu susah payah tapi semuanya gagal.
Aku tahu. Semua itu karena aku… cowok yang jatuh cinta sama cowok. Pasti ini sebuah lelucon besar bagi banyak orang. Itu membuatku di satu sisi ingin sembunyi, di sisi yang lain ingin ditemui… Siapa sih yang mau hidup sendiri? Siapa yang mau selamanya memendam perasaan? Nyiksa!
Erik… Ngebayangin aja susah, terlalu susah dan muluk ngebayangin sosok cowok sesempurna dia bisa suka ke sesama cowok seperti aku ini. Tapi gimana lagi, harus kuapakan perasaan yang telanjur tumbuh dalam diriku ini?
Munafik kalo aku bilang nggak pingin jadi pacar Erik… Tapi aku juga nyadar kehidupan nyata itu seperti apa! Belum bilang cinta saja sudah jadi olok-olokan. Ngasih perhatian dianggap show off, berlebihan… Gimana aku bisa terus terang? Andai saja dia itu ramah dan memperlakukanku tanpa membangun jarak, tanpa membangun dinding yang tebal, mungkin beban perasaanku nggak akan seberat ini. Paling nggak, aku nggak selalu jadi serba salah di tiap hal yang kulakukan demi dia…
Pengalamanku sore tadi waktu ngasih Erik kado, sekarang membuatku makin merasa kalau aku ini… memang nggak pantas buat dia. Lebih dari itu, aku merasa jadi orang yang layak dia benci. Huhhh… Aku cuma ingin ikut senang saja di momen ulang tahunnya. Tapi akhirnya aku tetap berujung pada rasa gelisah dan kesepian, yang membangunkanku malam ini…
Aku bangun dari rebahanku. Duduk di atas kasurku dan diam termenung. Sebersit melirik gitarku yang tersandar di tepi dipan. Kuraih, kudekap gitarku. Mulai kupetik pelan-pelan. Denting-denting kecil di tengah heningnya kamar.
“Lascia ch’io pianga… Mia cruda sorte…” aku mengecap satu lirik pelan-pelan… (*)
Aku terdiam lagi. Bukankah… bersikap seperti ini malah akan membuatku tambah sedih…? Tenggelam tambah dalam…? Huhhh… Kuletakkan gitarku lagi. Sudahlah…! Jangan dibikin tambah sakit dengan menyanyi lagu sedih!
Aku menengok ke sampingku. Memandang beberapa saat… Setengah berbaring kutopang kepalaku, menghadap seseorang yang sedang tertidur di sampingku…
Denis tertidur pulas. Aku mengamati wajahnya. Mirip aku. Tapi… Raut wajahnya tampak lebih lepas. Nggak ada garis gelap di bawah matanya, nggak seperti mataku ini yang sering menyembunyikan masalah. Wajahnya kelihatan lebih damai. Bukan karena dia sedang tidur… tapi sepertinya, apa yang ada di dalam dirinya memang lebih mengalir dibanding diriku…
Denis ini… anak yang nggak pernah kapok meski aku sering ketus padanya. Aku lagi bete, dia malah menyanyi. Dan entah kenapa lagunya sering mengena buatku. Seperti tadi, aku terus berbohong kalau aku sedang menangis, lalu dia nyanyi lagi dengan begitu lepasnya seolah tanpa beban. Membuat perasaanku akhirnya ikut meringan… lalu aku bisa tertidur meninggalkan pikiranku yang kusut.
Meski sekarang aku terbangun lagi… tapi ini justru seperti kesempatan bagiku buat bercermin pada sodara kembarku ini. Sodara yang jauh, sejak kecil dipisahkan dari keluarga ini, tapi dia tetap jalan dengan hidupnya yang… mungkin lebih berat dariku. Kubayangkan saat dia harus hidup terpisah jauh dari orang tua, padahal waktu itu dia masih kecil… Iya, aku sendiri sekarang baru bisa berpikir lebih jernih bahwa… aku ini hidup lebih beruntung. Aku hidup dengan Papa sama Mama yang selalu ada di sini. Biarpun mereka sibuk tapi aku nggak pernah kekurangan kasih sayang… Perasaan cintaku ke Erik adalah masalah penting, tapi harusnya aku nggak secengeng ini. Memang berat dan serba salah, tapi… Aku nggak boleh lupa kalau aku masih punya kasih sayang lainnya dari orang-orang yang berharga dalam hidupku. Aku nggak boleh terbenam dengan rasa sedih seperti ini…
Aku nggak boleh cengeng!
Pelan-pelan, kurebahkan wajahku ke sisi Denis. Aku sering merasa hati ini kosong… Harusnya aku nggak boleh merasa seperti itu! Orang yang kupeluk ini, sebenarnya orang yang selalu mencoba mengerti diriku di saat orang lain nggak mau mengerti. Saat satu orang nggak suka padaku, aku harus ingat bahwa ada orang lain yang menyayangiku…
Sudahlah… Lepaskan saja beban hati dan pikiran yang kusut ini. Bebaskan diri dari rasa serba salah itu. Istirahat dan berharap saja, esok pagi semuanya akan kembali baik.
Malam, tolong antar aku lagi… ke tidur yang lebih damai…
:oops:
Jaim
Cicit suara burung dari pepohonan di luar kamar terdengar riuh. Sesekali kokok ayam menyahut. Udara pagi dingin dan kusut. Aku mendekam dibalik selimut…
Denis menggeliat. Aku memisahkan diri. Masih terkantuk-kantuk berdua, setengah terjaga.
“Guling lu kemana sih?” geliat Denis.
“Hehh…? Ada nih…” balasku menggumam.
“Kok meluk gue…?”
“Sapa yang meluk?!”
“Tadi malam… Ini tadi juga masih meluk gue…” gumam Denis.
“Nggak…” aku langsung ngeles sambil mendekap gulingku lebih erat.
“Boong. Tadi gue rasa ada yang meluk gue kok, kan cuma kita berdua di sini…”
“Dibilangin…! Ini aku meluk gulingku sendiri nih!”
“Ahhh… Lu aja yang nggak ngaku…!”
“Ngeyel! Ngajak ribut…?!” kutimpakan gulingku ke muka Denis. Bukkk! :evil:
Bukkk. Denis membalasku.
“Aarrgghhhh…..!!!” aku langsung bangkit dan menggulat sodara kembarku.
Baru bangun langsung berantem di atas kasur… Dan…
BRUKKKK…!!!
Kami pun terguling, sukses mendarat di ubin berdua…
:x
-----] #berpedang [-----
Kalo udah dibaca, komentarin lah. Boleh juga bagi-bagi info/pengalaman kamu di sini, biar blognya rame n rajin di-update.
Kritik dan saran bisa dikirim lewat
e-mail: kulipembangun@gmail.com
-----] Thank’s for reading [-----
0 komentar