Cowok Rasa Apel [6]

Thursday, June 08, 2017


Mataku langsung tersita memandangi foto wallpaper yang terpajang di layar HP…

foto


Foto dua orang… cowok yang berpose akrab! Bisa dibilang, sangat akrab…! Dan aku kenal salah satunya…

. . .



Title: Cowok Rasa Apel (6)
Author:  tommylovezacky
Submitted: 30 Desember 2011
Disclaimer: Cerita dari Teman
Rate: M
Length: Chaptered


WARNING!

Typo.

menXmen.

Gambar bukan milik saya, hanya untuk membantu imajinasi pembaca dan diambil dari website.

Segala bentuk efek samping yang ditimbulkan cerita ini adalah tanggung jawab pembaca!

Cerita ini ditulis oleh seorang penulis dengan nama noel solitude, terima kasih karena telah memberi ijin cerita ini dimuat di blog ini. *tommylovezacky’s blog

-------] @bluexavier69 [-------



... ..   Titanic on the Picnic   .. ...

Pada dasarnya, sampai saat ini aku bisa menikmati perjalananku. Pagi dari Solo, dan menjelang malam sudah sampai di Pelabuhan Ketapang. Sempat break, rombongan bus dari sekolahku harus antri menunggu jatah ferry buat menyeberang ke Gilimanuk. Lama. Ya harus maklum, soalnya memang musim liburan. Pelabuhan jelas ramai! Tapi setelah lama menunggu, akhirnya… Fiuuhhhh…

Tiba juga giliran buat menyeberang ke Bali…

Aku menopangkan siku di atas bibir dek. Menatap pemandangan selat. Menghirup segarnya udara laut pagi hari. Mengusap percik-percik ombak yang jatuh di mukaku. Pulau Bali yang tampak jauh di depan, makin lama makin dekat. Perjalanan ini sudah terasa surga buatku… Apalagi kalau nanti sudah sampai di sana… di Bali… Ahhh… Senangnya!

Tapi di kapal ini kebisingan orang-orang menyisihkanku. Aku mencari tempat yang lebih tenang. Aku menuju ke salah satu sudut di buritan yang agak sepi. Lebih tenang dan lebih nyaman buat menikmati suasana di atas air Selat Bali yang terbelah oleh laju kapal. Debur air terdengar sangat riak dan riang, mengiring penyeberangan yang semakin merapat ke pantai Bali.

Kutengok ke tiap sudut, memastikan nggak ada orang yang sedang melihatku. Lalu pelan-pelan aku melangkah ke bagian yang agak ujung di buritan. Badanku merapat ke batas kapal, di depanku terlihat Pulau Jawa yang terpisah oleh selat, makin lama tampak makin menjauh… Air selat jernih membiru, angin semerbak sejuk. Lalu semakin jelas apa yang sedang kubayangkan… Kurentangkan kedua tanganku… Membayangkan diriku seperti adegan di film Titanic, menghayati suasana laut…

Tiba-tiba tubuhku terasa kurang seimbang dan…

“AAAHHHHHH……..!!!” pekikku.

Aku hampir saja terjelungup…!

Kusadari ada tangan yang memelukku dari belakang… Tangan yang telah menahanku hingga aku nggak sampai terjatuh… Aku gemetar… Jantungku berdegup keras… Siapa ini, yang mendekapku dari belakang? Siapa ini yang telah menolongku…?

Kupalingkan wajahku…

“ERIK…?”

:shock: :shock: :shock: :shock: :shock:

Oh My God…!

“Kalo mau gaya seperti itu jangan di buritan…! Angin meniup kamu dari belakang! Untung kamu nggak jatuh…!” ujar Erik, pelan-pelan dia melepaskan tangannya.

“Ummmhh…” aku gugup. Gimana nggak…??? Erik tepat di depanku, sangat dekat, dan baru saja memelukku…!!! “Makasih… Aku memang ceroboh…!” aku terbata-bata masih sukar percaya.

“Apa-apaan kamu gaya seperti itu? Niru film Titanic?!” Erik mencibirku.

Aku nggak bisa menahan malu di depan Erik… Lagi-lagi… mukaku pasti merah…! :oops:

“Malu juga sih… Tapi ya udah, aku ngaku aja deh… Ini pertama kalinya aku nyeberang laut, apalagi ini nyeberang ke Bali! Pingin menghayati…” jawabku apa adanya dan sedikit tersipu.

“Belum pernah sama sekali? Hmmm…” Erik memandangiku, pasti masih membayangkan betapa konyolnya tingkahku!

“Kok kamu malah kesini, nggak gabung sama teman-temanmu?” tanyaku jadi penasaran dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Jangan-jangan dia mengawasiku di luar kesadaranku…?

“Males aja sama orang-orang yang terlalu rame. Pingin cari tempat yang tenang aja…” jawab Erik. Dia menopangkan tangannya di bibir kapal, menatap lepas ke arah laut.

Aku pun ikut memandangi laut lagi, ikut menopangkan sikuku. Kami sama-sama menatap indahnya laut. Memandangi Pulau Jawa yang kami tinggalkan. Udara terasa sangat sejuk menyenangkan, sama dengan rasa hatiku. Nggak nyangka, aku akan menemukan momen seperti ini… Akrab dengan Erik, berdua di atas kapal yang melaju di tengah selat biru. Sentuhan tangannya masih meninggalkan jejak rasa di pinggangku, seolah masih terasa tangannya mendekapku… Sungguh menghanyutkanku…

“Memang lebih indah kalau dinikmati dengan ketenangan… Lebih mudah dihayati…” aku berbisik di tengah suara deburan ombak.

“Kamu nggak ngelanjutin yang tadi?” tanya Erik. Matanya menatapku, cerah bagai memantulkan cemerlangnya sinar keemasan dari mentari pagi yang sedang menembus tirai langit. Begitu hangat dan lembut.

“Ngelanjutin apa?” gumamku terawang-awang.

“Tadi kamu mau nyobain gaya di film Titanic kan? Nggak dilanjutin?”

“Aaahhh…! Kamu ngeledek ya?! Sekarang kan ada kamu di sini…! Malu lah…” dengusku sedikit kesal sekaligus gemas. Erik sepertinya sengaja pingin membuat mukaku jadi merah lagi!

Erik tertawa pelan. Lalu, dia mendekat padaku.

O my God… Dia mau ngapain…??? Jantungku berdegup lebih kencang… Berdesir-desir… :oops:

“Kenapa, Rik…?” gumamku gugup dan hampir saja menjauhkan diriku dengan spontan, andai saja aku nggak langsung ingat kalau yang ada di depanku ini… Erik, cowok yang kucintai!

“Kamu lanjutin aja yang tadi… Ini pertama kalinya kamu nyeberang laut kan? Aku akan pegangi kamu, biar nggak jatuh…” bisik Erik.

Astaga… Dear God, please jangan mengolok-olok nasibku! Erik ini Pangeran tampan yang dinanti banyak Puteri! Satu kali tadi dia boleh memegangiku demi mencegahku jatuh dari kapal! Sekarang dia sengaja mau memegangiku lagi dan memintaku untuk menyetujuinya…?!! YANG BENAAAARRR…???!!! DENGAN BAHAGIA AKU BERSEDIA… TAPI JANGAN MEMPERMAINKANKU…!!!

“Ayolah, nggak usah malu?! Nggak ada yang lihat kok. Kamu rentangin tanganmu, aku akan pegangi kayak tadi…” bisik Erik, dia benar-benar mendekapkan tangannya ke pinggangku… Lagi…!

Aku memiliki sejuta kebingungan dan keraguan, tapi aku nggak bisa menyangkal hatiku yang bersorak-sorak kegirangan seiring dengan desir jantungku yang makin memburu…! Dengan ragu, bimbang dan gugup… kurentangkan tanganku… Merentang…

Dan bahagia ini pun terasa penuh…!!! Senyumku mengembang bagai sayap burung yang pertama kali merasakan terbang… :oops:

“Nggak usah takut. Kamu nggak akan jatuh…” Erik berbisik ke telingaku, mendekap punggungku erat. “Sekarang kita mirip Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet kan…”

“Kamu Leonardo DiCaprio-nya…?”

“Dia favoritku…” sahut Erik.

“Tapi aku nggak mau jadi Kate Winslet…” balasku dengan bibir gugup.

“Siapa yang kamu suka…?”

“Mmmmhhh… Mario Maurer…”

“Mario…? Siapa…?”

“Dia adalah…” gumamku sambil mengawang, membayangkan sosok tampan dari Negeri Gajah Putih itu…

Tapi kemudian senyumku jadi kecut saat membayangkan: Leonardo DiCaprio memeluk Mario Maurer di buritan sebuah kapal ferry…? Dimas, James Cameron akan menggangtungmu…!!!

Lalu angin pun tiba-tiba bertiup sangat kencang dari belakang. Angin yang menukik ke buritan…! Kencang sekali dan…

“AAAAAHHHHHHHHH……………!!!!!!!!”

Tubuhku terpelanting, terlempar jatuh dari atas kapal menukik ke permukaan air… Dan…

DUAAAKKKK…!!!

“Aduhhhhhhhhh………!!!!!!!!!!!” aku menjerit.

Barusan tubuhku terayun keras ke depan, membuat jidatku membentur… KURSI DI DEPANKU…!!!

“Ada apa…??!!!!” aku langsung gelagapan bertanya-tanya. Kaget setengah mati…!

“Busnya hampir nabrak mobil di depan. Rem mendadak tadi…” jelas Bambang yang duduk di sampingku.

OH… MY… GGGG…

Mimpiku pelukan sama Erik di kapal…???!!!

AAARRGGGGHHH!!! BUYAAAAARRRRRR…!!!

Rasanya pingin ngomel ke semua orang, nggak peduli siapa saja!!! Ke sopir bus, ke sopir mobil, ke panitia, ke guru, ke semua peserta piknik…!!! Rasanya mau marah semarah-marahnya! Baru aja mimpi bagus-bagus, baru dipeluk-peluk, ujung-ujungnya buyar kejedot kursi…!!!

SIALAAAANNNN…!!!

Kesadaranku dengan cepat mengaktifkan semua indra dan juga pusatnya, otakku! Dengan cepat mengingat perjalanan ini sampai mana… Tadi pagi sudah sampai di Gilimanuk… Dari Gilimanuk perjalanan berlanjut dengan bus lagi… INI SUDAH DI BALI…!!!

Huuhhhh…! Capek! Kebawa tidur, kebawa mimpi… Pantas lah, MIMPI INDAH…!

Takdir benar-benar mengejek nasibku!!! :evil:

Pingin marah! Ngambeg!

Tapi…

Hhhhhh… Memang sih, mimpi seindah apapun akhirnya ya cuma sebuah mimpi… Kecewa, tapi mau apa lagi…?! Nasib yang kejam! :cry:

No other choice. Get real aja lah…

Terima kenyataan… Lagian Erik kan juga ikut piknik ini, amini saja semoga aku punya kesempatan yang nyata! Kalau aku bisa menempatkan diri dan tahu setiap peluang, mungkin saja aku bisa menikmati waktu sama dia kan?! Malah nggak cuma mimpi! Piknik ini kan nyata!!!

Aku menarik nafas panjang. Berusaha mengendapkan emosiku. Membangun lagi pikiran yang positif dan optimis dalam diriku.

Lalu, dengan dongkol… aku mencoba tersenyum lagi…

Optimis saja, Dimas… Optimis…!

Setelah berusaha menepis semua rasa kesal, aku sekarang mulai menyadari sesuatu! Rupanya… selama tidur aku telah melewatkan sesuatu. Sekarang aku baru tahu kalau ternyata sudah ada seorang Tourist Guide yang stand by di dalam bus. Tour Guide itu berdiri, dan… memperkenalkan dirinya di hadapan para peserta piknik… Seorang Tourist Guide yang…

Handsome…! :P :P :P

“Perkenalkan, nama saya Wayan Himawan Astika, bisa memanggil saya Awan…” Tourist Guide itu memperkenalkan dirinya dengan senyum lebar yang ramah dan sejuk di bibirnya. “Saya akan memandu adik-adik semua selama perjalanan wisata ini, tapi terlebih dulu saya ingin sampaikan dengan penuh rasa bangga dan terima kasih… SELAMAT DATANG DI BALI…!”

Akhirnya kejengkelanku teralih! Piknik ini mulai menawarkan kejutan baru! Aku siap… Siap dipandu olehmu Mas Tour Guide…!!!

Makanya…

AYO DIMAS, SEMANGAAAATTTT LAGIIIII…!!!

:D :D :D




... ..   Nuansa dan Romansa   .. ...

Obyek pertama piknik di Bali adalah Batu Bulan. Nonton TARI BARONG!!!!

Woowww…! Pandangan dan imajinasiku benar-benar dimanjakan oleh indahnya Tari Barong… Sebuah tarian yang sangat iconic dari Pulau Dewata. Eksotik! Memukau dan langsung memberiku kesan yang nggak mungkin terlupakan tentang indahnya seni dari Pulau Dewata ini…!

Aku memang nggak ngerti bahasa yang dipakai sih… Tapi untung ada booklet yang ngasih gambaran tentang apa yang diceritakan dalam tari Barong itu. Jadi secara garis besarnya aku faham. Tentang perselisihan antara kebaikan dan kejahatan. Kebaikan diwakili oleh Barong, sedangkan kejahatan diwakili oleh Rangda. Terus ada Sahadewa, anak termuda dari keluarga Pandawa yang diminta oleh Rangda sebagai tumbal. Melalui mahluk Barong, Para Dewa menolong Sahadewa dengan memberinya kekuatan untuk melawan Rangda…

Menarik! Aku nggak mau kelewatan merekamnya dengan Digicam-ku…!

Tapi… pesona para penari itu akhirnya dapat saingan! Aku jadi nggak begitu konsen lagi dengan atraksi tari Barong itu gara-gara ada mahluk lain yang menyita perhatianku. Mahluk yang jelas lebih cute dibanding Barong ataupun Rangda! Rambut gondrong si Rangda itu boleh saja menang kontes melawan rambut penyanyi metal manapun, tapi kalau lawan rambut spike-nya Erik… tunggu dulu!

Ya, ERIK! :)

Erik duduk nggak jauh dariku, di deret depanku dengan posisi agak samping. Dia itulah, mahluk cute yang bikin aku jadi nggak konsen nonton Barong! Posisi duduknya memberiku banyak kesempatan buat melihat wajahnya yang cakep itu. Akhirnya bukan cuma mata para penari itu yang main lirik-lirikan, mataku pun jadi ikut lirik-lirik… tentu saja melirik si Erik! Digicam-ku juga sesekali mencuri wajahnya… Lumayan, kan bisa buat obat kangen misalnya nggak bisa lihat wajah dia! Hahaha… Pokoknya jadi nggak konsen…!

Erik atau Tari Barong?

Oke, deh… Biar adil, JUST BLEND IT! Harusnya Erik ikut nari Barong aja sekalian…! Tapi jangan jadi Barong-nya! Jadi Sahadewa aja, tokoh ksatria protagonis di kisah itu. Wahhh… gimana jadinya kalau Erik pakai kostum gaya Bali itu, dengan bedak dan gincu lalu ada bintiknya di kening…? Bakal jadi Sahadewa paling cakep sepanjang sejarah kayaknya! Hahahaha… Ngarang!

Barong dan Erik, keduanya akhirnya malah jadi satu paket yang benar-benar menghibur mataku! Biarpun kedengarannya maksa banget… tapi aku menikmatinya! Jadi lebih berkesan. Hahaha… namanya juga SUKA! CINTA!

Sekitar satu jam di pertunjukan Tari Barong yang memukau. Akhirnya selesai juga. Hmmhhhh… Agak berat juga sih… Pertunjukan yang sangat bagus…! Kalau suatu saat aku ke Bali lagi, nggak akan kulewatkan pertunjukkan indah ini! Pasti…!

Goodbye, Barong… Perjalanan piknik harus diteruskan. Harus kembali duduk di bangku bus. Menuju obyek wisata berikutnya…

Tour Guide kami yang cakep, dengan bersemangat menjelaskan panjang lebar tentang obyek wisata berikutnya, Goa Gajah. Aku sebenarnya tertarik buat mendengar, tapi gara-gara suara berisik anak-anak di bangku belakang aku jadi nggak begitu menangkap penjelasan Tour Guide yang berdiri di depan itu. Aku cuma bisa melihat wajahnya yang cakep itu, melihat bibirnya yang terus bergerak tapi tanpa suara yang jelas. Huhhh! Sayang…

“Kamu nangkep nggak Tour Guide itu ngomong apa?” tanyaku sedikit basa-basi ke Bambang.

Tapi… Asem! Aku baru sadar kalau si Bambang pakai headset! Jangankan suara Tour Guide itu, suaraku yang duduk dekat dia aja pasti nggak bakal dengar! Kayaknya mending aku juga pakai headset-ku, putar musikku sendiri! Biar nggak bete! Sayang kalau jauh-jauh piknik ke Bali tapi malah bete sepanjang jalan!

Entah berapa lama waktu yang telah terlewat. Pada akhirnya, sampai juga di Goa Gajah…

Bus berhenti. Kami semua turun dan tampaknya semuanya antusias menyambut obyek wisata kedua ini.

Aku berdiri memandang berkeliling dengan takjub! Goa Gajah adalah sebuah Pura kuno yang berupa gua dengan pahatan-pahatan yang sangat indah… Halaman luarnya dilengkapi kolam pancuran yang cukup besar. Aku melongok ke dalam bilik kolam, dan bisa kulihat dengan jelas… rupanya air memancur dari badan arca-arca yang berjajar, arca-arca bidadari yang terpahat dengan sempurna…!

Benar-benar sebuah nuansa Bali klasik yang sangat anggun…!

“Patung-patung itu asli peninggalan dari jaman kuno…” tiba-tiba ada yang berbicara di dekatku.

OOHHHH… Kaget aku…! Mas Tour Giude… yang cakep… yang aku lupa namanya… Dia sudah berdiri di sampingku, ikut melongok ke dalam bilik kolam.

“Eee… Iya, bagus…” sahutku agak gugup.

“Nggak tertarik lihat guanya?” tanya Tour Guide itu dengan ramah.

“Tertarik lah! Tapi nanti aja, kan banyak waktu… Semuanya yang ada di sini kelihatan bagus, jadi nggak bosan buat dinikmati!” selorohku hangat, jadi tambah semangat didekati mas-mas yang cakep ini. “Memangnya boleh ya, masuk ke guanya…? Bukannya itu tempat buat sembahyang?”

“Ya boleh lah! Kalo nggak boleh masuk ya nggak akan jadi tempat wisata!” seloroh Tour Guide itu dengan tawa hangat.

“Nggak ada pantangan ato apa gitu?” tanyaku, sambil melangkah pelan mengikuti langkah Tour Guide itu.

“Kami punya falsafah, Tri Kaya Parisudha… Jaga pikiran, ucapan dan tindakan agar tetap bersih…” jelas Mas Tour Guide hangat.

Aku menyimak. Aku pun mengangguk pelan. “Iya… Benar…” gumamku tersenyum, merenung-renung sambil berjalan. “Itu udah jadi nilai yang universal… Di mana pun kan memang sebaiknya begitu ya?”

“Ya, di manapun!” sahut Tour Guide itu dengan senyum dan anggukan. “Wahhh… Ngomong-ngomong soal nilai universal, di Goa Gajah ini ada satu pelajaran yang sangat indah!”

“Apa itu?!” tanyaku dengan perasaan tertarik.

Tour Guide itu berhenti sejenak. Aku juga ikut menghentikan langkahku. Karena sekarang kami telah berada tepat di depan mulut gua…

“Gua ini dibangun sekitar abad 10 Masehi. Fungsinya sebagai tempat untuk bertapa…” terang Tour Guide itu. “Yang menarik adalah, di dalam sana ditemukan peninggalan arca-arca… baik dari agama Hindu maupun Buddha…”

Aku sedikit ternganga. “Jadi… Tempat ini dipakai bersama-sama, penganut Hindu dan Buddha?” sahutku takjub.

“Ya. Arca-arca itu masih bisa dilihat sampai sekarang, menandakan kalo kedua umat bisa hidup berdampingan, berbagi tempat ibadah…”

“Woowww…”

Aku terpana dan berdecak kagum membayangkan penjelasan yang kudapatkan tentang Pura Goa Gajah ini. Luar biasa! Jadi malu rasanya kalau membayangkan keadaan jaman sekarang, yang sebentar-sebentar ada saja berita soal pertikaian antar umat beragama…

“Jadi kalo nggak masuk ke dalam, nggak lengkap lho…!” gurau si Mas Tour Guide.

“Hahaha… Ya udah deh, aku masuk!” balasku bersemangat. “Kamu juga mau masuk kan, Mas…?”

Belum sempat pertanyaanku dijawab…

“Emmhhh… Wah, ada yang manggil tuh…!” gumam Tour Guide itu seraya memandang ke arah rombongan teman-temanku yang lain, yang melambaikan tangan mereka. “Saya nanti kalo sempat pasti nyusul ke dalam, itu teman-teman kamu manggil tuh… Saya ke sana dulu.”

“Ooo… Ya, udah lah… Aku masuk dulu aja!” sahutku, dengan sedikit kecewa.

“Maaf ya, Dik…”

“Nggak papa kok. Mas kan udah nemenin aku, udah cerita-cerita banyak juga… Giliran nemenin mereka tuh…!”

“Hahaha… Selamat jalan-jalan ya!” salam Tour Guide, sambil melambaikan tangannya sekilas.

“Makasih!” balasku simpul.

Sejenak masih kupandangi perginya Tour Guide itu, yang sekarang bergabung dengan teman-temanku yang lain. Aduhhh…! Udah ngobrol banyak! Kok aku nggak tanya namanya sih?!! Lupa namanya, terus lupa nanya lagi…! Payah! Padahal Si Mas itu kan… cakep juga! Hehehe… Lumayan buat kenalan baru!

Aku melangkah masuk ke dalam gua. Ruangan gua berupa sebuah lorong dengan ceruk-ceruk di kedua sisi. Aku melangkah pelan merasakan suasana gua yang temaram… Teduh, tenang… Kebetulan agak sepi karena pengunjung banyak yang sedang berada di luar. Jadi, lama-lama suasananya mulai terkesan angker…

Aku berhenti di depan sebuah ceruk yang berisi arca Ganesha. Aku terpaku mengamati patung Dewa Kebijaksanaan itu…

“Dimas…!” tiba-tiba kudengar seseorang menyapaku, mengejutkanku dengan suaranya yang agak bergaung di dalam gua.

Aku pun menoleh…

ASTAGA… DIA…!!! :o

“Ehhh… Hai, Rik…?” balasku gugup, setelah agak lama bengong.

“Gimana, asyik nggak pikniknya…?” lontar Erik dengan senyum menawannya.

“Banget…!” gumamku dengan senyum agak tersipu. Gimana nggak asyik? Ada Erik gini…! Asal ini bukan mimpi lagi aja!!!

“Kok menyendiri aja, nggak gabung sama rombongan?” tanya Erik.

“Nggak papa, malah jadi lebih konsen aja menikmati suasana…” jawabku. Bukan berarti aku ngarep sendiri terus lah! Seandainya Erik mau nemenin aku kemana-mana, ya jelas mau!

“Emmhhh… Nanti malam ada waktu nggak?” tanya Erik.

Ehhh…??? Nanti malam ada waktu?

Degup-degup… jantungku langsung tegang…! Erik tanya aku ada waktu apa nggak…? Buat malam nanti…??? Buat apa…???

“Ya ada lah pastinya…” jawabku agak gugup.

“Aku pingin ngomong sesuatu sama kamu…” ujar Erik.

Haaahh…? Ngomongin sesuatu…? :o

“Ngomongin apa ya…?” tanyaku deg-degan.

“Ada lah, nanti aja sekalian…” jawab Erik. Tambah bikin penasaran!

“Di mana…?” aku bertanya lagi karena terburu rasa penasaran. Ohhh… Semoga saja di kamar…!!! :oops:

“Ya gampang lah nanti, kita lihat dulu situasinya nanti…” gumam Erik dengan senyum sarat misteri.

Oh my dear God! Meminta waktu buat ngomong berdua…?! Ini pertanda tentang sesuatu yang… PERSONAL…!!!

“Oke… Kapanpun aku siap…” jawabku setengah terpana.

“Oke… Aku duluan ya…!” pungkas Erik diiringi senyum simpulnya.

Lalu dia berjalan meninggalkanku.

Meninggalkanku bersama rasa penasaran ini…!!! Hiiihhhh… Ada apa dengan nanti malam???!!!

Aku nggak sabar menunggu sampai nanti malammmm…!!!

Detik-detik, menit-menit, jam berganti… Waktu berlalu… Meninggalkan Goa Gajah, dan menyisakan rasa penasaran yang terus memburu ini! Penasaran yang makin lama makin berpadu dengan harapan-harapan muluk! Dinner berdua, with candlelight… atau jalan-jalan, atau… atau apaaa???!!! Ya ampun!!! Kapan malam tiba???!!!

Penasaran ini akhirnya benar-benar terbawa sampai kemana pun, sampai obyek wisata berikutnya!

Di Pasar Sukawati, aku memikirkan… kira-kira cinderamata apa yang bisa kubeli buat Erik, agar bisa kuberikan nanti malam biar lebih berkesan…?

Kalung manik-manik? Kalung tali di leher Erik sudah sangat mendukung keseksiannya dan nggak perlu kurubah!

Baju Bali…? Ayolah, Erik pasti juga akan beli baju di sini dan ngasih dia satu baju lagi nggak akan meninggalkan kesan apa-apa!

Patung ukir-ukiran? Dia jelas nggak akan memajangnya di kamar, tapi di ruang tamu! Nggak akan istimewa juga!

Kipas kayu cendana…? Ya ampun Dimas… siapa dan di mana orang suka memegang benda itu, kalau bukan ibu-ibu dengan usia minimal kepala empat di tempat hajatan?! Buat apa ngasih Erik kipas?

Gimana kalau… Topeng Leak…? Jatuh cinta sama seseorang lalu ngasih dia topeng Leak dengan harapan cinta akan diterima…? Lebih mirip mau ngirim pelet ke dia…!

Akhirnya… persinggahan di Pasar Sukawati hanya memberiku waktu buat belanjaanku sendiri. Semua gagasan soal cenderamata buat Erik, nggak ada yang terealisasi! Pikiranku yang terlalu pusing akhirnya malah menggagalkan niat indahku. Fail! Dimas… kok jadi blo’on gini sih kamu?!! Huuuhhhh…

Meninggalkan Pasar Sukawati, perjalanan berlanjut lagi…

Rencana pertemuanku dengan Erik nanti malam, masih terus mengisi angan-anganku!

Debur ombak Pantai Sanur yang tenang seperti memantulkan suara Erik, yang kini selalu menyapaku dengan hangat dan ramah… Pantai Sanur menghadap ke timur, tempat matahari terbit… Matahari terbit berarti simbol harapan dan semangat baru! Ya, saat cinta telah bertemu… itulah semangat baru bagiku! Itulah harapanku!

Ayolah, malam cepat tibaaa…!!! Kusepak-sepakkan kakiku dengan girang dan gemas di atas air pantai! Bermain sendiri dengan pasir dan ombak, sampai lelah dan bosan.

Perlahan aku mulai berdiam. Berdiri terpekur di atas pasir pantai yang tergenang ombak… Dan lama-lama, seiring dengan susah payahku meredam ketidaksabaran, aku mulai merenungkan semua angan-angan itu…

Harapan-harapan yang…

Hahaha… ya ampun! Konyolnya aku yang telah melarutkan diri dalam angan-angan, meresahkan diri dalam lamunan yang muluk-muluk ini!

Oohhhh… Pantai Sanur yang damai, dengan ombak lembut yang menyapa tanpa pernah berhenti… Bukankah waktu selalu bergulir? Bukankah malam pasti akan datang, nggak akan lebih cepat atau lebih lambat…? Dan semua yang ingin kudengar, maka akan kudengar… Kenapa aku harus jadi gelisah seperti ini…?

Seperti pantai yang menunggu ombak. Ombak selalu datang. Waktu selalu menjawab bukan…?

Kenapa aku gelisah…?

Sayup-sayup suara riuh kudengar… “Woiii… Jangan woiii…!!!”

Erik, kulihat dia sedang digotong beberapa temannya menuju ke tengah air. Lalu…

Byuuuurrrrr…!!!

Mereka melemparkan Erik ke air. Mereka tertawa-tawa. Erik juga meski kelihatannya bercampur dengan kesal. Aku cuma melihat dari sini, tempat yang nggak dekat… tapi juga nggak terlalu jauh.

“Sialannn…!!!” maki Erik sambil menyibakkan air menciprati teman-temannya yang usil itu sambil ketawa-ketawa.

Lalu… dia malah membenamkan tubuhnya lagi ke dalam air. Bermain dengan ombak. Aku seperti melihat sisi yang lain dari dirinya yang jarang kulihat selama ini. Sisi kanak-kanaknya yang riang dan lepas…

Hari pun makin sore. Mentari bersinar keperakan dan langit makin teduh. Angin makin dingin… Mungkin sebentar lagi saatnya kami harus meninggalkan tempat ini. Pantai yang melukiskan kesejukan sekaligus kegundahan hatiku saat ini… Kusibak air dengan tanganku, memburainya… Aku pun tertawa sendiri, seolah ingin ikut melepas diriku dari segala kepenatan dan kegelisahan.

Lalu kupalingkan lagi mataku, menatap ke sisi di mana Erik masih tampak bermain-main dengan air laut… Dia pun mulai berdiri. Tangannya menyapu kaosnya yang kuyup. Lalu… Dia melepas kaos itu…



Bahkan seumur hidupku, sejak aku kenal dia, baru kali ini aku melihat… tubuhnya itu… Yang putih berkilat oleh air dan sapuan sinar mentari sore, menegaskan setiap lekuk di tubuhnya yang indah… Dia berjalan santai sambil setengah merentangkan kedua tangannya, memegangi kedua ujung kaos basah yang dipuntir dan menempel di tengkuknya…

Lalu sekilas dia menoleh ke arahku.

Dia tersenyum, seolah sudah menyadari keberadaanku di sini sejak tadi. Ya. Tentu saja dia sudah tahu. Sebagaimana halnya aku juga tahu. Maka aku pun membalas senyumnya itu…

Yaaa… Kami saling tahu, dan kami juga mengerti bahwa masing-masing dari kami nggak ingin orang lain melihat diri kami yang menjadi lebih akrab… Kami nggak mau siapapun mengolok-olok kami. Aku mengerti itu. Maka inilah yang kami lakukan, saling berada di tempat masing-masing…, menjaga segala keinginan dalam rasa sabar, lalu… kami saling tersenyum di saat kami harus tersenyum.

Ahhh… Hari pertama di Bali, berhias sebuah romansa yang indah.

Aku akan menunggu untuk malam nanti, Rik…

;)



... ..   Curiousity   .. ...

Selesai menjalani trip seharian, akhirnya berujung juga di hotel. Malam ini kami semua menginap di sebuah hotel di Gianyar. Yaahh… Hotel biasa sih, paling masih kelas Melati. Nggak mewah tapi bersih dan rapi, udah lumayan lah buat istirahat ngilangin capek.

Pembagian kamarnya adalah: tiap kamar ditempati 2 orang. Buat memudahkan koordinasi, teman sekamar disesuaikan dengan teman duduk di bus. Jadi ya aku sama si Bambang lagi. Syukurlah, satu kamar udah ada dua tempat tidur. Ya memang harus gitu lah! Kalau nggak, mampuslah aku satu kasur sama si Bambang yang body-nya jumbo itu! Lagian, ya terus terang aja… soal tidur satu kasur aku cuma bisa seratus persen bersenang hati kalau cowok yang jadi teman tidurku adalah: Erik! Yang lain? Aku nggak terlalu ikhlas kayaknya. Hehehe…

Setelah soal kamar fixed, yang langsung terpikir di kepalaku adalah: Mandi! Segera kusiapkan pakaian gantiku. Lalu segera menuju ke kamar mandi.

“Mbang, aku mandi duluan yah…” lontarku ke Bambang. Nggak usah nunggu jawaban, aku langsung masuk ke kamar mandi.

Buka baju. Celana. Sukses bugil. Langsung buka shower-nya. Pyurrr… Titik-titik air mengguyur lembut.

Whuuuuhhhhhh… Segeeeerrrr!!!

Dari Tari Barong, Goa Gajah, Pasar Sukawati, lalu Pantai Sanur, pikiranku dijejali oleh Erik, Erik, dan Erik! Sekarang, ternyata lagi-lagi…! Sembari mandi pun aku masih kepikiran lagi sama Erik! Nggak ilang-ilang! Wajahnya, senyumnya, pesannya untukku malam ini… Huhuhu… Semoga saja itu adalah sebuah KENCAN…!!!

Terbayang-bayang oleh Erik terus, apalagi pas adegan dia buka baju di Pantai Sanur…

Body putihnya, dada bidang, mulus…

Lama-lama… jatuhnya rintik air dari shower terasa seperti menggelitiki kulitku. Geli-geli… merinding…

Andai saja Erik ikut mandi… :oops:

HAIYAAAAHHHHH…!!!

Nggak! Nggak! Nggak boleh ngeres…! Jangan jadi kebiasaan ngebayangin yang enggak-enggak!!!

Duk duk duk! Kupukul-pukul kepala dengan kepalan tanganku. Dasar kepala bakat ngeres…! Lagian ini bukan di rumah, ini di hotel, di luar ada yang nunggu giliran mandi! Kalau sampai cabul benar-benar nggak punya toleransi namanya! Bukan saatnya manjain imajinasi! Segera kutuang shampoo ke kepalaku, mending keramas aja…! Rambut bersih, pikiran jadi jernih!

Mungkin berapa belas menit aku mandi. Selesai. Kukeringkan badanku pakai handuk. Lalu berpakaian. Aku keluar dari kamar mandi sambil mengusap-ngusap rambutku yang habis keramas pakai handuk.

“Weh… keramas ya? Habis manjain ‘burung’ pasti ya…?! Hahaha…” nggak ada angin nggak ada hujan, Bambang langsung nyerocos main fitnah.

“Ndas-mu!” umpatku. Nggak keramas pikiran keruh, begitu keramas malah difitnah! Siapa yang nggak jengkel?!

“Wakakakaka…” Bambang malah tambah ngakak. Dasar sarap!

Tiba-tiba ada seorang panitia piknik melongok ke kamarku sambil woro-woro. “Kalo mau makan malam bisa ngambil di ruang makan ya… Udah disiapin…!” cetus panitia itu, lalu kepalanya segera menghilang lagi dari balik pintu.

Wahhh asyikkk ! Saatnya makan malam!!! Kurapikan rambutku pakai tangan, lalu segera bergegas keluar dari kamar.

Berangkat makan…! Udah lapaaaarrr!!!

Ruang makan ada di dekat aula, ramai penuh orang. Antri prasmanan udah kayak antri sembako aja. Aku mengambil piring dan sendok, menciduk nasi lalu langsung milih-milih menu. Kayaknya enak-enak nih masakan Bali? Kulihat ada sate yang bentuknya aneh. Kayaknya enak, aku ambil sate yang bentuknya mirip cottonbud jumbo itu…

“Maaf ya, Sate Lilit-nya ambil satu aja…!” ada panitia yang langsung interupsi pas aku ngambil sate itu.

Anak-anak yang lain langsung menoleh padaku. Aduhhhh…! Panitia sialan, bocor banget ngomongnya…! Dengan malu-malu aku kembaliin lagi sebagian sate yang aku ambil. Aku tadi ngambil tiga biji… Hihihi… Pengen sih…!

Selesai ngambil jatah makan, aku cari tempat nongkrong yang enak buat makan. Aku duduk di taman belakang aula. Ada bangku kosong yang bisa buat duduk. Dan lumayan agak sepi. Yahh, kebiasaan, nggak suka dengan suasana yang ramai-ramai. Aku duduk menyendiri, menikmati makan malamku.

“Boleh gabung…?”

“Heeekkkkk…” aku tersedak… Kaget! Karena Erik tiba-tiba menghampiri dan menyapaku…!

“Nah loh…! Keselek kan…?!” tukas Erik.

Aku batuk-batuk… Bagian dalam hidungku terasa sakit banget… Anjrittt…! Si Erik kalau nongol kok suka tiba-tiba gini sih?!! Bikin kaget…!

“Kamu ngagetin…!” sahutku masih agak seret.

“Kamunya aja yang suka bengong. Ada orang datang nggak nyadar. Begitu nyadar keselek…!”

“Tahu aku lagi bengong jangan langsung disamperin lah… Ya jelas aja kaget!”

“Terus gimana? Harus sungkem dulu gitu?” Erik malah ngajak becanda.

“Iya! Pakai cium tangan juga harusnya…!” aku jadi nyolot, dengan hati berbunga dan kepala membengkak.

“Pakai cium tangan? Ya udah sini aku cium tangannya…”

Aaaa…… Erik…? Beneran apa? Aku cuma becanda, pasti dia becanda juga kan…?!

Aku bengong beberapa saat…

“Weew… Aku cuma becanda kok…” akhirnya aku malah ngeles. Bukannya nggak mau, tapi malu kalau aku yang harus ngasih tanganku… Pinginnya sih dia langsung pegang tanganku terus langsung dia cium…! Dengan lembut… Memang harusnya gitu kan sikap seorang Pengeran kalau mencium Puteri…? Ehhh anu, maksudku… sesama Pangeran tentunya…? Halahhh… malah makin ngawur pikiranku!

“Becanda ya? Aku juga cuma becanda…” Erik langsung ganti ngeles.

Tuh kan…?!! Ya iyalah Erik pasti cuma becanda! Masa dia beneran mau nyium tanganku sih…?!! Dimas bego…! :evil:

“Udah makan! Malah bengong lagi…” tukas Erik.

Yaahhh… Malu-malu mau, menerima berkat diakrabi sama Erik seperti ini… Kusuapkan nasiku pelan-pelan ke mulutku sambil tersenyum-senyum sendiri…

dinner

Ini…, serasa dinner sama Erik jadinya…! O My God… Harusnya ada lilin-lilin di sekitar sini! :oops:

“Nih, kamu tadi pingin Sate Lilit kan?” tiba-tiba Erik memindahkan Sate Lilit dari piringnya ke piringku, dua tusuk.

“Lho, kok kamu bisa ngambil banyak? Sampai lima tusuk…?” aku melihati Sate Lilit yang masih ada tiga tusuk di piring Erik.

“Aku kan panitia. Boleh ngatur jatah sendiri…” Erik cuek menjawab.

“Huuuh… Curang!” cetusku. ‘But thanks…’ Hehehe…

“Panitia kan udah capek-capek ngurus pikniknya, jadi ya adil dong kalo sedikit diistimewakan…!” balas Erik sambil mengunyah satenya.

Hahaha… Ah, apapun yang dia bilang lah… Aku suka dan merasa senang. Erik yang udah lama aku harapkan, yang dulu sering ketus, akhirnya ngasih perhatian juga ke aku. Dan dia datang sendiri… Bukan aku yang minta.

Dan ini bukan mimpi, aku sangat yakin…

Plukk… Plukk! Kutampar pipiku pelan-pelan, dan terasa jelas… Ini nyata!

“Kenapa sih kamu suka menyendiri?” tanya Erik padaku.

“Eemmhh… Aku cuma nggak cocok sama suasana yang terlalu rame aja sih. Kenapa?”

“Nggak papa. Cuma kesannya agak aneh aja…”

“Aku lebih suka suasana tenang. Jadi ya aku nggak ngerasa kesepian soalnya memang mauku…” jelasku. Kesepian itu baru terasa, kalau orang yang aku sukai, sayangi dan cintai, mengabaikanku… Aku memang pernah merasa begitu. Tapi nggak lagi untuk saat ini. Karena sekarang dia benar-benar hadir di sini, di dekatku, di sampingku… Hangat dan akrab.

“Lha kamu sendiri, kenapa nggak gabung sama teman-temanmu? Kenapa malah di sini?” aku ganti bertanya. Mulai memancing, kenapa dia memilih denganku…?!

“Nggak apa-apa juga. Kamu nggak suka?”

“Eh… nggak masalah kok…! Aku senang kok…” aku langsung menimpal. Ahhhh… jadi tersipu-sipu aku mengakuinya… Kayaknya, memang udah saatnya buat lebih berani mengungkapkan perasaanku… Karena pintu yang dulu selalu tertutup sekarang sudah mulai terbuka! Tunjukkan rasa senangku, tunjukkan rasa bahagiaku, dan semoga Erik mengerti…!

“Senang?” Erik mengulang dengan nada tanya.

Aku cuma mengangguk. Ahhh… Kali ini aku benar-benar malu untuk mengucapkan yang kedua kali. Tapi aku mantap hati untuk menatap Erik dan memberinya satu senyuman. Lebih jelas dengan isyarat ini bukan, bahwa aku bahagia…?

Erik langsung menunduk. Aku sempat membaca gerak di bibirnya. Dia tersenyum…!

Tersenyum… meski rada aneh…

Ah, bukannya keakraban ini sebenarnya memang aneh…? Aku faham kalau perasaan seperti ini memang susah buat diutarakan, sehingga kerap membuat kami canggung. Aku sudah menjalani perasaan ini sejak aku mengenal Erik, aku faham betapa sulitnya dan juga kadang betapa lucunya. Itulah kenapa saat keakraban ini tiba, malah terasa aneh… Aneh tapi bikin bahagia…

“Tadi siang kamu bilang mau ngomongin sesuatu, mau ngomong apa?” akhirnya aku memancingnya, kembali pada rasa penasaran yang mengganjal selama seharian ini.

“Hmm… Iya. Tapi kayaknya nanti agak malam aja, jangan sekarang. Suasananya masih agak ribet, habis ini masih ada rapat…” jawab Erik pelan. Sorot matanya kelihatan gelisah. Gelisah, ahh… mungkin sama sepertiku juga.

“Kayaknya memang nggak bisa diomongin tergesa-gesa ya…? Penting pasti…” gumamku setengah bertanya-tanya sendiri.

“Hmmm… Yaahhh… Sebaiknya dibicarakan nanti sajalah pokoknya…” gumam Erik sambil menatapku seolah ingin mengisyaratkanku agar sabar sedikit lagi.

“Oke lah…” gumamku pelan sambil tersenyum tipis. Nggak mungkin mendesak Erik.

“Nanti aku sms,” tambah Erik.

“Aku tunggu…” timpalku dengan senyum simpul.

Sekelumit rasa gelisah. But anyway, nice dinner! Dinner dadakan bareng Erik. Incidental romance… Bahkan Erik seolah nggak lagi menghiraukan orang-orang yang biasanya mengolok-olok. Memang sih di sini sepi, tapi… yahhh, memang dia sudah berubah. Sabar saja lah, tunggu nanti, pasti semua akan jelas juga. Yang penting keakraban kami berdua malam ini sudah siap tersimpan sebagai kenangan manis di memoriku.

Sweet moment!

“Udah…?” cetus Erik, piring di tangannya sudah kosong. Lalu dia juga menghabiskan tehnya. Gelasnya pun kosong juga sekarang.

“Ya,” gumamku, dengan piring dan gelas yang sudah kosong juga.

“Aku duluan ya…?” Erik mengisyaratkan diri mau beranjak.

Duluan…? Nggak bareng aku…? Ah, iya… Kan harus kembali ke ruang makan yang ramai orang? Aku rasa dia cuma ingin menghindari mulut-mulut yang gatal saja… Aku mengerti.

“Oke…” balasku pelan. “Makasih udah nemenin makan, buat satenya juga…”

Erik cuma menoleh sekilas padaku dengan senyum simpulnya sebagai sahutan. Ya, aku suka itu, gayanya yang cool itu setimpal dengan wajah tampannya. Kesan sederhana yang indah di akhir makan malam…

Aku masih tercenung agak lama setelah perginya Erik. Lalu akhirnya aku pun mulai berdiri juga dari dudukku, dan perlahan melangkah juga menuju ke ruang makan. Suasana di ruang makan juga masih cukup ramai. Aku meletakkan piring dan gelasku yang kosong.

Sekarang… Rasanya aku perlu ke toilet. Agak jauh kalau harus balik ke kamar. Mataku menangkap ada logo toilet yang lebih dekat. Nggak jauh dari aula. Nggak usah pikir panjang, ke sana saja…

Di ruang toilet, I want to pee…!

Selesai pipis aku menuju ke wastafel di salah satu sudut ruangan. Baru hendak mencuci tanganku, mataku langsung menangkap… Astaga…!

Sebuah HP tertinggal di ceruk dinding dekat wastafel, entah milik siapa…

Kuraih HP itu, kuamati. Mataku langsung tersita memandangi foto wallpaper yang terpajang di layar HP…

foto

Foto dua orang… cowok yang berpose akrab! Bisa dibilang, sangat akrab…! Dan aku kenal salah satunya…

Aku terkesiap…

Dia…?!!

“Aku kembaliin aja lah…” gagasku di kepala.

Aku baru mau keluar dari toilet. Di depan pintu toilet aku sudah berpapasan dengan…

“Ehh…” orang itu agak kaget berpapasan denganku. Dia… Tour Guide yang memandu rombongan busku…!

“Eh maaf, ini benar HP-nya Mas?” begitu mengenali wajahnya spontan aku langsung nunjukin HP yang barusan aku temukan.

“Ahhh…! Iya…! Aduh, syukur deh…!” Tour Guide itu menerima HP dari tanganku. Wajahnya kelihatan lega sekali.

“Lain kali hati-hati dong, Mas! Sayang kalo hilang, HP mahal kan itu…?!” selorohku sambil senyum.

“Iya, lupa tadi. Terima kasih ya, Dik…!” ucap Tour Giude itu sambil mengulurkan tangannya padaku.

“Hehehe…” aku cuma tersenyum mengangguk, sambil menjabat tangannya yang terulur padaku.

“Terima kasih ya…” sekali lagi Tour Guide itu mengucap sambil mengangguk permisi dengan ramahnya. Aku ikut mengangguk dan tersenyum membalasnya. Lalu dia segera menghilang keluar dari ruang toilet.

Aku sekarang berdiri termangu sendirian di muka pintu toilet. Pikiranku masih iseng menebak-nebak soal Mas Tour Guide itu… Cowok ramah berwajah cerah sawo matang, senyum yang manis, mata yang teduh… Dan…

Foto di HP-nya itu… Dia sama cowok…?

Apa dia juga…???

Yah, cuma dia yang tahu. Tapi nalarnya sih nggak mungkin kalau bukan seseorang yang spesial sampai dipasang fotonya di layar HP…! Ahh, biarin lah…! Itu kan urusan pribadinya! Aku ngembaliin HP-nya, itu udah cukup dan… end of this case! Kalau mau lebih, mungkin semoga saja dia bisa jadi kenalan baru yang baik.

Selanjutnya: Dimas, fokus saja ke Erik! Ingat, malam nanti dia mau ngomong sama kamu…!!!

BERDUA…!!!

:lol:



... ..   Telepon   .. ...

Aku sedang tiduran di kamar hotelku. Sepi sendiri. Bambang entah lagi kemana, mungkin jalan-jalan di luar. Aku memilih tetap tinggal di kamarku, nungguin Erik yang katanya mau sms. Sebenarnya pingin juga menikmati suasana malam di Bali di luar hotel. Tapi Erik lebih penting! Katanya dia kan lagi ada rapat malam ini, selesai rapat mau ketemu berdua denganku. Kalau nanti Erik nyariin aku dan aku malah keluyuran di luar hotel, takutnya dia jadi bete lagi sama aku!

Sambil menunggu Erik, aku termenung di atas kasur. Sayup-sayup kudengar suara gamelan. Musik Bali, ada penembangnya juga. Rasanya jadi syahdu… Jauh dari rumah, di Pulau Dewata, baru sekali ini seumur hidupku merasakan langsung sentuhan nuansanya…

Tenang…

Teduh…

Merdu…

Jiwaku rasanya damai dalam penantian ini. Rasa letih karena seharian jalan-jalan ke objek wisata, seperti teredam dalam ketentraman suasana. Di kamar senyap ini, di mana aku terbaring sendiri menatap langit-langit, terbang dalam angan-angan menyeling sebuah penantian…

Sekonyong-konyong lamunanku terpecah oleh bunyi HP-ku. Cepat-cepat kuraih benda itu, karena… siapa tahu Erik yang sedang menelponku…?

Oooo…

Ternyata… telepon dari rumah…

“Ya halo…?” sapaku, ke siapapun yang ada di sana.

“Gimana pikniknya, Dimas…?” suara Tante Hilda…

“Ohh, Tante ya…? Asyik-asyik aja… Ada apa, Tante?”

“Oh iya, gini nih… Tante sama Om mau ngasih tahu aja. Tadi pagi ada telepon dari Medan, katanya Bapaknya Om Frans masuk rumah sakit… Jadinya, Tante sama Om kayaknya mau balik ke Medan lebih awal dari rencana…”

“Haa…? Bapaknya Om Frans sakit? Ummhh… Sakit apa Tante…?”

“Ya, agak parah… Maag akut, ada pendarahan di lambung katanya. Jadinya Tante sama Om musti segera balik ke Medan nih…”

“Tapi… bukannya Bapaknya Om Frans tinggal di Jakarta, Tante…?”

“Iya, dulunya. Tapi sekarang Bapak sama Ibunya Om Frans ikut tinggal di Medan… Di Jakarta dulu kan cuma rumah kontrakan. Mereka kan udah tua, perlu ada yang jaga. Terus Om Frans kan anak sulung dan syukurnya kondisi ekonomi juga udah mapan… Kemarin-kemarin sih sehat waktu mau ditinggal ke Solo, tapi nggak tahunya habis itu maagnya kambuh…” tutur Tante Hilda.

“Ohh, gitu… Jadi, mau balik ke Medan-nya kapan Tante?”

“Ini masih mau pesan tiket pesawat. Mungkin besok ato lusa lah… Maksud Tante, ini sekalian mau pamitan aja, soalnya kayaknya nggak akan sempat ketemu Dimas pulang dari Bali nih. Padahal pingin loh oleh-oleh dari Bali-nya…” Tante Hilda setengah cekikikan.

“Oohhh… Yaa… gimana lagi kalo memang darurat gitu…” gumamku, terus terang aku ragu harus bagaimana merespon kabar ini. “Terus, Denis-nya…?”

“Ya Denis pastinya ikut balik ke Medan lah… Gimana lagi…? Kalo ditinggal di sini, masa nanti dia mau balik ke Medan sendiri…? Ya sekalian aja lah…” jawab Tante Hilda.

“Oohh…” aku cuma menggumam. Lagi-lagi sebenarnya aku bingung harus merespon bagaimana. Sedih? Senang? Biasa saja? Ya, kalau rasa yang muncul dengan sendirinya sih… biasa saja… Semua yang kubalaskan itu hanya untuk ramah tamah yang sopan saja, karena ada kerabat yang sakit, dan ada yang mau pamitan…

“Kamu mau ngomong sama Denis…?” lontar Tante Hilda.

“Ahh, nggak, nggak Tante… Nggak usah…” jawabku buru-buru, jadi agak gugup lagi.

“Kenapa? Kalian nggak akan ketemu lagi lho…?”

“Yaa… gimana yah? Ya biar nanti Denis sendiri aja yang nelpon, kalo misal dia mau ngomong… Ato aku aja sendiri yang nelpon, nanti…” aku berkilah sebaik mungkin.

“Eh, kenapa nih? Kayaknya baru marahan ya?” Tante Hilda sepertinya tahu gelagatku.

“Nggak kok, Tante… Nggak ada apa-apa…” aku lagi-lagi berkilah.

“Emm… Ya udah deh kalo gitu. Tante sama Om nyicil pamit yaa… Denis juga titip pamit…”

“Iya, Tante… Ati-ati ya, Tante…”

“Kamu juga, hati-hati di situ…! Met piknik yaa…”

“Iya Tante, makasih…”

“Daaahh…” suara genit Tante Hilda memungkasi pembicaraan di telpon.

Hhhhh… Aku menghela nafas…

Mereka mau balik ke Medan. Denis juga… Aku nggak tahu seharusnya aku ngerasa gimana, tapi… perasaan ini memang biasa saja waktu mendengar kabar itu. Ada kagetnya juga, tapi jujur saja… nggak ninggalin sesuatu yang mendalam. Cuma seperti… ibaratnya suara petasan yang dengan cepat menguap gemanya. Mungkin karena… perbuatan Denis kemarin yang langsung menepis semua simpatiku ke dia… Ya, apa lagi kalau bukan itu?!

Bahkan sejujurnya, aku berharap dia memang lebih baik segera pergi. Pergi dari rumahku, dari hidupku… Dia mencuri rahasiaku udah cukup, jangan sampai dia ngasih tahu ke siapapun karena aku pasti akan membencinya seumur hidupku! Meski dia itu… sodaraku sendiri! Ya, apalagi dia itu sodaraku sendiri, tega-teganya kalau dia sampai ngelakuin itu!

Kami memang sodara kembar. Tapi kami tetap dibesarkan sebagai orang yang berbeda. Kehidupanku bukan kehidupannya. Jalan hidupku adalah pilihanku, bukan pilihannya. Sebaiknya dia sadari itu. Biar dia kembali dengan kehidupannya, dan aku dengan hidupku seperti sebelumnya, dengan tenang sesuai caraku karena aku berhak! Sebaiknya dia jangan merepotkanku lagi. Ya, itu saja.

Di tengah aku merenung sendiri ditemani sayup-sayup suara gamelan yang jauh itu, tiba-tiba HP-ku berbunyi lagi. Kali ini ada sms masuk. Segera kubuka, dan… kali ini seperti yang kuharapkan!

Dari Erik…

“Ku tggu d taman yg td ya..”

Erik menungguku di taman…?!

Senyumku mengembang lebar. Semangat menyeruak.

Yupp… Aku datang, Rik…!!!

:P :P :P









-----] #berpedang [-----

Uploaded Contact: tommylovezacky@gmail.com


Kalo udah dibaca, komentarin lah.  Boleh juga bagi-bagi info/pengalaman kamu di sini, biar blognya rame n rajin di-update.


Kritik dan saran bisa dikirim lewat



-----] Thank’s for reading [-----

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar