Cowok Rasa Apel [5]

Saturday, May 20, 2017


Jantungku seperti berderak keras dalam sesaat… Setengah sesaat termangu, aku melangkah masuk, menaruh plastik belanjaanku di dekat pintu. Dan baru kusadari… tanganku mulai gemetar…

. . .



Title: Cowok Rasa Apel (5)
Author:  tommylovezacky
Submitted: 26 Desember 2011
Disclaimer: Cerita dari Teman
Rate: M
Length: Chaptered


WARNING!

Typo.

menXmen.

Gambar bukan milik saya, hanya untuk membantu imajinasi pembaca dan diambil dari website.

Segala bentuk efek samping yang ditimbulkan cerita ini adalah tanggung jawab pembaca!

Cerita ini ditulis oleh seorang penulis dengan nama noel solitude, terima kasih karena telah memberi ijin cerita ini dimuat di blog ini. *tommylovezacky’s blog

-------] @bluexavier69 [-------





... ..   Pencuri   .. ...

Besok aku berangkat piknik. Ke Bali! Siapa yang nggak senang ke Bali?! Siapa yang nggak pingin? Hehehe… Makanya hari ini aku serba nggak sabar aja bawaannya. Pingin cepet-cepet ganti hari, pingin cepet-cepet berangkat piknik!

Agendaku hari ini adalah belanja buat bekal piknik besok. Sudah dari tadi aku muter-muter keliling supermarket. Beli roti, cemilan, minuman kaleng, pasta gigi, sabun cair, de el el. Yah, perlengkapan dan bekal untuk piknik!

Baru memilih-milih snack di depan rak, perhatianku tercuri oleh seseorang di sebelahku…

“Aduuuhhhh… ini roti semua…!” celetuk orang itu dengan gaya genit. Seorang cewek tinggi besar berbaju ketat dengan make up menor…

OHHHH… Astaga!!! Seorang waria…!!! Dan dia sekarang… melirik padaku…

Aku langsung menarik pandanganku lagi. Pura-pura fokus sama belanjaanku. Grogi!

“Ihhhh… Apaan lirik-lirik?!” cetus Waria itu judes. O my God…! Sekarang dia mendekatiku! Lalu melongok isi keranjangku. “Beli apa tuh? Kondom ya…? Hihihihihi…”

Semprul nih orang!!! Aku hanya bisa mengumpat dalam hati.

“Bagian susu di mana sihhh? Dari tadi eike nggak ketemu-ketemu!” akhirnya Waria itu bertanya padaku dengan gaya ganjennya yang… haduuhhhhh nggak usah dikomentarin lah!

“Tanya ke penjaganya, aku juga nggak tahu…” jawabku datar berusaha cuek.

Tapi aku makin grogi dan tetap nggak bisa pura-pura cuek, soalnya Waria ini kayaknya ngikutin terus. Ke rak ini dia ikut, ke rak itu dia juga ikut. Kalau aku meliriknya dengan was-was, dia malah tersenyum superlebar seolah malah senang.

“Eehhhh… Ini kok malah di sini?!” tiba-tiba ada satu Waria lagi yang datang. Ampuunnn!

“Kesasar, Jeng!” seloroh Waria yang sedang mengikutiku dengan nyaring.

“Alah sengaja nyasar lu, Cong! Cari lekong aja, dasar gatel!” tukas Waria yang baru datang, yang wajahnya kelihatan galak.

“Hihihi… Sirik ya, Jeng? Habisna diana imyut…”

“Yang bener dong kalo cari lekong, diana kan brondong…!”

Dua Waria itu akhirnya ninggalin aku sambil ribut sendiri…

“Aduuuhhh!” seru Waria yang tadi nyamperin aku. Kepleset! Hahahaha… Rasain!!! Makanya pakai sepatu hak jangan tinggi-tinggi!

Haduuhhh… Lega, nggak dicolek-colek sama mereka!

Kuteliti lagi belanjaanku. Kayaknya udah cukup juga sih… Aku melangkah menuju kasir. Syukurlah antrinya ngggak panjang. Cuma menunggu antrian tiga orang. Nggak lama menunggu, giliranku datang juga. Kutaruh keranjangku di meja kasir.

Pandanganku sekarang jadi teralih lagi. Kali ini… ke si Mas penjaga kasir. Hyuuuuu…! Kadar penyegarnya setara sama obat tetes mata! Aku mencuri-curi pandang cowok di depanku ini yang kayaknya usianya nggak jauh di atasku. Mungkin sekitar duapuluh tahunan. Wajahnya oval, berkulit sawo matang cerah. Kelihatan kalem dan cool. Dia seolah nggak tahu kalau aku sedang mengamatinya, dia tetap sibuk mendata belanjaanku, memilah-milah dan men-scan dengan cekatan. Aku sekilas mengamati tangannya yang… punya bulu-bulu halus…

“Totalnya tujuhpuluh sembilan ribu empat ratus, Mas…” suara ringannya langsung memecah lamunanku.

“Ohh… Iya…” sahutku dengan agak gugup. Aku merogoh-rogoh uang di dompetku. Lalu menyerahkannya ke penjaga kasir itu.

“Uangnya seratus ribu. Kembaliannya duapuluh ribu enamratus, yang seratus permen ya, Mas… Terima kasih,” ucap penjaga kasir itu sambil menyodorkan uang kembalian plus satu biji permen.

Aku mengangguk seraya menerima uang kembalianku plus permen itu, dan juga kantong belanjaanku. Pinginnya masih berdiri di sini, tapi pasti bakal digampar sama antrian di belakangku! Dengan agak berat hati, aku beranjak dari depan kasir. Yaaahhhh… Udah lewat cuci matanya! Nggak papa. Lain kali ke sini lagi! Hehehe…

Kubuka permen kembalian dari kasir tadi. Iseng-iseng mengamati bungkus permen yang kupegang, ada tulisan di bagian belakangnya…

“I SEE YOU…”

Huaaaaaaaaaa…!!!!!!!!! Ini kebetulan kaaaannnnnnn…???!!! :shock:

Dasar!!! Ini si Mas tadi sengaja mau menyindirku yaaa…?!! Awas kau, Mas…! Lain kali aku akan belanja lagi dan gantian aku yang bayar pakai permen! Aku akan kasih permen yang tulisannya, “I SEE YOU AGAIN…!”, atau “I SEE YOUR HAIR…” kalau ada! Lagian ini permen aneh-aneh juga, pakai tulisan-tulisan kayak gini segala!

Hahahaha… Jadi malu sama diriku sendiri! :oops:

Aku duduk di motorku dan segera men-starternya. Lalu tanpa menunggu lama aku segera meluncur di jalan.

Pulang.

Sepuluh menit perjalanan, aku sampai di rumah lagi.

Rumahku yang sejuk dan menyenangkan dengan pohon mangga dan belimbing di depannya, dengan halaman berumput jepang berpadu aneka bunga. Teras kecil berkursi kayu dan berhias kentongan lombok warna merah, hmmm… rumahku yang teduh dan nyaman, yang nggak lama lagi harus kutinggalkan selama piknik di Bali. Meski Bali pasti menyenangkan, tapi suasana rumah ini pasti tetap akan bikin kangen juga…

Yup! Sekarang waktunya berkemas-kemas biar besok nggak terburu-buru, tinggal berangkat! Kujinjing plastik belanjaanku, menaiki tangga ke lantai dua. Menuju ke kamarku.

Pintu kamar kubuka.

Dan…

Yang pertama kulihat adalah Denis yang sedang berada di depan laptopku. Tapi… yang membuatku curiga adalah… wajahnya langsung kelihatan gugup saat tahu aku datang… Tangannya kelihatan grogi berusaha menggerakkan mouse. Aku langsung…

Deg!

Jantungku seperti berderak keras dalam sesaat… Setengah sesaat termangu, aku melangkah masuk, menaruh plastik belanjaanku di dekat pintu. Dan baru kusadari… tanganku mulai gemetar…

Suasana hatiku seketika berubah. Riang caria tadi lenyap… Rasa was-was ini tiba-tiba begitu kuat, dan aku benar-benar merasa gentar untuk tahu apa yang sedang terjadi di sini sekarang… Tapi nggak mungkin aku bersikap seolah nggak melihat apa-apa…

“Kamu buka apa…?” tanyaku pelan dan tegang, seraya menghampiri Denis dengan langkah ragu.

Kulihat indikasi layar di laptop yang hang… Dan ada satu tampilan yang belum sempat ditutup…

“Kamu baca diary-ku…?” tanyaku dingin. Darahku memang terasa beku seketika…

“Sorry, Mas…” Denis gugup menjawabku. Wajahnya seperti pencuri yang tertangkap basah.

Memang. Dia telah mencuri rahasiaku…

Aku terpaku menatap layar laptop yang hang. Wajahku meremang. Bibirku gemetar. Rasanya… aku masih sulit mempercayai ini…! Sulit…

“Kamu lancang…” lontarku pelan, dengan menahan gemetar di mulutku.

Kuambil alih laptopku, kumatikan dengan paksa.

“Sorry… gue nggak maksud gitu, Mas… Gue nggak sengaja…” ucap Denis lirih, nada yang takut.

“Nggak sengaja? Jadi kamu mau bilang diary-ku kebuka sendiri terus kamu nggak sengaja baca gitu?” sergahku. Rasanya… ubun-ubunku mau meledak ke atas…! Bagaimana dia bisa bilang ‘nggak sengaja’?!!

“Iya, sorry… Gue lihat ada diary di laptop lu… Gue iseng aja pingin baca…”

“Kamu tahu passwordnya dari mana…?”

“Dari… gue iseng aja… ketik nama lu, ternyata bisa kebuka…” jawab Denis kikuk.

OHH!!!

DAAAMN!!!

Aku punya adik lancang dan aku sendiri goblok!!! Andai aku tahu akan ada orang yang berani iseng dengan diary-ku aku nggak akan bikin password dengan namaku sendiri!!!

Tapi… kenapa juga harus Denis?!! Kenapa harus sodara kembarku yang sudah kupercaya…?!!

“Jadi kamu masih mau bilang kalo kamu nggak sengaja…?! Ternyata salah aku ngasih tempat kamu di kamarku! Dan bodoh banget aku ya… ngasih ijin kamu pakai laptopku… Anjjj…!!!” hampir sebuah umpatan keluar dari mulutku. Ya Tuhannn… Jangann… Jangan sampai aku mengumpat kata-kata itu…!

Rasanya seperti menelan muntahan yang mau keluar, kembali masuk ke dalam perutku…! Jangan tanya rasanya…

HARUSNYA SEMUA ORANG TAHU BAGAIMANA RASANYA DITELANJANGI…!!!

“Iya, iya… Gue salah. Gue ngelanggar privacy elu… Sorry, Mas…”

“Apa aja yang udah kamu baca…?”

“Gue… ” Denis tergagu. “Gue tahu… soal elu…”

Kepalaku rasanya seperti mau melayang, menguap dan pecah di langit-langit. Tahu soal aku…? Tahu kalau aku… GAY… Gitu kan maksudnya?!!

“Ibaratnya baju, kamu udah merobek-robek yang aku pakai… Puas sekarang…?” ucapku, lagi-lagi menelan muakku.

Denis nggak jawab. Mau jawab apa? Dia cuma bisa membuat semuanya kacau tapi nggak mampu menjawab apa alasannya melakukan semua ini. Dia cuma bisa mengacaukan semuanya! Menghancurkan perasaanku yang sudah percaya dan menerima dia di sini!

“Maafin gue, Mas… Gue nyesel…” lagi-lagi cuma itu yang dia ucap. Lalu dia beringsut mau pergi.

“Tunggu…” aku mencegah Denis. “Nggak usah kamu yang pergi. Aku aja. Kamu pakai aja kamar ini, sekalian semua isinya. Kamu memang pingin tahu semuanya kan? Pakai aja selama kamu di sini, bongkar semua privacy yang aku simpan di sini, semuanya aja! Biar kamu puas, nggak nanggung…!”

Aku beranjak melangkah lesu dengan amarahku yang tertahan. Meninggalkan Denis yang telah mengkhianati kepercayaanku. Sekarang biar semua jadi miliknya, toh menelanjangiku pun dia tega!

Rahangku mengatup rapat, menahan mualnya rasa yang ingin berteriak. Kurengkuh daun pintu kamarku, rasanya… aku ingin membantingnya sekeras mungkin!!! Tapi… tangan yang gemetar ini hanya bisa menepisnya seperti menghalau selembar tirai… Kutinggalkan kamarku dalam kemarahan yang nggak mampu kuledakkan!

Dan batinku menangis…

YA TUHAN… KENAPA HARUS TERJADI…???!!!

:!: :!: :!:




... ..   Topeng Retak   .. ...

Semua seperti bencana yang nggak diundang, datang merusak suasana hatiku yang selama ini selalu kupertahankan dalam kenyamanan. Sekarang kenyamanan itu nggak ada lagi… Rusak sudah…!

Denis sudah baca semuanya, tentang aku, tentang Erik! Dan dia pasti cukup pintar buat menyimpulkan kalau aku ini GAY! Masalah yang terberat, apa aku bisa percaya lagi sama Denis? Dia sejak kecil suka mengadukan apa saja yang kulakukan, ke Papa ataupun Mama. Apalagi ini masalah serius, seorang anak dalam keluarga yang suka dengan sesama cowok…! Rahasia yang dicuri dariku terlalu besar…! Dan aku nggak mungkin memohon pada Denis untuk menjaganya, karena… bagaimana bisa?!! Dia mencuri dariku dan aku memohon agar dia menjaga apa yang telah dicurinya? Kelancangannya membuktikan betapa sulit untuk mempercayainya!

Aku sepertinya… tinggal menunggu waktu untuk menghadapi kenyataan yang lebih pahit, di mana rahasiaku yang sudah tersobek itu akhirnya diketahui nggak cuma oleh Denis, tapi oleh semua orang di rumah ini! Bukan hal yang nggak mungkin, Papa sama Mama akan jadi orang berikutnya yang tahu!

Kalau itu benar terjadi, hari-hariku yang nyaman bersama rahasiaku selama ini… apa masih bisa bertahan? Hhhhh… Apa ada orang tua yang bisa menerima begitu saja, saat anaknya punya kondisi seperti aku ini…? Apa ada orang tua yang senang…?

Nggak mungkin.

Sejak semula aku sudah was-was dengan datangnya Denis di rumah ini! Tapi sikapnya yang begitu simpatik telah mengecohku untuk melenyapkan semua prasangkaku. Aku menerima dia di rumah ini, di kamarku… Aku kira rahasia yang kumiliki bisa tetap aman dengan anggapan bahwa Denis bisa dipercaya. Ternyata… Diary-ku yang dilengkapi sistem password, nekat dibobol oleh Pencuri lancang itu! Aku menyesal pernah bersimpati padanya… Aku menyesal pernah memeluk dia saat aku merasa kesepian… Ooo…, dia nggak sepolos itu…!!! Justru dia memanfaatkan kenaifanku…! Dia memperdayaiku!

Aku ibarat orang yang memakai topeng retak. Aku sedang menunggu topengku pecah dengan sempurna, lalu Papa dan Mama akan tahu anak mereka ini sebenarnya seperti apa. Dan selanjutnya? Entahlah…

Mungkin aku memang nggak bisa menyembunyikan rahasia ini selamanya. Tapi jelas bukan sekarang saatnya untuk membuka rahasia ini! Aku masih merasa… rapuh… Aku belum siap dengan kemungkinan buruk yang bisa terjadi, sebagaimana yang aku tahu bahwa nggak ada orang tua yang ingin anaknya seperti aku…! Cowok suka cowok…! Gay. Mana ada…?!! Kalau mereka mau menerima orang sepertiku ini, aku nggak akan memakai topeng ini demi menepis keresahan mereka, dan memendam keresahanku sendiri dalam hati…!

Hhh… Dengan semua kekacauan ini, yang aku bisa cuma berharap. Berharap semoga semuanya akan baik-baik saja… Meski harapan itu kedengarannya terlalu lugu.

Memangnya apalagi yang aku bisa…?

Aku termenung sendiri, berbaring di sofa ruang tengah. Merenungkan semuanya lagi…

Ya Tuhan… Apa kondisiku ini memang salah? Aku bingung, semua pilihan terasa berat buatku… Semua orang ingin hidup bahagia. Aku pun ingin begitu… Yang aku tahu, inilah diriku, seperti inilah perasaanku… Kalau ini dosa, kenapa Kau memberiku naluri ini, Tuhan…? Kau memberiku keadaan yang sulit ini, lalu Kau pun akan menarik orang-orang yang kusayangi dariku…?

Kuusap air mata yang mengembun di pelupuk mataku. Kukuatkan dadaku menahan sesak di batin ini…

“Dimas, kok tidur di sini?” Mama menengokku di ruang tengah.

“Nggak apa-apa, tadi habis nonton TV…” jawabku pelan.

“TV-nya udah mati gitu, kok nggak pindah ke kamar sana?”

“Males, Ma… Sekalian aja tidur di sini…”

Mama pun beranjak lagi ke kamarnya, meninggalkanku yang masih di sini.

Aku menatap perginya Mama. Apa aku mampu kehilangan dia…? Kehilangan Papa juga…? Rasanya nggak mungkin… Aku takut… Bisakah aku bertahan dengan rahasia ini…? Setidaknya, sampai di saat aku lebih siap dengan semua konsekuensinya… Di saat aku sudah dewasa, saat aku sudah mampu hidup sendiri, saat aku sudah mampu berpisah dengan mereka… Saat…

Ahhhhh… Apa takdir akan menggubris…?

Aku bisa apa…? Akhirnya juga cuma bisa bermuara pada rasa pasrah… Semua kembali pada kata ‘semoga’…

Malam pun kian melahap dan menelanku. Tapi resah dan kebingungan belum juga berkesudahan.

Doaku juga belum berubah…

“Semoga… semua baik-baik saja…”

:cry: :cry: :cry:



... ..   Piknik   .. ...

Aku turun dari mobil. Kurapatkan ransel besar di punggungku dengan sigap begitu kulihat jajaran bus wisata sudah nampak diparkir di halaman sekolah. Teman-teman sekolahku dan juga guru-guru berkerumun, mengkoordinir persiapan keberangkatan. Ahhhh… Akhirnya tiba juga hari ini! Bersiap ke Bali!

“Gimana, Papa temenin bentar? Sampai busnya berangkat…?” tanya Papa yang juga turun dari mobil.

“Nggak apa-apa sih kalo Papa nggak sibuk. Tapi bukannya Papa harus segera ke kantor?”

“Nggak apa-apa, molor dikit aja…”

“Jangan ah, masa ngantar aku aja pakai ngaret jam kantor sih…?! Lagian aku tinggal nunggu busnya berangkat aja kok, udah diurusin sama panitianya.”

“Gitu? Ya udah. Kamu nggak kurang apa-apa lagi?”

“Udah beres semua. Pokoknya aku tinggal berangkat aja kok…”

“Ya udah… Kalau gitu Papa tinggal ya…?”

“Iya, nggak apa-apa…”

Tapi Papa kayaknya masih berat buat ninggalin aku di sini. Dia masih berdiri melihat ke sekeliling dengan agak bengong.

“Udah, nggak apa-apa! Kayak mau ninggalin anak kecil aja?!” cibirku dengan agak jengkel melihat tingkah Papa.

“Kok jadi ngusir Papa gitu?” Papa ganti mencibir. Malah jadi berbelit-belit.

“Bukannya ngusir…! Papa kan harus ke kantor! Udah jam berapa nih?!” balasku sambil melihat ke jam tanganku.

“Iya, tapi kamu kan mau pergi jauh, masa nggak boleh sih Papa temenin bentar?” gumam Papa sedikit cengengesan.

“Tapi kan aku nanti balik lagi? Cuma lima hari aja…”

“Hahaha… Tambah gede, tambah pinter ngomelin Papa…!” cetus Papa sambil mengucal rambutku. “Nurun dari Mama!”

“Tambah ngelantur!” gumamku santai tapi juga sedikit agak kesal.

“Ya udah sana, Papa tinggal sekarang!” decak Papa sambil beranjak dan naik lagi ke mobil. “Met piknik, ya…!”

“Iya. Thank you, Pa…” balasku berseloroh.

Lalu perlahan mobil Papa mulai bergerak lagi. Perlahan-lahan meninggalkan halaman sekolah. Aku melambai, hingga mobil itu akhirnya benar-benar keluar dari area sekolahan, melintas di jalan. Hmmhhh… Bukannya aku tega ngusir Papa, tapi… semakin lama ditemani nanti malah makin berat buat berpisah. Ya, meski cuma lima hari…

Sekarang, saatnya aku bergabung dengan kerumunan anak-anak lainnya, teman-teman sekolahku yang juga sama-sama menunggu berangkatnya bus.

Aku duduk di bibir bak taman, di halaman sekolah. Menyendiri meski di sekitarku penuh orang, guru-guru dan teman-teman sekolahku. Ya, beginilah aku. Kenal banyak teman, tapi nggak pernah benar-benar dekat. Pasif, lebih suka menyendiri.

Lagipula, saat ini aku masih terbeban oleh sesuatu yang berat… Meski bisa kubayangkan piknik ini bakal menyenangkan, tapi perasaan dan pikiranku masih terganjal sama masalah di rumah. Apa lagi kalau bukan perbuatan Denis kemarin itu?! Huhhh… Aku masih cemas dan gelisah saja…! Saat aku berangkat dari rumah tadi, aku pamitan ke semua orang di rumah. Kecuali Denis. Aku belum bisa maafin kelancangannya padaku…! Kelancangannya yang telah melanggar privasiku, mencuri rahasiaku!

Bagaimana kalau selama aku pergi… dia bilang ke Papa sama Mama…?

Hhhhhh… Sudah terjadi… Aku nggak bisa apa-apa lagi.

Lupakan saja dulu… Lebih baik aku fokus menikmati suasana piknik ini! Lupakan Denis. Lupakan perbuatannya! Nikmati saja piknik ini. Bukannya aku sudah menunggu-nunggu acara ini?!! Go ahead for funs…!

“PERHATIAN… PERHATIAN… Kepada semua peserta wisata, kami panitia menginformasikan bahwa bus akan segera diberangkatkan… Untuk itu dimohon semua mempersiapkan diri… Sebelum mengambil tempat duduk di bus masing-masing, kami informasikan pula bahwa akan ada penggabungan beberapa kelas dalam satu bus demi efisiensi tempat duduk. Setelah kami informasikan keterangan bus dan kelas yang menumpangi, silakan nanti mencari tempat duduk masing-masing dengan rapi dan tidak berebut…” Bla bla bla… Panitia sudah mulai mengkoordinir peserta piknik.

Aku bangkit mempersiapkan diri. Sesuai koordinasi dari panitia, busku akan diisi peserta dari kelasku dan kelas sebelah. No problem.

Mulai, peserta piknik berjubal masuk ke bus mencari tempat duduk masing-masing. Sebagian ada yang memang sudah punya rencana buat duduk satu deret, sebagian lagi nggak punya rencana dengan siapa-siapa soal tempat duduk. Aku adalah peserta di kategori kedua.

Mungkin karena aku juga terlalu nyantai soal cari tempat duduk, akhirnya dapat kursi di deret agak belakang. Agak nyesel juga… Tapi ya sudah. Toh aku bukan anak yang gampang mabuk apalagi muntah-muntah kalau naik bus, yang biasanya merengek nggak mau dapat jatah kursi belakang. Nggak ada masalah bagiku. Aku sudah memantapkan diri: ini piknik, enjoy aja…!

“Udah ada yang nempatin?” ada anak dari kelas sebelah bertanya sambil menunjuk kursi di sampingku yang masih kosong. Aku tahu dia, namanya Bambang. Tahu namanya aja, kenal sih nggak.

“Belum,” jawabku.

“Aku duduk sini ya…”

“Oke.”

Bambang pun segera mendudukkan tubuhnya yang tambun di kursi di sebelahku. Duduk satu deret sama orang yang nggak gitu akrab. Bukan masalah juga. Aku bukan orang yang suka nge-gank, jadi nggak menuntut harus berkoloni sama teman-teman tertentu saja. Duduk sama orang yang belum akrab nggak pernah jadi masalah buatku.

“Kamu nggak kencan duduk sama teman semeja gitu?” tanya Bambang beramah tamah.

“Nggak. Di kelasku duduknya nggak diatur. Berubah tiap hari, pilih kursi sesukanya. Jadi teman semeja juga gonta-ganti terus,” jawabku juga meramahkan diri.

“Sebenarnya masih ada satu kursi di deret agak depan. Tapi aku mending pindah ke sini aja… Males dekat si Eka…” ujar Bambang setengah berbisik.

“Kenapa?”

“Kamu nggak tahu ya? Si Eka… Anak dari kelasku…?”

“Ohh…” aku mengangguk sambil mengingat-ingat. Emmhhh… Eka, anak kelas sebelah yang katanya pernah kena kasus itu…? Aku cuma dengar-dengar juga sih…

“Dia kan ‘pemakai’, kemarin hampir OD kan dia…!” bisik Bambang.

“Iya, aku juga dengar beritanya…” timpalku.

Aku nggak tahu musti komentar apa. Aku nggak suka juga sih kalau udah makai-makai narkoba gitu. Merokok aja nggak doyan. Tapi, itu kan urusan pribadi orang juga? Aku nggak mau ambil pusing ah…! Setiap orang punya hal-hal pribadi masing-masing. Sebenarnya, aku sendiri termasuk males kalau harus menggunjingkan masalah pribadi orang lain. Tapi, haknya si Bambang juga sih memilih duduk dekat aku. Sama-sama bayar.

Rupanya bus masih menunggu satu peserta piknik yang belum datang. Wahh… Payah nih, mau senang-senang aja kok masih ngaret juga?!

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya datang juga peserta yang ngaret itu. Peserta yang datang ngaret itu dari kelas sebelah juga. Langsung disorakin sama anak-anak satu bus. Huuuu…! Sudah pada nggak sabar mau berangkat! Untung ditungguin. Kalau sampai ditinggal, pasti nangis bombay tuh anak…!!!

“Dia duduk dekatnya si Eka deh…! Tinggal itu kursi yang sisa! Hahaha…” Bambang langsung berkomentar.

Aku cuma membalas dengan tawa menggumam.

Lalu nggak lama kemudian, bus pun mulai jalan. Akhirnya berangkat…! Bergerak meninggalkan kota Solo…. Inilah piknik yang sudah kutunggu-tunggu…

JOURNEY TO BALI…!!!

Selama perjalanan, semula aku sempat agak risih sama anak-anak lain yang mulai genjreng-genjreng gitar, nyanyi berjamaah di deret bangku panjang paling belakang. Lebih mirip teriak-teriak daripada nyanyi! Teriak kalau lagunya rock sih pantas. Dodol banget, teriaknya nyanyi lagu-lagu pop mellow menye-menye, yang mustinya lebih cocok (seandainya) dinyanyikan dengan gaya keroncong!

Tapi, aku sudah tahu cara mengantisipasinya. Pasang headset, putar mp3, setel posisi kursi, sandarkan kepala sambil lihat pemandangan di luar! Inilah cara terbaikku buat menikmati sebuah perjalanan. Polusi suara, bablasss…!

Aku pasti bisa menikmati piknik ini. Aku pasti bisa menikmatinya…! Sudah, lupakan saja semua yang ada di rumah. Saatnya senang-senang!

Bali, aku datang…!

:)









-----] #berpedang [-----

Uploaded Contact: tommylovezacky@gmail.com


Kalo udah dibaca, komentarin lah.  Boleh juga bagi-bagi info/pengalaman kamu di sini, biar blognya rame n rajin di-update.


Kritik dan saran bisa dikirim lewat



-----] Thank’s for reading [-----

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar